Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika mengaku masih mencari solusi untuk perangkat ponsel yang dibawa dari luar negeri dan akan dipakai di Indonesia setelah penerapan aturan Identitas Perangkat Seluler Internasional (International Mobile Equipment Identity/IMEI).

"Jika kebijakan sudah berlaku, perangkat yang dibawa masyarakat dari luar negeri mau diperlakukan dengan cara apa?" kata Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kominfo Ismail dalam diskusi "Membedah Potensi Kerugian Konsumen, Industri, Negara Akibat Ponsel Black Market dan Solusinya" di kantor Kominfo di Jakarta, Jumat.

Pemerintah sedang mempertimbangkan opsi pelaporan agar ponsel dalam kasus tersebut dapat digunakan di Indonesia, antara lain melaporkan IMEI ponsel yang dibeli dari luar negeri dan membayar pajak.

Pilihan kebijakan lain adalah pemerintah mempertimbangkan satu orang, berdasarkan nomor induk kependudukan (NIK), akan diberi batasan dapat membawa berapa ponsel yang dibeli dari luar negeri.

Baca juga: Kominfo: penerapan IMEI butuh enam bulan

Ismail menyatakan masih terdapat juga pertimbangan untuk memblokir ponsel yang dibeli dari luar negeri. Pilihan itu masih memungkinkan ponsel untuk tetap aktif. Tapi, ponsel itu tidak bisa terhubung dengan jaringan seluler melalui kartu SIM lokal.

Pemerintah akan menyiapkan sistem pelaporan bukan hanya untuk ponsel yang dibeli dari luar negeri, melainkan juga untuk ponsel yang hilang. Setelah mengantongi surat laporan kehilangan dari kepolisian, para pengguna ponsel dapat melaporkan nomor IMEI ponsel yang hilang ke Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (Sibina).

Pemerintah juga akan membuat pengecualian aturan IMEI untuk beberapa kebutuhan khusus, misalnya untuk para diplomat dan penegak hukum.

Baca juga: 3 menteri segera keluarkan aturan validasi IMEI, cegah hp pasar gelap

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2019