Kenapa kita sebut sebagai perbudakan, karena para korban tidak punya hak lagi atas pribadinya. Dia sudah dianggap sebagai properti oleh pemiliknya, tuannya. Dia bisa dipekerjakan kapan saja, di mana saja
Jakarta (ANTARA) - Faktor ekonomi masih menjadi penyebab utama banyak orang terjebak menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), menurut data yang yang dimiliki oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"Problem terbesarnya, problem mendasarnya adalah soal faktor ekonomi, yaitu kemiskinan. Karena faktor itu mereka ingin pekerjaan apa saja, yang penting digaji. Mereka dijanjikan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, tapi malah dipekerjakan sebagai pekerja hiburan," ujar Wakil Ketua Komisioner LPSK Edwin Partogi Pasaribu dalam konferensi pers di kantor LPSK, Cijantung, Jakarta Timur pada Senin.

Dalam kurun waktu 4 tahun terakhir, LPSK setidaknya sudah menangani 318 korban TPPO, dengan 215 di antaranya adalah perempuan dan 53 berusia anak.

Berdasarkan domisili korban, terdapat 5 provinsi teratas sebagai kantong TPPO dengan Jawa Barat adalah sumber korban terbesar dengan 118 korban, kedua adalah NTB dengan 42 korban, Jawa Tengah 32 korban, NTT 27 korban dan Banten 16 korban.

Data tersebut, menurut LPSK, tidak memberikan gambaran peta TPPO secara keseluruhan karena hanya berdasarkan permohonan yang masuk ke LPSK.

"Kenapa kita sebut sebagai perbudakan, karena para korban tidak punya hak lagi atas pribadinya. Dia sudah dianggap sebagai properti oleh pemiliknya, tuannya. Dia bisa dipekerjakan kapan saja, di mana saja," tegas Edwin.

LPSK dalam konferensi pers tersebut juga mengapresiasi penegak hukum, karena berdasarkan data lembagai itu, 60,56 persen penanganan korban TPPP disampaikan atau dimohonkan oleh Kepolisian.

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019