"Proyek strategis nasional PLTA Batang yang mendorong energi baru terbarukan untuk mengurangi emisi karbon ini sudah melalui pengkajian yang matang dan ilmiah serta profesional
Medan (ANTARA) - Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) mengkhawatirkan spesies orang utan terancam punah akibat dampak pembangunan bendungan PLTA Batang Toru yang bernilai setara sekitar Rp21 triliun.

Manager Harian Program Batang Toru Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) Burhanuddin melalui keterangan persnya yang diterima Rabu, menyebutkan bangunan PLTA Batang Toru yang dikerjakan PT North Sumatera Hydro Energi (NSHE)  dapat mengancam ekosistem Batang Toru yang memiliki berbagai ragam hayati baik flora dan fauna.

Pembangunan PLTA Batang Toru berkapasitas 510 Mega Watt (MW) dengan pembukaan jalan pembangunan bendungan, menurut dia, dapat mengakibatkan koridor atau perlintasan spesies langka orang utan dari blok Barat ke blok Timur dan blok Selatan terputus.

Terputusnya koridor tersebut juga dikhawatirkan dapat mengancam populasi dan perkembangbiakan orang utan yang diperkirakan jumlahnya sekitar 800 individu ini.

Ancaman lain dari PLTA Batang Toru, lanjutnya, terkait gempa dan rusaknya ekosistem Batang Toru yang memiliki keanekaragaman hayati baik flora dan fauna langka seperti raflesia, hutan, harimau Sumatera, tapir, rangkong bertanduk, dan lainnya.

"Bendungan PLTA berada dekat dengan daerah patahan tektonik dan apabila gempa dikhawatirkan kawasan sekitar terancam banjir yang berakibat fatal bagi kehidupan baik manusia maupun satwa liar di daerah tersebut," katanya.

YEL mengaku peduli terhadap lingkungan dan apa yang mereka perjuangkan tersebut bukan untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tetapi semata untuk kepentingan semua pihak.

Sementara itu, Dr Agus Djoko Ismanto (Adji), Senior Advisor LIngkungan PT NSHE kepada ANTARA, Rabu, menyatakan apa yang menjadi kekhawatiran pihak lembaga pemerhati lingkungan (YEL) terlalu berlebihan dan bahkan mengada-ada.

"Proyek strategis nasional PLTA Batang yang mendorong energi baru terbarukan untuk mengurangi emisi karbon ini sudah melalui pengkajian yang matang dan ilmiah serta profesional," katanya.

Untuk menjaga keberagaman hayati termasuk orang utan, PLTA Batangtoru yang berlokasi di areal penggunaan lain (APL) ini kerap melakukan koordinasi dengan BBKSDA dan Balai Litbang LHK.

Sesuai laporan sintesa hasil penelitian Balai Litbang dan Kehutanan Aek Nauli, Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Kementerian LHK blok Timur orangutan ada sekitar 120-150 individu, blok Barat 360-400 individu, dan blok Selatan 15-27 individu.

Mengantisipasi dampak terhadap satwa liar seperti orang utan, NSHE melakukan langkah-langkah mitigasi di antaranya membangun jembatan arboreal untuk memfasilitasi satwa arboreal melintas areal terbuka akibat proyek.

PLTA Batangtoru ini irit lahan atau memakai 0,9 persen atau 67,7 hektare lahan dari seluas 566,3 hektare dibebaskan dari total 7.000 hektare izin lokasi, berada pada tebing curam yang membentuk cekungan tajam seperti huruf "V".

Proyek ini juga menerapkan sistem run off river hydropower sehingga menampung air dalam jumlah banyak, namun air akan tetap mengalir ke hilir selama 24 jam, sehingga aliran sungai tidak terganggu dengan adanya bendungan, karena air akan tetap dilepas terus menerus.

Didiek Djawardi M Eng, tenaga ahli NSHE untuk desain bendungan, kegempaan dan terowongan juga mengatakan PLTA Batang Toru dibangun tidak di atas sesar dan dibangun untuk tahan gempa dengan mengadopsi praktik terbaik dari ketentuan nasional dan internasional terbaru dan berlaku.

"PLTA Batang Toru memiliki kajian-kajian gempa yang dipersyaratkan termasuk geologi dan geofisika, termasuk seismic hazard assesment dan seismic hazard analysis," kata Didiek.
 

Pewarta: Juraidi dan Kodir
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019