Jakarta (ANTARA news) - Presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Sejak itu, setiap tahun masyarakat Indonesia memperingati Hari Santri yang merupakan penghormatan pemerintah terhadap fatwa ulama untuk bela negara.

Pada saat Indonesia yang baru merdeka harus menghadapi Inggris dan Belanda tahun 1945, sehingga KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan Resolusi Jihad bahwa membela negara adalah jihad.

"Dengan semangat itulah para pejuang dan rakyat Surabaya bertempur melawan sekutu dengan gagah berani," kata Ketua DPP Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Chriswanto Santoso dalam keterangan persnya, Minggu.

Chriswanto mengatakan, Keppres tersebut memberi pengakuan bahwa ulama dan para santri berperan besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan Republik Indonesia yang baru saja berdiri. Penetapan Hari Santri sekaligus untuk mengenang, meneladani dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membangun bangsa dan negara.

Semangat Hari Santri, kata  Chriswanto, masih relevan untuk saat ini, karena Indonesia sedang bermasalah dengan karakter moral bangsa. "Banyaknya korupsi dan dampak Pilkada yang berlarut-larut, menampakkan bangsa ini memuja demokrasi tapi tidak bisa menerima hasilnya," ujarnya.

Menurutnya, resolusi jihad merupakan pembentukan santri-santri yang memiliki karakter moral yang mulia, mampu jujur, amanah, kerja keras dan hemat, rukun, kompak, dan mampu bekerja sama dengan baik.

Dengan adanya santri-santri yang berakhlak mulia, merupakan modal yang kuat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, “Dengan demikian perjuangan pondok pesantren dalam mengisi pembangunan tidak pernah habis karena selaras dengan perkembangan dan kebutuhan zaman. Dalam program kerja LDII, pesantren harus menghasilkan santri atau alumni yang profesional religius," imbuh Chriswanto.

Senada dengan Chriswanto, KH Ubaidillah Alhasaniy, Ketua Pondok Pesantren Al Ubaidah, Kertosono, Jombang, Jawa Timur mengatakan bangsa Indonesia saat ini sangat bermasalah dengan kejujuran, sehingga Indonesia membutuhkan SDM yang berkarakter jujur dan amanah.

"Ruang yang kosong inilah yang harus diisi oleh para santri yang memiliki karakter yang unggul," papar KH Ubaidillah.

Dia menuturkan membentuk santri yang berkarakter dimulai dengan kesuksesan belajar di pesantren. Pondasi ilmu agama yang bagus, akan terus berlanjut ketika para santri menempuh pendidikan formal. "Karakter profesionalnya didukung dengan pondasi agama yang kuat atau profesional religius, membuatnya dibutuhkan siapa saja," demikian KH Ubaidillah.

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017