Sampit (Antara Kalteng) - Lomba dayung "besei kambe" menjadi lomba yang paling banyak ditunggu dalam Festival Budaya Isen Mulang 2017 Kalimantan Tengah yang digelar di Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur.
"Dari semua perlombaan olahraga tradisional, memang besei kambe ini yang paling ditunggu karena unik dan hanya ada di Kalimantan Tengah. Makanya wisatawan asing pun tertarik ikut menyaksikan," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah Guntur Talajan di Sampit, Minggu.
Besei kambe merupakan satu dari 20 cabang lomba Festival Budaya Isen Mulang 2017 yang digelar untuk memeriahkan peringatan Hari Jadi ke-60 Provinsi Kalimantan Tengah yang tahun ini dipusatkan di Sampit pada 19-22 Mei 2017.
Kali ini besei kambe dilaksanakan di sekitar pelabuhan feri penyeberangan di Sungai Mentaya. Ratusan warga memadati lokasi lomba sehingga polisi harus berjaga mengatur lalu lintas agar tidak terjadi kemacetan.
Besei kambe adalah lomba dayung jukung atau sampan tradisional seperti pada umumnya. Namun yang membedakan, dalam lomba ini sampan yang digunakan hanya satu dan pesertanya saling membelakangi atau berbeda arah, dengan jumlah peserta masing-masing tim sebanyak dua orang.
Panitia membuat jalur menyerupai sangkar agar arah sampan tetap terkendali. Aturan lomba ini persis seperti lomba tarik tambang. Untuk mengetahui siapa yang menjadi pemenang, panitia mengikat tali tepat di bagian tengah sampan sebagai penanda ke arah mana sampan tertarik.
Lomba ini diikuti peserta dari kabupaten dan kota di Kalimantan Tengah. Mereka merupakan atlet besei kambe putra dan putri terbaik yang meraih juara lomba serupa di kabupaten dan kota masing-masing.
Saking kerasnya upaya peserta memenangkan lomba itu, tidak jarang dayung yang digunakan sampai patah. Bahkan bisa pula sampan yang digunakan sampai karam jika ukurannya terlalu kecil.
Lomba besei kambe juga selalu mengundang penasaran karena cerita mistis yang menjadi sejarah lomba ini. Konon, lomba ini berawal dari kisah dua sahabat yakni seorang manusia dengan makhluk gaib yang menjelma menjadi manusia, yang kemudian sama-sama ngotot ingin pulang ke tempat asal masing-masing.
"Percaya atau tidak percaya, cerita asal muasal besei kambe yang berkembang sejak dulu memang seperti itu. Oleh para tetua Suku Dayak zaman dulu, itu diabadikan menjadi lomba yang hingga sekarang tetap dilestarikan," kata Lodewiek, koordinator lomba besei kambe.
Meski beradu kuat untuk menjadi juara, namun lomba ini berjalan dalam suasana kekeluargaan, sesuai karakter Suku Dayak yang sangat cinta damai, menjunjung tinggi kebersamaan serta sangat menghargai keberagaman. Sorak-sorai bersahutan menyemangati peserta lomba sehingga suasana makin meriah dan lomba unik ini sukses menjadi hiburan bagi masyarakat dan wisatawan.
"Dari semua perlombaan olahraga tradisional, memang besei kambe ini yang paling ditunggu karena unik dan hanya ada di Kalimantan Tengah. Makanya wisatawan asing pun tertarik ikut menyaksikan," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah Guntur Talajan di Sampit, Minggu.
Besei kambe merupakan satu dari 20 cabang lomba Festival Budaya Isen Mulang 2017 yang digelar untuk memeriahkan peringatan Hari Jadi ke-60 Provinsi Kalimantan Tengah yang tahun ini dipusatkan di Sampit pada 19-22 Mei 2017.
Kali ini besei kambe dilaksanakan di sekitar pelabuhan feri penyeberangan di Sungai Mentaya. Ratusan warga memadati lokasi lomba sehingga polisi harus berjaga mengatur lalu lintas agar tidak terjadi kemacetan.
Besei kambe adalah lomba dayung jukung atau sampan tradisional seperti pada umumnya. Namun yang membedakan, dalam lomba ini sampan yang digunakan hanya satu dan pesertanya saling membelakangi atau berbeda arah, dengan jumlah peserta masing-masing tim sebanyak dua orang.
Panitia membuat jalur menyerupai sangkar agar arah sampan tetap terkendali. Aturan lomba ini persis seperti lomba tarik tambang. Untuk mengetahui siapa yang menjadi pemenang, panitia mengikat tali tepat di bagian tengah sampan sebagai penanda ke arah mana sampan tertarik.
Lomba ini diikuti peserta dari kabupaten dan kota di Kalimantan Tengah. Mereka merupakan atlet besei kambe putra dan putri terbaik yang meraih juara lomba serupa di kabupaten dan kota masing-masing.
Saking kerasnya upaya peserta memenangkan lomba itu, tidak jarang dayung yang digunakan sampai patah. Bahkan bisa pula sampan yang digunakan sampai karam jika ukurannya terlalu kecil.
Lomba besei kambe juga selalu mengundang penasaran karena cerita mistis yang menjadi sejarah lomba ini. Konon, lomba ini berawal dari kisah dua sahabat yakni seorang manusia dengan makhluk gaib yang menjelma menjadi manusia, yang kemudian sama-sama ngotot ingin pulang ke tempat asal masing-masing.
"Percaya atau tidak percaya, cerita asal muasal besei kambe yang berkembang sejak dulu memang seperti itu. Oleh para tetua Suku Dayak zaman dulu, itu diabadikan menjadi lomba yang hingga sekarang tetap dilestarikan," kata Lodewiek, koordinator lomba besei kambe.
Meski beradu kuat untuk menjadi juara, namun lomba ini berjalan dalam suasana kekeluargaan, sesuai karakter Suku Dayak yang sangat cinta damai, menjunjung tinggi kebersamaan serta sangat menghargai keberagaman. Sorak-sorai bersahutan menyemangati peserta lomba sehingga suasana makin meriah dan lomba unik ini sukses menjadi hiburan bagi masyarakat dan wisatawan.