Yogyakarta (ANTARA) - Direktur Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (Sapda) Yogyakarta Nurul Saadah Andriyani berkeinginan agar seluruh perempuan penyandang disabilitas memaknai perayaan Hari Kartini sebagai pelecut semangat untuk menjadi aktor perubahan.

“Selama ini, perempuan penyandang disabilitas masih mengalami perlakuan yang tidak setara karena berbagai sebab. Bahkan, beberapa bentuk kekerasan pun masih kerap kami terima. Mulai dari kekerasan seksual, fisik maupun ekonomi,” kata Nurul Saadah Andriyani di Yogyakarta, Minggu (21/4).

Menurut dia, kondisi tersebut disebabkan karena perempuan disabilitas kerap dinilai tidak memiliki kapasitas yang sama dengan perempuan lain, bahkan dipandang tidak memiliki kapasitas setara oleh kaum laki-laki penyandang disabilitas.

Padahal, lanjut dia, perempuan penyandang disabilitas juga memiliki kemampuan dan kapasitas yang sama dengan perempuan lain sehingga perlu diberi kesempatan.

“Memang sudah ada beberapa perempuan penyandang disabilitas yang mulai terlibat aktif dalam beberapa kegiatan. Namun, partisipasi kami untuk berbagai kegiatan di masyarakat termasuk pembangunan masih perlu terus ditingkatkan,” katanya.

Selama ini, Nurul mengatakan, kendala yang dihadapi perempuan penyandang disabilitas bukan hanya datang dari faktor eksternal karena penilaian orang lain dan lingkungan, tetapi juga terkadang dari faktor internal yaitu adanya rasa minder atau tidak percaya diri.

“Sebagian besar perempuan penyandang disabilitas memang tidak memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Akibatnya, mereka tidak memiliki banyak informasi sehingga untuk berpikir kritis maupun menyuarakan hak menjadi terhambat. Mereka tidak memiliki kemampuan untuk menyuarakan pendapat mereka,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, keluarga terkadang juga melarang perempuan penyandang disabilitas untuk memiliki banyak aktivitas di luar rumah. “Keluarga atau warga di lingkungannya merasa kasihan jika mereka harus aktif terlibat. Padahal, kami pun ingin aktif dilibatkan,” katanya.

Oleh karena itu, lanjut Nurul, sikap RA Kartini yang selalu ingin belajar sehingga memiliki pemikiran kritis dan mampu menyuarakan pendapatnya untuk memperoleh kesetaraan dapat dijadikan dorongan semangat bagi seluruh perempuan penyandang disabilitas untuk meraih kesetaraan.

“Kami pun aktif berjuang dengan menyuarakan hak perempuan penyandang disabilitas termasuk berjuang dari sisi regulasi atau melalui perundang-undangan karena masih banyak aturan yang menempatkan perempuan penyandang disabilitas hanya sebagai subjek. Kami ingin terlibat dan berpartisipasi aktif,” katanya.

Salah satu regulasi yang didorong oleh Sapda untuk bisa ditetapkan adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

 

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Ridwan Chaidir
Copyright © ANTARA 2019