Lampung Timur (ANTARA) - Secara serentak rakyat Indonesia telah menyerahkan mandatnya dengan memberikan suara di tempat pemungutan suara (TPS) masing-masing pada Pemilu 2019 yang dilaksanakan Rabu 17 April lalu.

Rakyat dengan riang gembira menyambut pemilu dengan berbondong-bondong mendatangi TPS sejak pagi sampai siang. Mereka rela antre di TPS untuk menggunakan hak pilihnya.

Lewat mekanisme pemilu ini, rakyat berharap calon presiden-calon wapres dan wakil rakyat yang terpilih dapat membawa negara ini lebih maju lagi seperti yang mereka idam-idamkan.

Namun, kemeriahan dan antusiasme pemilu kali ini menyisakan luka mendalam buat keluarga petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), menyusul banyak petugas penyelenggara pemilu ini meninggal dunia dan jatuh sakit.

Ada ratusan petugas KPPS meninggal dunia selama menjalankan tugas dan seribuan lebih lainnya jatuh sakit.

Tidak hanya dari petugas KPU, petugas Polri yang menjalankan tugas pengamanan juga banyak yang meninggal dan sakit. Tidak luput juga para pengawas pemilu yang sakit.

Secara nasional, data KPU RI hingga Sabtu, 27 April 2019, menyebutkan jumlah petugas pemilu yang meninggal dunia sebanyak 272 orang, dan sakit 1.878 orang.

Adapun, di Kabupaten Lampung Timur sampai dengan Minggu (28/4) sebanyak 35 petugas pemilu dari unsur KPPS, PPS dan PPK jatuh sakit akibat kelelahan. "Sampai dengan hari ini ada 35 orang yang sakit," kata Komisioner Bidang Partisipasi Pemilih dan Sumber Daya Manusia KPU Lampung Timur Maria Mahardini, di Lampung Timur, Minggu (28/4).

Satu dari unsur PPS dari Desa Jabung, Kecamatan Jabung atas nama Agus Yusuf meninggal dunia, karena sakit akibat kelelahan, setelah mengikuti rapat pleno tingkat PPK.

Menurut Maria Mahardini, nama-nama petugas pejuang demokrasi yang sakit dan meninggal dunia dicatat, kemudian nama-nama mereka dikirim ke KPU RI. "Kami catat dan laporkan," ujarnya lagi.

Kenapa para petugas pelaksana pemilu tersebut jatuh sakit, sampai banyak yang meninggal dunia?

Anggota KPPS dari TPS 18 Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai Sariman menuturkan pengalamannya menjadi petugas KPPS pada Pemilu Serentak 2019 ini.

Menurut Sariman, tahapan yang dijalani seperti persiapan pemungutan suara, pemungutan suara hingga penghitungan suara dan pencatatannya harus dilakukan petugas pemilu ini.

Tahapan yang paling lama dan menyita waktu, tenaga, dan pikiran adalah penghitungan suara, karena ada lima kotak suara yang dihitung surat suaranya, surat suara Calon Presiden-Wakil Presiden, DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Penghitungan suara yang dimulai sekitar pukul 13.00 WIB baru selesai pukul 04.00 pagi hari, keesokannya. "Luar biasa capeknya pemilu tahun ini, tidak seperti pemilu sebelumnya, tanda tangan berkasnya banyak banget," kata Sariman.

Khawatir salah menghitung dan mencatatnya, juga menjadi beban pikiran petugas KPPS, sehingga harus ekstra teliti mengerjakannya dan semua makan waktu lama.

Wajar karena itu, menurut Sariman, kemudian banyak petugas pemilu yang jatuh sakit karena panjang waktu yang mereka lalui.

Sariman sendiri mengaku sempat sakit usai merampungkan tugasnya.

Pengalaman dari pemilu serentak ini, dengan surat suara dihitung dan dicatat sangat banyak, sehingga dia berharap pemilihan untuk presiden dan legislatif pada pemilu berikutnya bisa dipisahkan.

Dia juga berharap, honor petugas KPPS ditingkatkan karena tidak sesuai dengan beban kerja. "Honor yang saya terima Rp500 ribu, kalau bisa naik lagi," ujarnya pula.

Hermanto, anggota KPPS di TPS 17 Desa Margasari juga mengungkapkan betapa lelah menjalani tugas pada pemilu tahun ini. "Lelah sekali, menguras tenaga dan pikiran," ujar dia pula.

