Jakarta (Antara Kalteng) - Setelah melalui proses dan tahapan yang panjang dan menegangkan, akhirnya Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan pinisi sebagai warisan budaya dunia yang harus dilestarikan dan dilindungi.

Pengakuan atas pinisi sebagai warisan dunia ditetapkan melalui persidangan oleh Badan PBB untuk Bidang Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan (Unesco)  dalam sidang ke-12 Komite Warisan Budaya tak Benda (Intangible Cultural Heritage/ICH) di Pulau Jeju, Korea Selatan, pada Kamis (7/12). Kini pinisi, seni pembuatan perahu di Sulawesi Selatan (Art of boatbuilding in South Sulawesi),  telah resmi sebagai Warisan Budaya tak Benda dunia.

Penetapan itu menambah daftar ragam budaya masyarakat Indonesia yang masuk daftar sebagai warisan dunia.

Sebelumnya pinisi, beberapa budaya masyarakat Indonesia telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda, yakni wayang (2008), keris (2009), batik (2009), angklung (2010) dan Tari Saman (2011).

Selain itu noken Papua (2012), subak di Bali (2012) dan Tiga Genre Tari Tradisional Bali (2015) serta satu program Pendidikan dan Pelatihan tentang batik di Museum Batik Pekalongan di Jawa Tengah (2009). Jauh sebelumnya, Unesco juga sudah mengakui beberapa objek sebagai warisan dunia, seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Penetapan beberapa jenis dan elemen budaya nasional sebagai warisan dunia menggambarkan betapa dunia internasional mengakui nilai-nilai luhur di dalamnya. Pengakuan juga berlandaskan pada kekagumannya sehingga mereka pun tidak memperdebatkan dalam sidang penetapan sebagai warisan dunia, termasuk pada penetapan pinisi di Pulau Jeju.

Banyak peserta sidang dari berbagai negara yang merasa kagum dengan pembuatan kapal pinisi dan menyampaikan selamat kepada delegasi Indonesia. Sidang itu dihadiri Duta Besar/Deputi Wakil Tetap RI untuk Unesco T A. Fauzi Soelaiman, Dubes RI untuk Prancis, Monaco dan Andora/Wakil Tetap RI di Unesco Hotmangaradja Pandjaitan; Kasi Pengusulan Warisan Budaya tak Benda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Hartanti Maya Krishna; Wakil Bupati Bulukumba Tomy Satria Yulianto beserta delegasi Indonesia lainnya.

    
              Menegangkan
Untuk mengambil keputusan menetapkan pinisi sebagai warisan dunia, Komite Warisan Budaya tak Benda Unesco mengadakan sidang yang berlangsung pada 4-9 Desember 2017. Ketegangan mewarnai utusan Indonesia dalam sidang itu. Mereka tegang karena trauma dan takut gagal lagi.

Bagi Fauzi Soelaiman, pengajuan usul dan proses untuk pinisi ini sangat menegangkan. Maklumlah pada 2013 dan 2014, Indonesia pernah mengajukan tenun Sumba dan TMII tetapi ditolak. Karena itu delegasi berusaha semaksimal mungkin hal ini tidak terjadi untuk  pinisi.

Saat sidang nominasi pinisi ini dibicarakan, delegasi Indonesia sudah menyiapkan jawaban dari Badan Penilai (Evaluation Body) ICH atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebelumnya. Jawaban ini sebelumnya disampaikan ke para delegasi negara-negara anggota Komite ICH di Paris sekitar 2 minggu sebelum sidang. Dengan demikian, mereka paham atas jawaban Indonesia tersebut dan berkenan untuk memberikan bantuan agar nominasi pinisi ini dapat diterima saat sidang.

        Delegasi juga melakukan pendekatan kepada anggota komite saat Sidang ICH berlangsung di Jeju (populer sebagai Bali-nya Korsel). Saat nominasi pinisi dibahas, delegasi RI memperlihatkan buku-buku Warisan Budaya tak Benda yang dicetak Kemdikbud setiap tahun sejak 2013. Dengan demikian terlihat keseriusan Indonesia dalam menangani Warisan Budaya tak Benda Indonesia.

Sebuah miniatur kapal pinisi diletakan di meja dan video pembuatan pinisi berdurasi dua menit juga ditayangkan saat sidang berlangsung. Dalam sidang tersebut, 24 negara anggota komite membahas enam nominasi untuk kategori "List of Intangible Cultural Heritage in Need of Urgent Safeguarding" serta 35 nominasi untuk kategori "Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity" dari 175 negara yang sudah meratifikasi Konvensi 2003 Unesco.

Kesiapan Indonesia dalam menghadapi sidang penetapan pinisi sebagai warisan dunia tampaknya sangat serius. Wakil Bupati Bulukumba Tomy Satria Yulianto hadir memakai sarung dan topi adat. Saat sesi pagi selesai, Tomy mempersembahkan miniatur pinisi kepada pimpinan sidang, Sekretaris ICH, Chairperson Evaluation Body, Direktur Kreativitas Unesco dan pimpinan lainnya.

Pin berbentuk pinisi juga diberikan kepada para anggota Komite ICH sebagai tanda terima kasih atas bantuan mereka sehingga pinisi dapat tercatat di ICH sebagai warisan dunia yang diakui PBB.

