Mendongeng jarang dilakukan lagi di sekolah maupun di rumah
Jakarta (ANTARA News) - Anak-anak dan remaja saat ini seperti "dicekoki" berbagai informasi dalam bentuk berita bohong atau hoax, gambar dan foto yang tidak sesuai dengan usia serta video tak mendidik melalui gadget atau gawai yang setiap hari mereka gunakan. 
   
Untuk mencegah pengaruh buruk gawai dan konten-konten yang negatif tersebut, orangtua dan guru serta orang terdekat harus terus mengingatkan.

Dalam konteks Hari Anak Nasional dan literasi media itulah, lembaga pendidikan Saint John’s School Meruya, yang beralamat di Taman Villa Meruya Blok  D1 No 1, Jakarta Barat mengelar kegiatan positif Pekan Literasi Media, Rabu. 

Topik Pekan Literasi Media  yang digelar dari 23 hingga 27 Juli ini adalah  “Digital Savvy Using Social Media.” Dalam kegiatan ini diadakan  berbagai acara bagi pelajar dari usia Taman Kanak-kakan hingga SMA dan juga orangtua. 

Kegiatan sangat positif ini terjalin berkat kerja sama Saint John’s School Meruya dan Akademi Televisi Indonesia (ATVI) – Indosiar dan diikuti ratusan pelajar mulai TK-SMA yang secara teknis dibagi dalam beberapa kelompok.

Paulus Pontoh dari Sekolah Saint John’s menjelaskan, tujuan utama acara ini adalah membuat anak-anak lebih bijak dalam menggunakan gawai serta meningkatkan kesadaran anak untuk membaca buku dan menjadikan kebiasaan membaca buku sebagai hal yang menyenangkan.

Seorang dosen ATVI yang mengisi acara Pekan Literasi Media, Safrudiningsih, Msi mengatakan, kegiatan tersebut dilatarbelakangi keresahan  orangtua murid pada umumnya terhadap kegiatan anak-anak yang  lebih asyik terhadap gadget dan totontan televi. Karena itu ATVI  sebagai lembaga pendidikan yang dimiliki yayasan Indosiar merasa terpanggil untuk dapat berperan aktif dalam kegiatan literasi media tersebut 

Safrudiningsih mengatakan, pada hari pertama Pekan Literasi ditujukan pada usia taman kanak-kanak, yaitu Pre K, K1 dan K2 yang jumlahnya sekitar  100 anak dan Anak sekolah dasarnya jumlahnya hampir 200 ini dibagi dalam 2 kategori. 

Kategori pertama anak kelas 1-3 diajak juga mendongeng. Strata ini masih dianggap bisa mennggunakan media dongeng untuk mengedukasi anak-anak.

Sedangkan kelompok kedua klas 4-6 sekolah dasar akan diberika pelatiha berkaitan  menulis dan mencerna informasi dalam rumus 5 W 1 H atau biasanya dalam bahasa Indonesia disebut Adik Simba (apa, dimana, kapan, siapa, mengapa dan bagaimana).

Perempuan yang akrab disapa Ibu Ning ini mengatakan,  melalui  media dongeng anak-anak diajak untuk meninggalkan gawai dan tidak menonton televisi. Anak-anak diajak untuk melakukan sesuatu yang menyenangkan yaitu mendongeng. 

Anak-anak pun dibagikan boneka tangan. Dari boneka tangan itu, anak-anak diajak berimajinasi dan bermain dengan asyik.  Pola dan pendekatan seperti itu berhasil menarik anak anak untuk ikut terlibat dalam dongeng.

"Mendongeng jarang dilakukan lagi di sekolah maupun di rumah, padahal mendongeng itu  penting sebagai sarana hiburan anak,  membangun  imajinasi  anak, meningkatkan keinginan membaca dan secara tidak langsung kita dapat menanamkan nilai-nilai kebaikan yang bisa dipraktikkan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari," kata  Ibu Ning yang juga aktif dalam Komunitas Dongeng ini.  

Baca juga: Saran untuk orang tua: mendongenglah, jangan maksa harus ada pesan
Baca juga: Manfaat mendongeng dalam pembentukan karakter anak
Baca juga: Hari Anak Nasional, BPJS Ketenagakerjaan gelar konser dongeng musikal

 

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2018