Mekanisme penanganan pelanggaran di Undang-Undang No.7/2017 tidak mengenal istilah OTT, yang ada adalah temuan kemudian mekanismenya adalah laporan
Jakarta (ANTARA) - Komisioner Divisi Penindakkan Bawaslu Provinsi DKI Jakarta Puadi mengatakan tidak ada istilah operasi tangkap tangan (OTT) dalam penanganan pelanggaran pidana pemilu.

"Mekanisme penanganan pelanggaran di Undang-Undang No.7/2017 tidak mengenal istilah OTT, yang ada adalah temuan kemudian mekanismenya adalah laporan,"
kata Puadi di Mapolres Jakarta Utara, Selasa.

Temuan dalam hal ini adalah informasi dari masyarakat kepada Bawaslu Kota Jakarta Utara yang kemudian ditindak lanjuti untuk memastikan apakah kegiatan di masa tenang.

"Itu pun bukan OTT, itu investigasi dan penelusuran, apakah investigasi itu sudah sesuai dan cukup barang buktinya untuk memenuhi syarat formil dan materil untuk diregistrasi," ujarnya.

Petugas Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) kemudian mengamankan satu orang terduga pelaku politik uang bernama Charles Lubis yang diamankan dengan barang bukti sejumlah amplop berisi uang.

Meski terduga kemudan diamankan ke Mapolres Jakarta Utara, Puadi mengatakan hal itu bukannya OTT, tapi bagian dari investigasi untuk menguatkan penelusuran.

Dia juga menegaskan sektor utama penanganan pelanggaran pemilu harus dari Bawaslu bukan Kepolisian.

Berdasarkan informasi terduga yang diamankan, uang tersebut adalah uang untuk saksi parpol.

"Informasinya untuk saksi parpol. Maka nanti setelah diregistrasi, diplenokan, penyelidikan dan klarifikasi, baru bisa ditentukan apakah barang bukti ini memang untuk saksi parpol," ucapnya.

Meski demikian dia belum bisa menyimpulkan ada atau tidaknya pelanggaran karena masih ada sejumlah tahapan yang harus dijalankan.

"Ini masih proses investigasi, baru proses penelusuran, pendalaman, harus diregistrasikan, diplenokan di Bawaslu untuk menetapkan ada dugaan pidana pemilu atau tidak," tegasnya.

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019