Jakarta (ANTARA News) - Pengamat politik dari Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin menilai, nama Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai cawapres Joko Widodo pada Pilpres 2019 memang tidak terlalu santer,  namun kedekatan Jokowi dan Moeldoko tidak bisa disepelekan.

"Hasil survei dari sejumlah lembaga pun belum mampu membangun prestise Moeldoko. Ketika diadu dengan figur berlatar belakang militer lainnya, Moeldoko keok dari Gatot Nurmantyo, juniornya. Bahkan jika murni ditinjau dari sisi kepangkatan, elektabilitas Moeldoko pun masih jauh di bawah mantan prajuritnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)," jelas Said,  di Jakarta, Senin.      

Namun, lanjut dia, Moeldoko tidak bisa disepelekan. Dia punya hubungan istimewa dengan Jokowi. 

"Relasi mereka tidak terbatas pada pergaulan politik, tetapi juga bersifat personal. Hal ini dibuktikan Jokowi saat memberi embel-embel 'pihak keluarga' kepada Moeldoko di acara pernikahan Kahiyang-Bobby," papar Said. 

Kepercayaan Presiden Jokowi  kepada Moeldoko bahkan membuat Jokowi sanggup mendepak Teten Masduki dari posisi KSP untuk diganti dengan Moeldoko. 

"Hubungan spesial Moeldoko dengan Presiden diatas menjadi kelebihannya yang pertama," ujarnya. 

Kedua, Moeldoko dipandang mampu mengimbangi atau sekurang-kurangnya dianggap dapat menahan elektabilitas calon penantang Jokowi, yaitu Prabowo Subianto yang punya latar belakang sama dengan Moeldoko.

Suara pemilih yang menyukai figur militer diharapkan tidak terkonsolidasi ke kubu Prabowo, tetapi dapat terbagi ke kubu petahana jika Moeldoko yang menjadi cawapres Jokowi, kata Said. 

Latar belakang militer Moeldoko juga dibayangkan dapat dijadikan sebagai perisai untuk menepis kritik dari sebagian masyarakat yang selama ini menilai Jokowi tidak memiliki keberpihakan terhadap kedaulatan bangsa karena lebih pro kepada asing dan 'aseng'.

Sebelumnya nama Moeldoko disebut potensial menjadi calon Wakil Presiden pendamping Presiden Jokowi. Nama Moeldoko juga diperkirakan masuk dalam daftar lima nama cawapres yang sedang dipertimbangkan Jokowi.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018