Jakarta (ANTARA
News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan
terpidana kasus suap Wisma Atlet Jakabaring, Angelina Sondakh, terkait
pelaksanaan pembangunan lanjutan venue Pekan Olahraga Nasional (PON)
XVIII Riau.
Mantan anggota DPR RI dari Partai Demokrat itu enggan memberikan komentar apapun seputar pemeriksaannya ketika masuk Gedung KPK Jakarta, Senin pukul 10.36 WIB.
"Angelina Sondakh diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RZ (Rusli Zainal)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha.
Pada Rabu (21/8), Tim Penyidik KPK memeriksa mantan anggota DPR dari Partai Demokrat itu sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan hadiah dalam pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang untuk tersangka Anas Urbaningrum.
Terkait kasus suap pembangunan PON XVIII Riau, KPK telah memeriksa Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, Anggota DPR RI Komisi X Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir, dan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Utut Adiyanto.
Saat bersaksi pada 31 Januari, Setya membantah sejumlah kedatangan Rusli Zainal ke ruangan Fraksi Partai Golkar untuk membahas persiapan PON, melainkan soal pertemuan acara temu kader Partai Golkar se-Indonesia.
"Keterangan Pak Novanto sama persis dengan keterangan yang disampaikan di perkara Lukman Abbas, pertemuan itu bukan pertemuan anggaran, tapi undangan ke Pak Setya Novanto untuk menjadi pembicara di acara partai, dan belakangan diketahui dua staf yang ikut dalam pertemuan itu salah satunya Lukman Abbas," kata pengacara Setya, Rudi Alfonso yang menemani Setya Novanto.
Nama dua politisi Golkar yaitu Setya Novanto dan Kahar Muzakhir disebut terdakwa mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau, Lukman Abbas, dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru.
Lukman mengaku menyerahkan uang 1.050.000 dolar AS (sekitar Rp9 miliar) kepada Kahar Muzakhir sebagai langkah permintaan bantuan PON dari dana APBN Rp290 miliar.
Sementara, Kahar Muzakir mengaku tidak mengetahui dugaan aliran dana proyek pembangunan venue PON XVIII Riau ke sejumlah anggota DPR.
"Tidak ada urusan sama Setya Novanto. Ini urusannya dengan Rusli Zainal," kata Kahar tentang keterlibatan Ketua Fraksi Partai Golkar itu.
Rusli menjadi tersangka dalam tiga kasus yaitu pertama adalah kasus pembahasan Perda No 6 di provinsi Riau mengenai PON dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 1 atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya.
Kasus kedua, Rusli disangkakan sebagai orang yang memberikan hadiah kepada pejabat negara dalam pembuatan Perda No 6 dengan sangkaan pasal 12 pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1.
Selanjutnya Rusli juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Pelalawan Riau periode 2001-2006 dengan sangkaan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1.
Mantan anggota DPR RI dari Partai Demokrat itu enggan memberikan komentar apapun seputar pemeriksaannya ketika masuk Gedung KPK Jakarta, Senin pukul 10.36 WIB.
"Angelina Sondakh diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RZ (Rusli Zainal)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha.
Pada Rabu (21/8), Tim Penyidik KPK memeriksa mantan anggota DPR dari Partai Demokrat itu sebagai saksi dalam kasus dugaan penerimaan hadiah dalam pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang untuk tersangka Anas Urbaningrum.
Terkait kasus suap pembangunan PON XVIII Riau, KPK telah memeriksa Ketua Fraksi Partai Golkar Setya Novanto, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng, Anggota DPR RI Komisi X Fraksi Partai Golkar Kahar Muzakir, dan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Utut Adiyanto.
Saat bersaksi pada 31 Januari, Setya membantah sejumlah kedatangan Rusli Zainal ke ruangan Fraksi Partai Golkar untuk membahas persiapan PON, melainkan soal pertemuan acara temu kader Partai Golkar se-Indonesia.
"Keterangan Pak Novanto sama persis dengan keterangan yang disampaikan di perkara Lukman Abbas, pertemuan itu bukan pertemuan anggaran, tapi undangan ke Pak Setya Novanto untuk menjadi pembicara di acara partai, dan belakangan diketahui dua staf yang ikut dalam pertemuan itu salah satunya Lukman Abbas," kata pengacara Setya, Rudi Alfonso yang menemani Setya Novanto.
Nama dua politisi Golkar yaitu Setya Novanto dan Kahar Muzakhir disebut terdakwa mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau, Lukman Abbas, dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru.
Lukman mengaku menyerahkan uang 1.050.000 dolar AS (sekitar Rp9 miliar) kepada Kahar Muzakhir sebagai langkah permintaan bantuan PON dari dana APBN Rp290 miliar.
Sementara, Kahar Muzakir mengaku tidak mengetahui dugaan aliran dana proyek pembangunan venue PON XVIII Riau ke sejumlah anggota DPR.
"Tidak ada urusan sama Setya Novanto. Ini urusannya dengan Rusli Zainal," kata Kahar tentang keterlibatan Ketua Fraksi Partai Golkar itu.
Rusli menjadi tersangka dalam tiga kasus yaitu pertama adalah kasus pembahasan Perda No 6 di provinsi Riau mengenai PON dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau b atau pasal 5 ayat 1 atau pasal 11 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya.
Kasus kedua, Rusli disangkakan sebagai orang yang memberikan hadiah kepada pejabat negara dalam pembuatan Perda No 6 dengan sangkaan pasal 12 pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1.
Selanjutnya Rusli juga menjadi tersangka dalam kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Pelalawan Riau periode 2001-2006 dengan sangkaan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1.