Dengan anggaran PUPR yang sangat besar, tugas untuk membangun infrastruktur akan semakin banyak
Jakarta (ANTARA) - Pusdiklat Manajemen dan Jabatan Fungsional Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
menggelar pelatihan pengelolaan keuangan sebagai upaya meningkatkan keahlian administratif pejabat tinggi terkait mekanisme pembiayaan infrastruktur.

"Harapan saya segera selesaikan pelatihan finon (finance for non-finance) ini untuk para pejabat tinggi pratama, setelah itu harus segera diturunkan ke eselon di bawahnya atau pejabat administrator. Karena kelak salah satu persyaratan untuk menjadi pejabat tinggi pratama adalah yang bersertifikat finon," kata Sekjen Kementerian PUPR Anita Firmanti dalam rilis yang diterima di Jakarta, Senin.

Menurut dia, bekerja lebih keras saja tidak cukup karena seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo, diperlukan inovasi, kemampuan untuk beradaptasi serta meningkatkan etos kerja untuk bergerak cepat dan bertindak tepat.

Ia mengingatkan bahwa Kementerian PUPR  mendapatkan dana APBN sebesar Rp107 triliun, yang kemungkinan besar akan meningkat menjadi Rp126 triliun.

"Dengan anggaran PUPR yang sangat besar, tugas untuk membangun infrastruktur akan semakin banyak. Sebagai pengelola anggaran negara, jika hanya terfokus pada technical aspects tanpa mengerti administrasi akan terjadi kesalahpahaman dalam proses mekanisme pembiayaan infrastruktur," ucapnya.

Sebagai pemimpin strategis, ujar dia, pejabat tinggi pratama bertanggungjawab terhadap kinerja keuangan unit kerja yang dipimpinnya, mulai dari perencanaan dan pelaksanaan anggaran, hingga pertanggungjawabannya.

Sebelumnya, Anggota Badan Anggaran DPR RI Hamka Baco Kady menginginkan skema pembiayaan terhadap infrastruktur dapat  dicermati agar pembangunan sarana dan prasarana publik ke depannya benar-benar memperhatikan layanan masyarakat dan bukan hanya mencari laba.

"KPBU (kerja sama pemerintah-badan usaha; salah satu skema pembiayaan infrastruktur) bagus untuk dilanjutkan, hanya perlu diteliti lebih cermat," katanya.

Menurut Hamka, bila kerja sama dalam bentuk KPBU atau PPP (public lrivate lartnership) sifatnya hanya menjembatani atau semacam dana talangan bagi BUMN, maka ke depannya akan tidak bagus untuk pembangunan infrastruktur.

Untuk itu, ujar dia, penerapan dan pelaksanaan konsep KPBU harus benar-benar dicermati terutama dari segi B2B atau antarbisnis.

"Kita harus berpikir bahwa yang dibangun dengan sistem kerja sama ini adalah untuk layanan publik," kata politisi Partai Golkar tersebut.

Ia menginginkan aspek antarbisnis yang terdapat dalam KPBU tidak berorientasi  mendapatkan laba yang tinggi karena kebutuhan infrastruktur adalah untuk warga.

Sebelumnya, peneliti Indef Andry Satrio Nugroho menyarankan pemerintah  mengutamakan aspek koneksi infrastruktur antarindustri untuk mengatasi ketimpangan pertumbuhan ekonomi.

"Selama empat tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi masih berat di Pulau Jawa bahkan meningkat namun koneksi antarindustri tidak begitu signifikan," katanya.

Akibatnya, ujar dia, berbagai pembangunan infrastruktur tersebut masih belum berdampak pada pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa secara signifikan.

Baca juga: Kemenhub siap jalankan arah Presiden wujudkan Visi Indonesia
Baca juga: Lanjutkan pembangunan infrastruktur, fokus pembangunan SDM
Baca juga: Anggota DPR ingin skema pembiayaan infrastruktur dicermati

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019