Gorontalo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, akan melakukan evaluasi terhadap kerja sama pengelolaan destinasi wisata Pulau Saronde, terkait rekomendasi DPRD untuk memutus kontrak kerja sama dengan pihak investor.

"Hingga saat ini, saya belum pernah melihat ataupun menerima surat tembusan terkait rekomendasi DPRD tersebut, namun kami sudah menginisiasi sejak empat bulan lalu untuk melakukan pertemuan dengan pihak investor yang mengelola Pulau Saronde," kata Wakil Bupati Thariq Modanggu di Gorontalo, Kamis.

Pemkab kata dia, menaruh perhatian serius dalam pengembangan destinasi wisata di daerah itu, apalagi Pulau Saronde diharapkan mampu berkembang menjadi destinasi wisata dunia berbasis lingkungan "eco tourism".

Baca juga: Wisatawan Nusantara Asal Sulut Dominasi Kunjungan Ke Pulau Saronde

Maka keseimbangan ekologi yang ada di pulau itu termasuk pulau-pulau sekitarnya perlu dijaga dan dipelihara dalam rangka mengangkat sektor pariwisata daerah.

"Sejauh ini, kami belum menyentuh ke bagian itu secara detail," ungkapnya.

Rekomendasi DPRD menjadi perhatian penting pemerintah daerah yang secepatnya akan melakukan evaluasi.

Mengingat evaluasi menjadi bagian penting sebab seluruh keputusan yang diambil wajib mengedepankan basis evaluasi, tambah Wabup.

Baca juga: DPRD Gorontalo Utara minta kontrak pengelolaan Pulau Saronde diputus

Ia mengatakan, sejak empat bulan lalu sudah menginisiasi pertemuan dengan pihak investor dalam rangka evaluasi terhadap beberapa poin penting, diantaranya tindak lanjut kerja sama khususnya peningkatan pembangunan fasilitas sesuai yang tercantum dalam perjanjian kerja sama, data penerimaan retribusi, serta keberadaan dan pemanfaatan aset pemerintah yang ada di pulau itu, namun hingga kini belum terealisasi.

Sementara itu, Direktur PT Gorontalo Alam Bahari, Mia Amalia mengatakan, pihaknya selaku pengembang memastikan bersikap terbuka dalam manajemen Pulau Saronde.

Bahkan seluruh karyawannya didominasi tenaga kerja lokal. "Kami berprinsip, tidak mungkin mereka mengkhianati negerinya sendiri maka pengelolaan Pulau Saronde pun dipastikan tidak ada yang ditutup-tutupi," ujarnya.

Sejauh ini, kata dia, pihaknya telah memberikan penjelasan ke pihak Pansus DPRD terkait kerja sama pengelolaan Pulau Saronde.

Baca juga: 20 kapal layar dari berbagai negara tiba di Pulau Saronde

Termasuk menjelaskan beberapa regulasi dalam bentuk perizinan yang hingga saat ini belum dirampungkan pemerintah daerah setempat, dalam rangka meningkatkan fasilitas yang akan dibangun pihaknya selaku pengembang.

"Kami siap duduk bersama dan menyajikan data-data terkait poin-poin kerja sama dengan pemerintah daerah, termasuk retribusi yang selama ini dipenuhi," ujarnya.

Bahkan hingga saat ini, kata Mia, terhitung Januari hingga Juni 2019, retribusi pengelolaan Pulau Saronde disetor melalui Dinas Pariwisata setempat, menggunakan formulir Dinas Pendapatan Keuangan Aset Daerah (DPKAD).

Baca juga: Investor Hongkong akan kembangkan lima pulau wisata di Gorontalo Utara

"Kami tidak pernah lalai memenuhi kewajiban penyetoran retribusi, meskipun dalam kurun waktu September 2018 hingga Juni 2019 sempat mengalami penurunan pendapatan akibat bencana tsunami Palu dan Banten, yang sangat mempengaruhui minat kunjungan ke Pulau Saronde," ujarnya.

Selama musim paceklik tersebut, rata-rata kunjungan hanya sekitar 200-400 orang, itupun harus diatur agar pendapatannya bisa membayarkan gaji karyawan dan menutupi operasional sebesar Rp50 juta per bulan.

Baru pada Juli 2019 ini, kunjungan ke Saronde menembus angka 1.200-an orang.

Ia menjelaskan, pengembangan Pulau Saronde dari segi pemenuhan fasilitas terkendala pada belum terbitnya sertifikat hak pengelolaan tanah (HPL) pulau dari pemerintah daerah, untuk selanjutnya menjadi dasar pengurusan hak guna bangunan (HGB) pulau oleh pihak investor.

"Bagaimana kami mau membangun lebih dari yang telah ada, sementara perizinannya belum diurus pemerintah daerah," ujarnya.

Ia menjelaskan, pengelolaan Pulau Saronde oleh PT GAB, dilakukan sejak perjanjian kerja sama dilakukan pada 26 April 2013, untuk pengelolaan Pulau Saronde, Mohinggito dan Bugisa.

Total investasi yang telah dibenamkan mencapai Rp5 miliar. Namun, tentu kita tidak bisa mengukur dari nilai investasi itu, sebab pada dasarnya ada hal yang dapat dinilai dan tidak.

Seperti awal pembangunan fasilitas beberapa cottage di darat dan di laut, dermaga, pembersihan pulau, fasilitas restoran dan aula tempat pertemuan.

"Fasilitas-fasilitas itu dibangun sebelum operasional pengelolaan Pulau Saronde berlangsung dan biayanya tentu tidak sama nilainya saat kita membangun di darat," tuturnya.

Belum lagi dampak ekonomi hasil pengelolaan Pulau Saronde, dimana pihaknya kata Mia, melibatkan masyarakat sekitar pulau dalam hal pemenuhan layanan bagi para pengunjung, mulai dari konsumsi, taksi perahu dan dampak perekonomian lainnya.

Maka ia mengaku kaget jika DPRD setempat mengambil kesimpulan untuk memutus kontrak kerja sama yang berlangsung selama 30 tahun itu.

Pewarta: Susanti Sako
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019