Jakarta (ANTARA News) - Hakim Tunggal Kusno menjelaskan beberapa pertimbangannya dalam memutuskan untuk menggugurkan permohonan praperadilan yang diajukan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengenai penetapannya sebagai tersangka kasus korupsi dalam pengadaan KTP elektronik.

"Menimbang bahwa setelah hakim praperadilan memperhatikan bukti surat yang diajukan termohon, yaitu bukti T64 A dan T64 B, terbukti bahwa benar perkara pokok atas nama pemohon telah dilimpahkan dan telah ditetapkan hari sidangnya tanggal 13 Desember 2017," kata Kusno saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis.

Hakim juga mempertimbangkan bukti rekaman persidangan pokok perkara korupsi KTP elektronik dengan terdakwa Setya Novanto yang telah diputar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Dengan jelas dan Hakim Ketua Majelis yang memeriksa perkara pokok atas nama terdala Setya Novanto telah membuka persidangan dan dinyatakan terbuka untuk umum," kata Kusno.

Selain itu, Hakim Kusno mempertimbangkan ketentuan mengenai gugurnya praperadilan pada Pasal 82 ayat (1) huruf d Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XIII/2015.

"Bahwa ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP mengatur bahwa dalam suatu perkara sudah dimulai diperiksa oleh Pengadilan Negeri sedangkan perkara mengenai permintaan praperadilan belum selesai maka permintaan tersebut gugur," kata Kusno.

Ia menyatakan bahwa Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP telah diperjelas dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Momor 102/PUU/XIII/2015.

"Yang menyatakan bahwa untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berpendapat demi kepastian hukum dan keadilan perkara praperadilan dinyatakan gugur pada saat setelah digelar sidang pertama terhadap perkara pokok atas nama terdakwa atau pemohon praperadilan," kata Kusno.

Penegasan tersebut, menurut dia, sebenarnya sesuai dengan hakikat praperadilan dan sesuai pula dengan semangat yang terkandung dalam Pasal 82 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981.

"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan tersebut, demi terciptanya kepastian hukum Mahkamah perlu memberikan penafsiran mengenai batas waktu yang dimaksud pada norma a quo, yaitu permintaan praperadilan dinyatakan gugur ketika telah dimulainya sidang pertama terhadap pokok perkara," jelas Kusno.

Dalam kasus Setya Novanto, menurut hakim, permintaan praperadilan yang diajukan oleh pemohon belum selesai padahal pemeriksaan pokok perkara sudah dimulai diperiksa oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Oleh karena itu, berdasarkan fakta dan ketentuan KUHAP hakim memutuskan permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon Setya Novanto harus dinyatakan gugur.

"Menimbang bahwa oleh karena permohonan praperadilan yang diajukan oleh pemohon dinyatakan gugur maka biaya yang timbul dalam perkara ini harus lah dibebankan kepada pemohon sebesar nihil," kata Hakim Kusno.


Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2017