Kelelahan karena banyak surat suara yang dihitung dan harus dicatat.

"Belum berkas-berkas yang harus diisi, seperti formulir C1 yang harus diberikan kepada saksi, padahal partainya banyak, berarti setiap saksi partai harus dapat salinan C1-nya," katanya lagi.

Hermanto menginginkan pada pemilu mendatang, pilpres dan pemilihan wakil rakyat dipisahkan saja, agar rekapitulasi suara cepat selesai. "Kalau bisa dipisah, biar kami jangan banyak beban, karena kerjanya jadi berjam-jam kalau terlalu banyak," ujarnya pula.

Sariman dan Hermanto menyatakan sebagai sesama petugas KPPS turut berduka cita kepada mereka yang meninggal dunia dan mendoakan petugas yang sakit cepat sembuh.


Evaluasi Pemilu Serentak

Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Lampung Timur Uslih menegaskan perlu evaluasi pelaksanaan pemilu serentak ini.

"Perjalanan pemilu serentak ini luar biasa dan sangat menguras energi, kami dari Bawaslu harus menyampaikan perlu dan harus ada evaluasi. Titik poinnya harus ada pemisahan pilpres dan pileg ini," ujar Uslih.

Uslih mengatakan, pemilu serentak menguras energi tidak hanya bagi petugas penyelenggara pemilu, namun juga buat pengawas pemilu, mengingat frekuensi kerja kedua lembaga tidak jauh berbeda.

"Pengawasan oleh Bawaslu tidak pernah berhenti mulai dari distribusi sampai pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara di TPS, PPS dan pleno di kecamatan sampai kembalinya logistik, jadi frekuensi kerja kami tidak jauh berbeda dengan KPU," ujarnya.

Uslih menyebut dua anggotanya, yakni Pengawas Pemilu Kecamatan (Panwascam) jatuh sakit karena mengalami kelelahan.

"Ada dua orang yang sakit, Panwascam Braja Selebah dan Panwascam Bandar Sribhawono, namun yang lain alhamdulillah pasukan kami jajaran Bawaslu di tingkat bawah tetap sehat," ujar Uslih.

Uslih menilai banyak petugas pemilu yang sakit sampai ada yang meninggal dunia, tidak hanya dipengaruhi faktor kondisi kesehatan, tapi juga kesiapan mental psikologis petugas menjadi faktor yang ikut mempengaruhinya.

"Ada tingkat pemahaman penyelenggara yang kurang dalam melaksanakan tugas, kurang pemahaman melaksanakan tugas ini membuat petugas jadi takut salah, ini juga berpengaruh pada kondisi kesehatan," ujarnya pula.

Menurutnya, ke depan perlu ada penguatan oleh KPU kepada jajaran di tingkat bawah, agar mereka lancar melaksanakan tugas tanpa ada lagi kekhawatiran takut melakukan kesalahan.

Komisioner KPU RI Ilham Saputra menegaskan dalam waktu dekat Komisi Pemilihan Umum melalui persetujuan Kementerian Keuangan RI akan segera memberikan dana santunan bagi petugas penyelenggara Pemilu 2019 yang meninggal dunia maupun sakit.

Besaran dana santunan itu adalah tiga juta rupiah untuk petugas yang sakit dan 30 juta rupiah bagi petugas yang meninggal dunia.

KPU RI bergerak cepat dengan membentuk tim verifikasi untuk mendata jumlah petugas pemilu yang meninggal dunia dan sakit untuk merealisasikan pemberian dana santunan tersebut.

Pemilu 2019 sudah berjalan dengan segala riuh rendah dengan hasil resmi segera diumumkan KPU RI, beserta ratusan petugas terdampak sampai meninggal dunia, ribuan lainnya mengalami sakit, umumnya akibat kelelahan melaksanakan hajat demokrasi lima tahunan ini.

Pengorbanan besar hingga kehilangan nyawa telah ditunjukkan oleh para petugas pelaksana pemilu dan petugas pendukung demi sukses Pemilu 2019 ini, hendaknya menjadi pembelajaran dan evaluasi maupun koreksi segera bagi semua pihak berwenang agar ke depan tidak terjadi lagi.

Pewarta: Budisantoso Budiman & Muklasin
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019