Chiba, Jepang (ANTARA News) - Pengadilan Negeri Chiba Jepang, Senin, menjatuhkan hukuman 2,8 tahun penjara bagi Carrand Christo Tangka, terdakwa kasus penyelundupan sejumlah warga Indonesia ke Jepang, sekaligus kerja paksa dan denda sebesar dua juta yen. "Sesuai dengan bukti-bukti dan hasil persidangan sebelumnya, maka dengan ini terdakwa dihukum penjara dua tahun delapan bulan," kata Hiko Saka, Hakim Ketua Pengadilan Negeri Chiba. Dalam persidangan yang dihadiri lengkap jaksa penuntut umum dan pengacara dari Tangka, hakim juga menjelaskan bahwa jika terdakwa tidak mampu membayar denda, maka dikenai kerja paksa yang menghasilkan uang senilai 10.000 yen sehari. Mendengar vonis hakim tersebut Tangka tidak berkata-kata banyak, hanya terduduk lesu. Demikian juga dari jaksa dan Nozaki, penasihat hukum terdakwa, seolah menyetujui keputusan hakim. Hakim selanjutnya mengatakan terdakwa boleh mengajukan keberatan dalam tempo 14 hari dengan mengajukan permohonan ke Pengadilan Tinggi Tokyo melalui Pengadilan Negeri Chiba. Setelah mengatakan hal tersebut hakim pun lantas menutup persidangan dan meninggalkan ruang sidang. Sementara Tangka langsung diborgol kembali oleh dua petugas kepolisian yang sejak awal persidangan selalu mengapit terdakwa. Usai persidangan ANTARA News Tokyo langsung mengejar penasihat hukum Tangka guna menanyakan penilaian atas vonis yang dijatuhkan hakim tersebut. Nozaki yang berpenampilan tenang itu menjawab bahwa hal itu sudah sepantasnya diterima terdakwa. "Hukuman yang dijatuhkan oleh hakim lebih ringan dari yang dituntun jaksa, yaitu empat tahun penjara. Sedangkan saya sendiri mengira akan dikenai hukuman selama tiga tahun penjara," kata Nozaki. Ketika ditanya soal pembelaan Tangka yang terkesan sebagai "pembela bagi dirinya sendiri" di depan pengadilan, hal itu dibenarkan oleh Nozaki. "Ia lebih banyak membela dirinya sendiri," katanya kalem, tanpa menjelaskan upaya yang semestinya dilakukan sebagai seorang pengacara. Dalam persidangan Tangka meski menyatakan maaf dan mengaku dirinya bersalah, dia juga membantah tuduhan sebagai otak kejahatan penyelundupan manusia ke Jepang. Keberatan terdakwa Sementara itu, dalam persidangan yang berlangsung tenang itu, Carrand Christo Tangka, pramugara maskapai penerbangan Garuda Indonesia, menyatakan keberatan dengan tuduhan yang diajukan jaksa penuntut hukum. Jaksa Takagaki Yohei menuntut dia dengan tuduhan berat, karena melakukan kegiatan melawan hukum secara terencana dan berkelompok untuk memasukan orang ke Jepang. "Saya minta maaf kepada bapak jaksa, saya akui saya salah, namun saya keberatan dengan tuduhan bersama-sama berusaha masuk ke Jepang dengan tidak sah," katanya dengan suara tertahan karena menahan tangis. Dengan memohon maaf berkali-kali kepada jaksa dan kelompok hakim dan sambil menangis, Tangka juga meminta dipertimbangkannya "jasa baik" yang pernah dilakukan sewaktu menolong warga Jepang selama menjadi pramugara Garuda Indonesia. Namun dalam persidangan yang berlangsung terbuka itu, Hakim dalam putusannya membacakan sejumlah pertimbangan, berdasarkan hasil pemeriksaan dari para terdakwa sebelumnya, termasuk kesaksian ibu Rosita Yulia Patricia Rembeth, bahwa terdakwa terbukti berkompromi dengan para terdakwa melakukan pelanggaran hukum. "Hal itu dilakukan dengan maksud bisnis, yaitu memperoleh keuntungan. Juga secara berkelompok bersama-sama mencoba memasuki Jepang yang sebelumnya sudah mengetahui bahwa paspor yang dimiliki terdakwa lainnya adalah palsu," kata hakim. Pengadilan Jepang menilai bahwa Tangka merupakan inti dari perbuatan pidana menyelundupkan manusia ke Jepang, begitu juga tuduhan yang sama dikenakan terhadap Rosita. Sebelum ke Jepang, para korban yang sempat lolos, dalam pemeriksaan di kepolisian, dan imigrasi mengakui bahwa mereka membayar uang sebesar Rp55 juta kepada Tangka untuk memperoleh paspor sekaligus visa ke Jepang, dan juga dijanjikan pekerjaan di Negeri sakura itu. Namun tiga korban lainnya, setelah melalui proses peradilan yang sama diketahui hanya sebagai korban dari praktik perdagangan manusia yang dilakukan Tangka dan terdakwa Rosita Yulia Patricia Rembeth. Para korban juga sudah dipulangkan ke Indonesia pada Desember 2007 dan Januari 2008. Rosita Rembeth juga dinilai memiliki peran penting dalam kasus tersebut. Persidangan terhadap dirinya akan dilanjutkan pada 26 Maret mendatang. Baik Tangka, Rosita dan tiga WNI lainnya itu ditangkap petugas imigrasi bandara Narita Jepang pada awal September lalu, setelah mengetahui keganjilan paspor yang dipegang para tersangka. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008