Setelah ditetapkan, banyak negara-negara sahabat Indonesia yang menyalami Indonesia. Ada yang merasa senang melihat proses pinisi dicatatkan di ICH setelah melihat dokumen dan video yang ditayangkan. Ada juga yang terharu karena pada waktu kecil orang tersebut berada di Sulawesi Selatan dan melihat langsung kapal-kapal pinisi dibuat. Kebanyakan mereka menyelamati atas kesiapan delegasi Indonesia yang matang.

Bahkan delegasi Indonesia agak kewalahan menerima ucapan selamat dari negara-negara sahabat yang mengerubungi meja Indonesia setelah keputusan tercatatnya pinisi dibacakan. Kelegaan tampak jelas di wajah-wajah delegasi Indonesia dalam persidangan yang menegangkan itu.

Jika penetapan pinisi sebagai warisan dunia tertunda atau bahkan ditolak, maka nominasi Indonesia berikutnya juga akan tertunda. Indonesia sudah mengajukan pantun dan pencak silat sebagai warisan dunia ke Unesco. Keduanya menunggu untuk didaftarkan di tahun depan dan tahun depannya lagi.

        
              Kunci Sukses
Lantas apa kunci sukses Indonesia berhasil meloloskan pinisi sebagai warisan dunia?
   
Hotmangaradja mengemukakan, komunitas dan masyarakat menjadi bagian penting dalam pengusulan pinisi ke dalam daftar warisan dunia. Tentunya momentum ini dapat dimanfaatkan pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan perhatian lebih terhadap pengelolaan warisan budaya tak benda yang berada di daerah masing-masing..

Penetapan pinisi sebagai warisan dunia merupakan bentuk  pengakuan dunia internasional terhadap arti penting pengetahuan akan teknik perkapalan tradisional yang dimiliki nenek moyang Bangsa Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi dan masih berkembang hingga saat ini.

Keputusan PBB menetapkan pinisi sebagai warisan dunia memang terasa sepi dari perhatian publik. Padahal upaya meraih prestasi itu harus dilalui melalui proses yang tak mudah dalam persaingan dengan negara-negara lainnya.

Bersama dengan pinisi yang masuk kategori "Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity", diinskripsi juga antara lain "Organ Craftsmanship and music" dari Jerman, Kumbh Mela (festival keagamaan terbesar dari India yang dilaksanakan 12 tahun sekali), "Art of Neapolitan Pizzaiuolo" dari Italia dan "Traditional System of Corongo's Water Judges" dari Peru.

Kapal pinisi menjadi lambang dari teknik perkapalan tradisional negara kepulauan sekaligus bagian dari adat-istiadat masyarakat Sulawesi Selatan. Adapun pengetahuan tentang teknologi pembuatan perahu dengan rumus dan pola penyusunan lambung ini  dikenal setidaknya selama 1.500 tahun.

Pola pembuatan didasarkan pada teknologi yang berkembang sejak 3.000 tahun, berdasarkan teknologi membangun perahu lesung menjadi perahu bercadik. Proses pembuatan perahu mengandung nilai-nilai yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari, seperti kerja tim, kerja keras, ketelitian, presisi, keindahan dan penghargaan terhadap alam dan lingkungan. Atas nilai-nilai itulah, seni pembuatan pinisi dianggap layak dikukuhkan sebagai Warisan Budaya tak Benda Unesco.

Pinisi mengacu pada sistem tali temali dan layar sekuner Sulawesi. Pinisi tidak hanya dikenal sebagai perahu tradisional masyarakat yang tangguh untuk wilayah kepulauan seperti Indonesia, tetapi juga tangguh pada pelayaran internasional. Pinisi menjadi lambang dari teknik perkapalan tradisional negara kepulauan sekaligus bagian dari sejarah dan adat-istiadat masyarakat Sulawesi Selatan khususnya dan wilayah Nusantara.

Saat ini pusat pembuatan perahu ini ada di wilayah Tana Beru, Bira dan Batu Licin di Kabupaten Bulukumba. Penetapan pinisi ke dalam Warisan Budaya tak Benda Unesco merupakan bentuk pengakuan dunia internasional. Artinya, pengetahuan penting mengenai teknik perkapalan tradisional yang dimiliki nenek moyang Bangsa Indonesia yang diturunkan dari generasi ke generasi, masih berkembang sampai hari ini.

Kini perlunya Indonesia membuat program untuk menjaga ketersediaan bahan baku bagi keberlanjutan teknologi tradisional ini yang diwujudkan dalam bentuk perahu yang berbahan baku utama kayu. Sesuai kesimpulan sidang Unesco, maka diperlukan adanya program melalui pendidikan formal, informal maupun nonformal  terkait dengan transisi nilai tentang teknik dan seni pembuatan perahu tradisional ini kepada generasi muda.

Hal itu tampaknya penting dan aktual mengingat Indonesia sudah menegaskan diri sebagai poros maritim dunia. Di masa lalu, dengan kapal-kapal pinisi, nenek moyang negeri ini sudah mampu menaklukan dunia, maka saat ini dan saat yang akan datang jangan tinggalkan pinisi jika ingin kembali menguasai maritim dunia.  

Pewarta : Sri Muryono
Editor : Zaenal A.
Copyright © ANTARA 2024