Jakarta (ANTARA) - Dua anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dituntut 6 tahun penjara dan dua anggota DPRD Sumut lain dituntut 4 tahun penjara karena dinilai terbukti menerima suap dari mantan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho.

Keempat orang tersebut adalah anggota DPRD Sumut 2004-2009, 2009-2014 dan 2014-2019 Arifin Nainggolan (fraksi Demokrat), anggota DPRD Sumut 2014-2019 Mustofawaiyah (fraksi Demokrat), anggota DPRD Sumut 2009-2014 dan 2014-2019 Sopar Siburian (fraksi Partai Demokrat) dan anggota DPRD Sumut 2004-2009, 2009-2014 dan 2014-2019 Analisman Zalukhu (fraksi PDI-Perjuangan).

"Menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa 1 Arifin Nainggolan dan terdakwa 2 Mustofawaiyah selama 6 tahun ditambah denda Rp700 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum KPK Nanang Suryadi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Kepada Arifin dituntut membayar uang pengganti Rp530 juta yang bila tidak dibayar maksimal 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka diganti penjara selama 2 tahun.

Sedangkan kepada Mustofawaiyah dituntut membayar uang pengganti Rp480 juta yang bila tidak dibayar maksimal 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka diganti penjara selama 2 tahun.

"Menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa 3 Sopar Siburian dan terdakwa 4 Analisman Zalukhu selama 4 tahun ditambah denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan," tambah jaksa Nanang.

Kepada Sopar Siburian dituntut membayar uang pengganti Rp270,5 juta yang bila tidak dibayar maksimal 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka diganti penjara selama 6 bulan.

Sementara kepada Analisman Zalukhu dituntut membayar uang pengganti Rp400 juta yang bila tidak dibayar maksimal 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap maka diganti penjara selama 6 tahun.

JPU KPK pun meminta pencabutan hak politik.

"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik untuk terdakwa 1 dan terdakwa 2 selama 5 tahun setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokoknya, dan kepada terdakwa 3 dan terdakwa 4 selama 3 tahun setelah terdakwa menyelesaikan hukuman pokoknya," ungkap jaksa Lie.

JPU menilai bahwa Arifin Nainggolan dan Mustofawaiyah bersikap manipulatif dan belum mengembalikan seluruhnya suap yang diterima sedangkan Sopar Siburian dan Analisman bersikap terus terang dan mengembalikan sebagian uang yang diterima.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan kedua pasal 12 huruf b UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dalam tuntutan disebutkan terdakwa I Arifin Nainggolan sebesar Rp540 juta, terdakwa II Mustofawaiyah sebesar Rp480 juta, terdakwa III Sopar Siburian sebesar Rp480 juta dan terdakwa IV Analisman Zalukhu sebesar Rp752 juta dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur provinsi Sumut.

Uang itu digunakan untuk pertama, pengesahan terhadap LPJB Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi Sumut tahun anggaran (TA) 2012. Wakil Ketua DPRD Sumut 2009-2014 Kamaluddin Harahap meminta kompensasi yang disebut "uang ketok" kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Nurdin Lubis sebesar Rp1,55 miliar untuk seluruh anggota DPRD Sumut.

Pembagiannya, anggota DPRD masing-masing mendapat bagian sebesar Rp12,5 juta; sekretaris fraksi mendapat sebesar Rp17,5 juta; ketua fraski mendapat Rp20 juta; wakil Ketua DPRD mendapat tambahan Rp40 juta; dan ketua DPRD mendapat tambahan Rp77,5 juta.

Kedua, pengesahan terhadap APBD Perubahan Sumut TA 2013. Wakil Ketua DPRD Sumut saat itu Kamaluddin Harahap kembali meminta "uang ketok" sebesar Rp2,55 miliar.

Pembagiannya adalah anggota DPRD masing-masing mendapat bagian sebear Rp15 juta; anggota badan anggaran (banggar) mendapat tambahan sebesar Rp10 juta; sekretaris fraksi mendapat sebesar Rp10 juta; ketua fraski mendapat tambahan Rp15 juta; wakil Ketua DPRD mendapat tambahan Rp50 juta; dan ketua DPRD mendapat tambahan Rp150 juta.

Uang diberikan pada Oktober-November 2013n oleh Muhammad Alinafiah sesuai catatan pembagian uang dari Kamaluddin Harahap. Uang berasal dari SKPD di lingkungan provinsi Sumut.

Ketiga, pengesahan APBD Sumut TA 2014. Wakil Ketua DPRD Sumut saat itu Kamaluddin Harahap dan Sigit Pramono Asri menyampaikan permintaan proyek belanja modal senilai Rp1 triliun tapi Gatot menolaknya sehingga disepakati penggantiannya dalam bentuk uang tunai sebesar Rp50 miliar kepada seluruh anggota DPRD Sumut.

Pembagiannya melalui bendahara dewan yaitu Muhammad Alinafiah agar seolah-olah anggota DPRD provinsi Sumut mengambil gaji dan honor lain setiap bulannya.

Keempat, pengesahan terhadap APBD Perubahan Sumut 2014 dan APBD Sumut TA 2015. Untuk pengesahan kedua hal tersebut, anggota DPRD meminta Rp200 juta per anggota. Permintaan itu disanggupi dan akan diberikan setelah rancangan perda tentang APBD Sumut TA 2015 disetujui DPRD Sumut.

Kelima, pengesahan terhadap LPJP APBD TA 2014. Dalam rapat setengah kamar yang dihadiri pihak provinsi Sumut dan semua ketua fraksi DPRD Sumut yaitu dari fraksi Golkar, PDI-Perjuangan, fraksi Keadilan Persatuan Bangsa, fraksi Nasem, fraksi Demokrat, fraksi PKS, fraksi Gerindra, fraksi Hanura dan fraksi PKB; anggota DPRD SUmut meminta uang Rp1 miliar untuk pengesahan LPJP APBD Sumut 2014.

Namun Gatot Pujo Nugroho tidak bersedia memberikannya sehingga akhirnya dicapai kesepakatan pemberian "hanya" Rp300 juta dengan rincian anggota DPRD mendapat Rp2,5 juta, ketua fraksi Rp5 juta, pimpinan DPRD Rp7,5 juta sehingga terdakwa IV Rinawati Sianturi mendapatkan Rp2,5 juta dan Tiasah Ritonga mendapatkan Rp2,5 juta.

Atas tuntutan itu, kelima terdakwa akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 1 April 2019.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019