Jakarta (Antaranews Kalteng) - Facebook memblokir sekira 115 akun pengguna setelah pihak berwenang Amerika Serikat melihat perilaku mencurigakan yang mungkin terkait dengan entitas asing beberapa jam sebelum pemilihan paruh waktu (midterms) AS, dilansir Reuters, Selasa.
Jejaring sosial tersebut mengatakan perlu melakukan analisis lebih lanjut untuk memutuskan apakah akun tersebut terhubung ke Badan Riset Internet Rusia atau grup lain.
Amerika Serikat menuduh Rusia ikut campur dalam politik AS dengan postingan di media sosial yang dimaksudkan untuk menyebarkan informasi yang salah dan menabur perselisihan.
Sebanyak 85 akun yang dihapus mengunggah postingan dalam bahasa Inggris di layanan Instagram milik Facebook, sementara 30 akun lainnya ada di Facebook dan terkait dengan laman dalam bahasa Prancis dan Rusia.
Beberapa akun "difokuskan pada selebriti" dan yang lain pada "debat politik."
Pemilu paruh waktu AS tahun ini menjadi sangat penting bagi Partai Republik dan Demokrat, untuk meneruskan atau menolak agenda Presiden Donald Trump.
Perusahaan-perusahaan media sosial mengatakan mereka sekarang lebih waspada terhadap campur tangan asing dan potensi gangguan pemilihan lainnya setelah menyadari mereka tidak siap untuk menangani kegiatan tersebut dalam pemilihan presiden AS dua tahun lalu, demikian Reuters.
Jejaring sosial tersebut mengatakan perlu melakukan analisis lebih lanjut untuk memutuskan apakah akun tersebut terhubung ke Badan Riset Internet Rusia atau grup lain.
Amerika Serikat menuduh Rusia ikut campur dalam politik AS dengan postingan di media sosial yang dimaksudkan untuk menyebarkan informasi yang salah dan menabur perselisihan.
Sebanyak 85 akun yang dihapus mengunggah postingan dalam bahasa Inggris di layanan Instagram milik Facebook, sementara 30 akun lainnya ada di Facebook dan terkait dengan laman dalam bahasa Prancis dan Rusia.
Beberapa akun "difokuskan pada selebriti" dan yang lain pada "debat politik."
Pemilu paruh waktu AS tahun ini menjadi sangat penting bagi Partai Republik dan Demokrat, untuk meneruskan atau menolak agenda Presiden Donald Trump.
Perusahaan-perusahaan media sosial mengatakan mereka sekarang lebih waspada terhadap campur tangan asing dan potensi gangguan pemilihan lainnya setelah menyadari mereka tidak siap untuk menangani kegiatan tersebut dalam pemilihan presiden AS dua tahun lalu, demikian Reuters.