Batam (ANTARA News) - Polda Provinsi Kepulauan Riau menyatakan sindikat penyelundupan tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal ke Malaysia memanfaatkan Kepri sebagai tempat penampung dari daerah asal sebelum dikirim ke Malaysia sebagian besar melalui jalur tidak resmi.

"Sindikat ada perekrut, penampung dan pengirim. Perekrut ada di wilayah luar Kepri, sebagian besar di NTB, NTT, Jatim--paling banyak dari Madura--dan Jabar," tutur Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Kepri Kombes Pol Hernowo Yulianto di Batam, Selasa.

Dari sejumlah lokasi perekrutan itu, calon TKI ilegal kemudian diterbangkan ke Kepri, yakni sebagian besar di Batam, dan disiapkan tempat penampungan yang mengurus administrasi dan keperluan untuk diberangkatkan ke Malaysia.

Setelah keperluan untuk pemberangkatan selesai diurus, dalam beberapa hari calon TKI diserahkan kepada pihak pengirim.

Hernowo mengatakan terdapat dua jalur pengiriman, yakni jalur resmi yang datang ke Malaysia melalui imigrasi dengan alasan melancong serta tidak resmi melalui pelabuhan-pelabuhan tikus.

"Modus kedua sering terjadi kecelakaan karena jalur tidak resmi mengirim banyak orang dan kapasitas kapal tidak mencukupi," tutur dia.

Setelah dilakukan penggagalan, penegakan hukum atau pun penyelamatan, korban selanjutnya dipulangkan ke daerah asal korban dengan menggandeng Dinas Sosial Kepri karena jumlah calon TKI yang banyak.

Ada pun pada 2017, kasus TKI ilegal di Kepri sebanyak enam kasus dengan sembilan tersangka dan 113 korban, sementara pada 2018 terdapat sembilan kasus dengan 15 tersangka dan 200 korban.

Untuk kasus tindak pidana perdagangan orang di Kepri, selama 2017 terdapat empat kasus dengan tujuh tersangka dan 11 korban, sedangkan pada 2018 meningkat, terdapat enam kasus dengan sembilan tersangka dan 18 korban.

Baca juga: 18 TKI Sampang meninggal di luar negeri sepanjang 2019

Baca juga: Malaysia usir 156 WNI bekerja ilegal di Sabah ke Nunukan

Baca juga: Ibadah haji jadi modus operandi TKI ilegal

Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019