Sampit, Kalteng, 4/7 (Antara) - Staf ahli menteri kelautan dan perikanan RI bidang ekologi dan sumber daya laut, Dedy Heriyadi Sutisna menilai, nelayan Indonesia identik dengan sekelompok masyarakat miskin.

"Selain miskin kebanyakan nelayan di Indonesia juga tinggal diwilayah kumuh serta sulit bisa naik kelas menjadi masyarakat yang sejahtera," katanya dalam acara rapat koordinasi dan sosialisasi program peningkatan kesejahteraan nelayan (PKN).

Nelayan sering disebut sebagai masyarakat miskin. Kondisi itu sebetulnya berbanding terbalik dari potensi kekayaan sumber daya laut yang luasnya mencapai 5,8 juta kilometer atau 2/3 dari daratan yang semestinya mampu meningkatkan harkat dan martabat nelayan.

"Untuk membangun dan meningkatkan tarap hidup nelayan tidak cukup hanya dilakukan oleh menteri kelauatan dan perikanan saja, namun menjadi tugas dan tanggungjawab semua pihak termasuk pemerintah daerah juga ahrus berperan," ucapnya.

Komunitas nelayan sama dengan komunitas yang lain cuma pekerjaannya saja yang berbeda, yakni menangkap ikan. Oleh karena itu dalam kelompok kerja ini harus bersama-sama ikut meningkatkan kehidupan nelayan.

Mereka yang harus turut menigkatkan taraf hidup nelayan tersebut adalah menteri dalam negeri dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) turunannya, menteri perhubungan, menteri pekerjaan umum, menteri koperasi, menteri pendidikan dan kebudayaan, menteri kesehatan.

Kemudian menteri perumahaan rakyat, menteri pembangunan daerah tertinggal, badan pertanahan nasional (BPN), badan pusat statistic (BPS), badan perencanaan pembangunan daerah (Bappeda).

Untuk meningkatkan kehidupan nelayan tidak semata-mata oleh kementerian kelautan dan perikanan (KKP) tetapi sediktinya ada 12 kementerian lembaga yang terkait untuk membangun nelayan tersebut.

Anggaran dana pembangunan peningkatan kesejahteraan nelayan tersebut nantinya tidak hanya disalurkan melalui kementerian kelautan dan perikanan saja, namun juga melalui kementerian dan SKPD yang nomenklatur atau turunannya sama.

"Untuk tahun anggaran 2012 telah dialokasikan dana sebesar Rp5 triliun lebih bagi peningkatakan kesejahteraan nelayan yang penyaluran dananya melalui kementerian dan SKPD yang nomenklatur atau turunannya sama," katanya.

Sementara Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kotim, Heriyanto melalui Sekretarisnya, Alfisah mengatakan, sedikitnya 2.130 nelayan Kabupaten Kotim berada di wilayah pesisir dan kehidupan perekonimian mereka jauh dari kata sejahtera atau masih dalam taraf kemiskinan.

Berdasarkan data 2012, penghasilan nelayan Kotim hanya Rp1,750 juta/orang atau urutan keenam terbawah dari 14 kabupaten/kota se-Kalteng. Kondisi itu masih di bawah rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita tahun 2011 Rp24.309.971,82 atau Rp2.025.830,96/bulan.

Meskipun nilainya masih di atas standar garis kemiskinan yang ditetapkan bank dunia, yakni sebesar Rp520.000/bulan pada tahun 2011. Namun Bank Indonesia (BI) Kalteng mencatat lebih fundamental, bahwa kesejahteraan petani/nelayan pada 2012 belum dapat terpenuhi.

Fakta tersebut ditunjukan dari indeks nilai tukar petani (NTP) yang masih berada pada area deficit (98,66) yang berarti bahwa kenaikan tingkat pendapatan tidak mampu menutupi tingkat pengeluaran konsumsi, naik lebih tinggi di bawah kategori garis kemiskinan.

Keberadaan 2.130 nelayan miskin tersebut tersebar di 14 desa di wilayah pesisir bagian selatan Kotim, 11 desa di wilayah perairan umum bagian utara, dua desa masuk dalam criteria desa tertinggal dan 23 kriteria desa maju.

Kompleksnya kemiskinan nelayan tidak terlepas dari beberapa aspek yang menyebabkan terpeliharanya kemiskinan, diantaranya kondisi musim tidak menentu, rendahnya sumber daya manusia (SDM), kepemilikan peralatan yang masih sederhana, dan keterbatasan kuantitas tangkapan, tidak mengalami perbaikan.

Pemicu lainnya adalah budaya dan pola hidup nelayan yang terlalu sederhana dan penuh dengan keterbatasan sering menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin semakin lemah.



(T.KR-UTG/B/S019/S019)

Pewarta :
Editor : Ronny
Copyright © ANTARA 2024