Jakarta (ANTARA News) - Sebagian masyarakat Indonesia belum tahu bahwa penggunaan spektrum frekuensi radio dan perangkat telekomunikasi yang tidak sesuai peruntukkannya bisa membahayakan keselamatan jiwa manusia.

Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI), Kemkominfo, selaku pengelola frekuensi radio, terus melakukan sosialisasi dan pembinaan mengenai penggunaan spektrum frekuensi radio dan perangkat telekomunikasi yang benar dan sesuai peruntukannya.

“Ditjen SDPPI melalui 35 UPT (Balai Monitoring) yang ada di berbagai daerah di Indonesia juga punya kewenangan untuk mengawasi penggunaan spektrum frekunesi radio di masyarakat agar tidak menimbulkan gangguan bagi pengguna lainnya,” kata Direktur Operasi Sumber Daya, Ditjen SDPPI, Dwi Handoko, saat membuka Focus Group Discussion (FGD) di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis.

Dwi Handoko menyontohkan, di Bali belum lama ini Ditjen SDPPI menemukan penggunaan perangkat radio amatir yang menggunakan frekuensi radio tidak sesuai dengan peruntukannya. Namun, dengan pendekatan yang baik, Ditjen SDPPI akhirnya bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat di sana dan bisa mengawal keamanan komunikasi dalam pertemuan IMF-Bank Dunia dengan baik.

Dwi Handoko juga mengungkapkan bahwa manfaat dari spektrum frekuensi radio sangat luas, baik untuk komunikasi analog maupun untuk kepentingan era digital sekarang ini, mulai dari penggunaan smartphone.

Sebentar lagi, lanjut Dwi Handoko, Indonesia akan memasuki era telekomunikasi generasi lima (5G) yang akan diikuti dengan meningkatnya komunikasi machine to machine atau perangkat dengan perangkat.

“Kita harus menciptakan ide-ide baru dalam era 5G sehingga tidak lagi hanya menjadi pasar seperti pada era-era sebelumnya. Pada era-era sebelumnya kita sempat hanya menjadi pasar, tapi belakangan pada era 4G tidak sepenuhnya begitu,” katanya sebagaimana dikutip dalam siaran pers Ditjen SDPPI.

Terbukti, katanya, bahwa Indonesia sudah memiliki beberapa unicorn—startup dengan valuasi lebih dari 1 miliar dolar—, seperti Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia, dan lainnya. “Jadi kita tidak lagi hanya menjadi pasar sekarang,” katanya.

Dengan demikian, Dwi menegaskan bahwa penggunaan dan masalah spektrum frekuensi radio ini sangat luas, mulai dari untuk penggunaan perangkat analog hingga ke kepentingan-kepentingan dengan nilai ekonomi sangat besar.

Meskipun dalam era digitalisasi, lanjut Dwi, penggunaan perangkat analog seperti radio amatir juga masih dibutuhkan. Ia menyontohkan ketika terjadi bencana gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah, komunikasi radio amatir sangat membantu dalam koordinasi penanggulangan bencana.

Ketika jaringan telekomunikasi seluler terganggu atau bahkan tidak bisa digunakan karena banyak tower base transceiver station (BTS) yang mati atau roboh, komunikasi radio amatir masih sangat membantu.

Dwi Handoko berpesan bahwa dalam penggunaan radio amatir, pengguna harus memenuhi ketentuan dan peraturan yang berlaku. Pengguna jangan menggunakan spektrum frekuensi radio yang bukan peruntukannya dan perangkatnya juga mendapatkan sertifikasi dari Ditjen SDPPI sehingga tidak menimbulkan gangguan, utamanya terhadap komunikasi penerbangan.

Dalam FGD bertema “Tinjauan Kritis Tentang Pemanfaatan Frekuensi dan Perangkat Telekomunikasi di Era Demokrasi” yang diselenggarakan Ditjen SDPPI di Pontianak ini, juga hadir sebagai narasumber Tenaga Ahli Menkominfo Freddy H. Tulung dan Komisioner BRTI Taufik Hasan.

Baca juga: Pakar: Generasi muda perlu paham penggunaan frekuensi radio

Baca juga: Pelanggaran frekuensi radio di Yogyakarta menurun

Pewarta: Suryanto
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2018