Tangerang (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten Tangerang, Banten, merampungkan pemeriksaan medis kepada 29 anak korban sodomi oleh Ws alias Babeh (49) di Desa Sukamanah, Kecamatan Rajeg yang juga dipaksa menelan gotri (butiran besi yang biasa digunakan untuk bearing roda).

"Seluruh gotri sudah keluar dan tidak perlu lagi ada upaya rontgen," kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemkab Tangerang Desiriana Dinardianti di Tangerang, Selasa.

Desiriana mengatakan, dalam pemeriksaan tersebut para korban diberi makanan lalu disuruh buang air besar untuk mengeluarkan gotri dari lambungnya.

Polresta Tangerang juga mempertimbangkan untuk mengajukan hukuman kebiri kimia terhadap Ws, pelaku sodomi kepada 41 anak di Desa Sukamanah, Kecamatan Rajeg.

Kapolresta Tangerang Kombes Pol Sabilul Alif mengatakan sudah berkoordinasi dengan jaksa untuk menerapkan hukuman yang berat, karena telah banyak korban.

Penerapan hukuman itu mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 tahun 2016 dengan tindakan kebiri kimia atau pemasangan alat deteksi kepada pelaku.

Selain menjerat kebiri kimia kepada pelaku, petugas juga menerapkan pasal 82 UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Modus pelaku kekerasan seksual itu dengan alasan untuk menerapkan ilmu kebal kepada anak dan dalam ritual itu disuruh meminum gotri.

Sedangkan pelaku beraksi di sebuah pondok di belakang kebun sejak Oktober 2017 kepada anak usia 10 tahun hingga 17 tahun yang awalnya korban berjumlah 25 orang kemudian bertambah menjadi 41 anak.

Pihak Dinkes setempat juga turun langsung memeriksa medis para korban di RSUD Balaraja untuk mengetahui apakah gotri masih bersarang ditubuh 29 anak itu.

Dia mengatakan gotri yang ditelan anak tidak terserap oleh tubuh seperti makanan mengandung nutrisi sehingga larut ketika buang hajat.

Sebelumnya, aparat Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Pemkab Tangerang mendampingi 29 anak yang berobat ke RSUD Balaraja.


Pewarta: Adityawarman(TGR)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018