Manokwari (ANTARA) - Di Tanah Papua ada seorang pemuda yang kini tengah gigih merancang sekaligus mengeksekusi perubahan dengan sasaran adalah kaum muda. Anak-anak asli Papua menjadi target pada jalan perubahan yang ia tekuni.

Dia adalah Billy Mambrasar, sang anak "karang" kelahiran Yapen Provinsi Papua. Sejak tahun 2009 ia bersama beberapa rekanya membentuk sebuah yayasan yang diberi nama Kitong Bisa. Melalui yayasan ini aktivis sosial ini menghibahkan jiwa dan raga demi perubahan anak-anak asli Papua baik di Papua maupun Papua Barat.

Sementara di tanah Jawa ada seorang bernama Pratikno yang juga telah melakukan hal serupa sebagaimana yang kini Billy tekuni bersama rekan-rekanya. Pemuda juga menjadi sasaran dari gerakan yang ia lakukan melalui Yayasan Andemos Indonesia yang berpusat di Bojonegoro, Jawa Timur.

Andemos Indonesia diakui sudah cukup banyak membuat perubahan di Bojonegoro terutama pada bidang wirausaha di kalangan pemuda kampung. Begitu pula Kitong Bisa yang sudah mencetak ribuan anak Papua menjadi wirausahawan serta wirausahawati.

Waktu berlalu, Pratikno sang mantan aktivis sosial itu kini mendapat kepercayaan untuk memikul jabatan sebagai Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) RI.

Belum lama ini, Pratikno memanggil Billy Mambrasar untuk berdiskusi di kediamannya di Jakarta Selatan. Untuk membicarakan peningkatan peran pemuda Indonesia melalui pergerakan sosial pada awal Juli 2019 itu.

Billy dan Pratikno, keduanya memiliki rekam jejak yang panjang dalam berkontribusi bagi pembangunan Indonesia melalui pergerakan kewirausahaan sosial. Walaupun terpaut usia cukup jauh, rupanya kedua orang ini memiliki beberapa persamaan

Pertama, keduanya berasal dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu. Mensesneg berasal dari sebuah desa di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Saat masih mengenyam pendidikan di bangku SMA, ia harus menempuh perjalanan sejauh 40 kilometer untuk tiba di sekolah.

Billy yang berada di Yapen Papua pun tidak lebih baik dari sang Menteri, ia bahkan harus menempuh perjalanan selama dua hari satu malam melalui kapal untuk mengakses pendidikan SMA terbaik di Papua kala itu.

Persamaan berikutnya, karir pendidikan Billy dan Pratikno dari jenjang strata satu (S1) hingga jenjang yang ditempuh saat ini, sama-sama diperoleh dari program beasiswa.

Mensesneg menyelesaikan gelar S1 di Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta, S2 di Brimingham University Inggris, dan S3 di Flinders University Australia. Billy menyelesaikan gelar sarjananya di Institut Teknologi Bandung (ITB), lalu melanjutkan pendidikan Magister di The Australian National University, dan S2 keduanya di Oxford University, Inggris.

Billy pun akan melanjutkan pendidikannya melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di Harvard University Amerika serikat pada tahun 2020 nanti.

Lalu, keduanya juga sama-sama memiliki karakter pekerja keras serta konsisten memberi kontribusi nyata membangun Indonesia. Layaknya batu karang dan tanah liat, keduanya memiliki kelebihan masing-masing.

Mensesneg dan Billy di zamannya masing-masing mendirikan dan memimpin sebuah pergerakan sosial untuk mendorong pemuda-pemudi Indonesia keluar dari kemiskinan dan pengangguran.

Mensesneg mendirikan Andemos Indonesia yang berbasis di kampung halamannya yakni Bojonegoro, Jawa Timur. Billy dan teman-temannya mendirikan Yayasan Kitong Bisa dengan basis pergerakan di tanah kelahirannya juga yakni Tanah Papua.

