"Kalau beras harus diangkut dari Jawa atau Sulawesi Selatan ke Kepulauan Riau (Kepri), biaya angkut ditanggung masyarakat sehingga terjadi inflasi"
Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Pertanian (Kementan) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mengembangkan lahan pertanian dengan mencetak 1.600 hektare sawah terutama di wilayah perbatasan untuk menekan inflasi dan meningkatkan ekspor.

Kerja sama tersebut dilakukan dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman dengan Gubernur Kepri Nurdin Basirun, dan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kepulauan Riau Gusti Raizal Eka Putra, di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jakarta pada Selasa.

"Kalau beras harus diangkut dari Jawa atau Sulawesi Selatan ke Kepulauan Riau (Kepri), biaya angkut ditanggung masyarakat sehingga terjadi inflasi. Tapi kalau diproduksi di lahan tersebut, biaya angkut rendah, harga murah," kata Mentan Amran Sulaiman.

Ia menjelaskan kerja sama pengembangan sektor pertanian dilakukan dengan melakukan cetak sawah di Kepri seluas 1.600 hektare.

Dalam kerja sama ini, Kementan berperan dalam kebijakan pengembangan usaha pertanian, serta melakukan percepatan investasi dan ekspor komoditas pertanian. Selain itu, Kementan menyediakan data dan informasi mengenai produksi dan penawaran dan permintaan komoditas pertanian.

Bersama dengan Pemprov Kepri dan Bank Indonesia, Kementan juga akan melakukan verifikasi usaha pertanian yang dapat mendorong peningkatan investasi, ekspor pertanian, dan pengendalian inflasi.

Amran menjelaskan Kementan tengah menggenjot produktivitas sektor pertanian dalam upaya mewujudkan kedaulatan pangan dan menjadi lumbung pangan dunia pada 2045.

Dalam upaya mencapai misi tersebut, kata Amran, Kementan tentu tidak hanya berfokus pada wilayah-wilayah yang sudah menjadi sentra produksi pertanian, tapi juga mengembangkan wilayah yang belum tergali potensinya. Salah satu wilayah suboptimal yang menjadi fokus Kementan sekarang adalah Provinsi Kepri.

"Dulu satu hektare sawah di Pulau Lingga tidak ada, apalagi di Kabupaten Karimun. Tahun depan insya Allah kita tambah 250 hektare. Tujuannya bagaimana memenuhi kebutuhan pangan setiap pulau, setiap provinsi," kata dia.

Potensi pertanian di Kepri dinilai belum tergali secara maksimal. Hal ini tercermin dari kontribusi pertanian terhadap pendapatan daerah yang hanya sebesar 0,012 persen, relatif kecil dibandingkan kontribusi tiga sektor utama, yaitu industri pengolahan, sektor konstruksi, serta sektor pertambangan dan penggalian yang berkontribusi antara 14,3 hingga 39 persen.

Di sisi lain, Kepri memiliki kelebihan dalam perdagangan internasional karena kawasan Batam, Bintan, dan Karimun masuk ke dalam kawasan free trade zone, yaitu kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas.

Kementan membidik Kabupaten Lingga untuk dikembangkan menjadi Kawasan Sentra Produksi Pertanian untuk memasok ke Kepri maupun untuk pasar internasional.

Untuk pasokan kebutuhan internasional, Kepri bisa menjadi hub untuk ekspor. Salah satu negara yang berpotensi menjadi pasar produk pertanian Indonesia adalah Singapura yang setiap harinya membutuhkan 2.500 ton komoditas hortikultura. Selama ini, Indonesia hanya bisa memasok enam persen dari total kebutuhan mereka. 

Mencermati potensi pasar dan kebijakan pengembangan hortikultura di Kepri, peluang yang akan dikembangkan melalui kerja sama ini antara lain budidaya tanaman pangan pokok dan membuka lahan pengembangan pertanian hortikultura pada beberapa kawasan unggulan hortikultura.

Selanjutnya, membuka lahan agrobisnis untuk pertanian hortikultura, serta pembangunan industri/pabrik pengolahan produk tanaman hortikultura guna memenuhi permintaan pasar di tingkat domestik, nasional, dan luar negeri.

Baca juga: BPK diminta audit investigatif program cetak sawah

Baca juga: Kejagung akan awasi program cetak sawah


Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2018