Jakarta (ANTARA) - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menemui pegawai KPK yang bekerja di bidang penindakan soal adanya lima poin petisi terkait terhambatnya proses penanganan perkara.

"Pimpinan akan mengagendakan pertemuan dengan para pegawai tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama, jadi segera akan didengar apa masukan tersebut secara langsung," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa memang ada sejumlah masukan, saran, dan juga permintaan dari para pegawai KPK yang bekerja di bidang penindakan tersebut.

Pimpinan KPK pun, kata Febri, sudah menerima petisi dari pegawai KPK tersebut.

"Jadi, kalau ada masukan-masukan, ada kendala-kendala yang terjadi di level katakan lah di level teknis dalam proses penanganan perkara atau pelaksanaan tugas maka pimpinan akan mendengarkan hal tersebut," ucap Febri.

Menurutnya, KPK mengenal konsep komunikasi yang egaliter sehingga hal-hal atau dinamika-dinamika tersebut sangat mungkin bisa terjadi di lembaganya.

"Saya kira dulu juga pernah ada keberatan, ada pertanyaan, dan ada saran pada pimpinan bahkan sebelumnya juga ada jalur hukum yang ditempuh oleh pegawai ke PTUN," kata dia.

Febri mengatakan bahwa adanya petisi dapat dikatakan sebagai "checks and balances" di KPK karena indikatornya adalah untuk kepentingan insitusi KPK yang dimiliki oleh publik secara luas.

"Bagi pimpinan seperti yang juga pernah disampaikan oleh salah satu pimpinan, yaitu merupakan bentuk katakanlah semacam "checks and balances" dan juga tentu pimpinan perlu mendengar secara langsung apa yang menjadi keluhan-keluhan tersebut," ujar Febri.

KPK pun juga ingin memastikan bahwa adanya petisi itu jangan sampai disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu terkait dengan perkara yang ditangani KPK saat ini.

"Jangan sampai apa yang terjadi saat ini kemudian disalahgunakan atau dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang terkait dengan perkara yang ditangani KPK karena KPK memastikan penanganan perkara yang ada saat ini itu dilakukan secara "prudent" berdasarkan hukum acara yang berlaku," kata Febri.

Berikut lima poin petisi yang disampaikan pegawai KPK tersebut.

1.Terhambatnya penanganan perkara pada ekspose tingkat kedeputian.

Penundaan pelaksanaan ekspose penanganan perkara dengan alasan yang tidak jelas dan cenderung mengulur-ngulur waktu hingga berbulan-bulan sampai dengan perkara pokoknya selesai.

2.Tingginya tingkat kebocoran dalam pelaksanaan penyelidikan tertutup.

Beberapa bulan belakangan hampir seluruh satgas di penyelidikan pernah mengalami kegagalan dalam beberapa kali pelaksanaan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang sedang ditangani karena dugaan adanya kebocoran Operasi OTT.

3. Tidak disetujuinya pemanggilan dan perlakuan khusus terhadap saksi.

Pengajuan saksi-saksi pada level jabatan tertentu ataupun golongan tertentu menjadi sangat sulit. Hal ini mengakibatkan hambatan karena tidak dapat bekerja secara optimal dalam mengumpulkan alat bukti. Selain itu, terdapat perlakukan khusus terdapat saksi.

4. Tidak disetujui penggeledahan pada lokasi tertentu dan pencekalan.

Tanpa alasan objektif, seringkali pengajuan lokasi penggeledahan pada kasus-kasus tertentu tidak diizinkan. Penyidik dan penyelidik merasakan kesempatan untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti semakin sempit, bahkan hampir tidak ada. Selain itu, pencekakan terhadap orang yang dirasakan perlu dilakukan tidak disetujui tanpa argumentasi yang jelas.

5. Adanya pembiaran atas dugaan pelanggaran berat.

Beberapa pelanggaran berat yang dilakukan oleh oknum di penindakan tidak ditindaklanjuti secara gamblang dan transparan penanganannya oleh pihak pengawas internal. Hal ini seringkali menimbulkan pertanyaan di kalangan pegawai, apakah saat ini KPK sudah menerapkan tebang pilih dalam menegakkan kode etik bagi pegawainya.


Baca juga: Sekjen DPR kembali tidak penuhi panggilan KPK
Baca juga: Penahanan tersangka suap pengadaan barang Krakatau Steel diperpanjang

 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2019