Andemos Indonesia dan Kitong Bisa sama-sama fokus pada perubahan yang dilakukan melalui kewirausahaan sosial, dengan penggerak utamanya adalah kaum muda.

Andemos yang didirikan Mensesneg telah mereformasi desa-desa tradisional menjadi desa modern yang tetap berpegang pada adat istiadat Suku Jawa khususnya di Jawa Timur.

Billy Mambrasar bersama Kitong Bisa sejak 2009 hingga sekarang, telah memberikan pendidikan non-formal secara gratis, untuk melatih kewirausahaan, bahasa Inggris dan kepemimpinan kepada lebih dari 1.100 anak-anak Papua.


Bukan sekadar ijazah

Dalam perbincangan dua jam tersebut, Mensesneg meminta Billy untuk membagikan pengalaman serta tantangannya dalam membuat perubahan dengan menciptakan wirausaha-wirausaha muda di dua provinsi Indonesia paling timur tersebut.

“Menurut saya, reformasi persepsi anak-anak muda Papua tentang apa itu pendidikan merupakan pekerjaan Utama yang harus di lakukan. Sebagian besar masih berpikir bahwa pendidikan itu semata-mata hanya untuk memperoleh ijazah yang kemudian akan dipakai untuk mencari pekerjaan," kata Billy.

Menurutnya, pendidikan sebaiknya untuk memberikan keahlian kepada seseorang, yang kemudian akan berkreasi menggunakan keahliannya itu untuk memecahkan permasalahan di masyarakat, sekaligus sebagai bekal mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.

Mensesneg mengapresiasi kerja keras Billy yang telah menggerakkan perubahan sosial tersebut. Menteri berharap akan muncul Billy-Billy lain yang siap mendorong pembangunan Indonesia dari Timur Nusantara ini.

“Pesan saya adalah, walaupun pergerakan Kitong Bisa ini dilakukan secara nonformal akan tetapi jangan lupa melibatkan institusi pendidikan tinggi formal yang sudah beroperasi," kata Menteri.

Pratikno berhasil mendorong perubahan pada pendidikan formal, tepatnya di UGM Yogyakarta, tempat dimana ia pernah menjadi rektor sebelum mendapat tanggungjawab baru sebagai Menteri.

"Saya lihat bahwa perubahan dari Lembaga formal itu akan memberikan dampak yang lebih mudah terukur. Oleh sebab itu, dengan mendukung pergerakan-pergerakan kewirausahaan ini di kampus-kampus formal di Papua seperti di UNCEN dan di UNIPA, hasilnya akan lebih konsisten, berdampak besar, dan berkelanjutan” Pesan Mensesneg kepada Billy Mambrasar yang menyambut baik masukan tersebut.

Billy Mambrasar juga memberikan masukan kepada pemerintah Indonesia untuk berinvestasi kepada kaum muda negeri ini, agar menjadi motor-motor penggerak perubahan dan agen pendukung program-program pembangunan bangsa.

Billy Mambrasar menutup diskusi bersama itu dengan menyatakan siap mendukung penuh program Presiden RI, Joko Widodo pada periode kedua yang akan lebih fokus kepada pembangunan manusia Indonesia.

“Saya Pikir, apa yang sudah Pak Presiden kerjakan di tahun ini, sangatlah baik. Saya siap mendukung program kerja Presiden ke depan yang akan lebih berfokus kepada pembangunan manusia Indonesia," kata Billy.

Layaknya sebuah komputer, infrastruktur adalah perangkat keras (hard ware) dari komputer tersebut, dan manusianya adalah perangkat lunak (soft ware). Manusia akan memastikan operasi yang optimal dari roda pembangunan sebuah negara ke depan.*


Baca juga: Presiden terpilih perlu meningkatkan infrastruktur dan SDM

Baca juga: YLKI nilai pembangunan SDM mustahil tanpa pengendalian tembakau

Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019