Jakarta (ANTARA
News) - Aliansi Perusahaan Piranti Lunak (Business Software Alliance)
meminta perubahan aturan pemerintah tentang penyelenggaraan komputasi
awan.
"Industri penyedia jasa layanan komputasi awan menilai perkembangan positif regulasi di Indonesia justru dapat menghambat mereka seperti kewajiban mendaftarkan layanan jasa ke pemerintah Indonesia," kata Direktur Kebijakan dan Hubungan Pemerintah BSA Asia Pacific, Boon Poh MOK, di Jakarta, Rabu.
Selain kewajiban pendaftaran, Boon mengatakan kewajiban penempatan pusat data di Indonesia berdampak pada inefisiensi bisnis layanan komputasi awan selain faktor keamanan.
"Pekerja ahli juga jangan dibatasi hanya dari warga Indonesia tapi juga warga negara asing agar industri layanan itu dapat berkembang," kata Boon.
Di sisi lain, Boon mengharapkan penyedia layanan komputasi awan juga mengikuti aturan negara-negara di tempat warga negaranya menggunakan layanan itu seperti aturan keamanan data.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ashwin Sasongko, mengatakan posisi pemerintah sudah jelas sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tetang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
"Jika ada penyedia layanan (komputasi awan) yang merasa kesulitan untuk menempatkan pusat datanya di Indonesia, mereka dapat menempatkan di luar negeri dengan lapor terlebih dahulu ke kementerian atau lembaga pengawas di sektor terkait," kata Ashwin.
Ashwin mengatakan aturan penempatan pusat data di Indonesia diterapkan untuk kepentingan penegakan hukum jika terdapat persoalan hukum dengan warga negara Indonesia.
"Industri penyedia jasa layanan komputasi awan menilai perkembangan positif regulasi di Indonesia justru dapat menghambat mereka seperti kewajiban mendaftarkan layanan jasa ke pemerintah Indonesia," kata Direktur Kebijakan dan Hubungan Pemerintah BSA Asia Pacific, Boon Poh MOK, di Jakarta, Rabu.
Selain kewajiban pendaftaran, Boon mengatakan kewajiban penempatan pusat data di Indonesia berdampak pada inefisiensi bisnis layanan komputasi awan selain faktor keamanan.
"Pekerja ahli juga jangan dibatasi hanya dari warga Indonesia tapi juga warga negara asing agar industri layanan itu dapat berkembang," kata Boon.
Di sisi lain, Boon mengharapkan penyedia layanan komputasi awan juga mengikuti aturan negara-negara di tempat warga negaranya menggunakan layanan itu seperti aturan keamanan data.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ashwin Sasongko, mengatakan posisi pemerintah sudah jelas sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tetang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE).
"Jika ada penyedia layanan (komputasi awan) yang merasa kesulitan untuk menempatkan pusat datanya di Indonesia, mereka dapat menempatkan di luar negeri dengan lapor terlebih dahulu ke kementerian atau lembaga pengawas di sektor terkait," kata Ashwin.
Ashwin mengatakan aturan penempatan pusat data di Indonesia diterapkan untuk kepentingan penegakan hukum jika terdapat persoalan hukum dengan warga negara Indonesia.