Surabaya (Antaranews Kalteng) - Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surabaya membuat popok bayi dengan memanfaatkan sabut kelapa yang punya keunggulan dibandingkan popok biasa.
Para mahasiswa UMS itu, Intan Kusliyana, Farah Dinda Pramestya dan Muhammad Takdir Aidil Fitri, menjelaskan latar belakang kelompoknya membuat popok bayi dari sabut kelapa karena banyaknya limbah sabut kelapa di Indonesia yang mencapai sekitar 1,7 ton per tahun.
"Sabut kelapa sendiri mempunyai zat selulosa yang mampu menyerap air yaitu dengan meningkatkan zat cair pada popok, misalnya seperti urine. Dari situ selulosa berperan untuk meningkatkan daya serap pada popok," ujar Intan di Surabaya, Jumat.
Intan mengklaim popok bayi dari sabut kelapa mempunyai kekuatan 20 persen lebih besar menyerap air daripada popok biasanya.
"Karena peningkatan daya serap itu, angka kejadian penyakit ruam pada bayi sebisa mungkin diminimalisir," tuturnya.
(ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
Cara membuat popok dari sabut kelapa dimulai dengan mencari sabut kelapa, ditimbang beratnya kemudian dicampur alkohol untuk mensterilkan dari bakteri dan jamur. Setelah itu dioven selama 15 menit dengan suhu 19 derajat celcius. Baru setelah itu dilakukan proses pengujian.
"Agar tidak bersentuhan langsung pada kulit, maka serbuk ditaruh di bawah kapas dan bertujuan untuk penyerapan yang lebih cepat," ujarnya.
Dia mengemukakan, penelitian mereka ini masih dalam tahap daya serap air, dengan pengujian penyerapan dan volume jenuh. Nantinya akan dilanjutkan dengan uji iritabilitas, yaitu bagaimana bila bersentuhan dengan kulit, apakah menyebabkan iritasi atau tidak.
Dosen pembimbing kelompok itu, Siti Mardiyah mengungkapkan kekurangan inovasi tersebut adalah belum pada pengemasan sehingga bisa dipakai dan dijual dengan harga ekonomis.
Pada pengembangan selanjutnya sudah disiapkan dari sisi desain dan formulasi, yang sebelumnya 20 persen dari popok biasa bisa ditingkatkan.
"Kemudian bagaimana mengurangi aspek kapas yang ada di dalamnya. Kami berharap, dengan sebagian besar dari sabut kelapa bisa mengurangi ongkos produksi. Pengembangan ini juga untuk memanfaatkan kearifan lokal," katanya.
Para mahasiswa UMS itu, Intan Kusliyana, Farah Dinda Pramestya dan Muhammad Takdir Aidil Fitri, menjelaskan latar belakang kelompoknya membuat popok bayi dari sabut kelapa karena banyaknya limbah sabut kelapa di Indonesia yang mencapai sekitar 1,7 ton per tahun.
"Sabut kelapa sendiri mempunyai zat selulosa yang mampu menyerap air yaitu dengan meningkatkan zat cair pada popok, misalnya seperti urine. Dari situ selulosa berperan untuk meningkatkan daya serap pada popok," ujar Intan di Surabaya, Jumat.
Intan mengklaim popok bayi dari sabut kelapa mempunyai kekuatan 20 persen lebih besar menyerap air daripada popok biasanya.
"Karena peningkatan daya serap itu, angka kejadian penyakit ruam pada bayi sebisa mungkin diminimalisir," tuturnya.
Cara membuat popok dari sabut kelapa dimulai dengan mencari sabut kelapa, ditimbang beratnya kemudian dicampur alkohol untuk mensterilkan dari bakteri dan jamur. Setelah itu dioven selama 15 menit dengan suhu 19 derajat celcius. Baru setelah itu dilakukan proses pengujian.
"Agar tidak bersentuhan langsung pada kulit, maka serbuk ditaruh di bawah kapas dan bertujuan untuk penyerapan yang lebih cepat," ujarnya.
Dia mengemukakan, penelitian mereka ini masih dalam tahap daya serap air, dengan pengujian penyerapan dan volume jenuh. Nantinya akan dilanjutkan dengan uji iritabilitas, yaitu bagaimana bila bersentuhan dengan kulit, apakah menyebabkan iritasi atau tidak.
Dosen pembimbing kelompok itu, Siti Mardiyah mengungkapkan kekurangan inovasi tersebut adalah belum pada pengemasan sehingga bisa dipakai dan dijual dengan harga ekonomis.
Pada pengembangan selanjutnya sudah disiapkan dari sisi desain dan formulasi, yang sebelumnya 20 persen dari popok biasa bisa ditingkatkan.
"Kemudian bagaimana mengurangi aspek kapas yang ada di dalamnya. Kami berharap, dengan sebagian besar dari sabut kelapa bisa mengurangi ongkos produksi. Pengembangan ini juga untuk memanfaatkan kearifan lokal," katanya.