Sampit (Antaranews Kalteng) - Anggota Komisi IX DPR RI, Hang Ali Saputra Syah Pahan mengimgbau kepada seluruh pemuda dan pemudi masyarakat di Kalimantan Tengah agar menghindari pernikahan pada usia dini. Khususnya pada perempuan yang dinikahkan pada usia relatif terlalu muda.
"Fakta dan data yang kami temukan, angka perceraian pasangan muda suami-istri terus meningkat, tidak terkecuali di Kalteng. Hal itu terjadi akibat masih banyaknya pasangan yang menikah pada usia dini," katanya di Sampit, Kamis.
Menurutnya, pasangan yang menikah pada usia terlalu muda rentan terhadap pengendalian emosi karena cenderung masih labil. Kemudian pernikahan usia dini atau kawin di bawah umur selain melanggar undang-undang, secara fisik dan psikologis, belum matang akal pikiran, bahkan belum siap melakukan proses reproduksi yang sehat.
Hal itu yang akhirnya menjadi faktor pemicu untuk bercerai, karena tidak dewasa dalam menghadapi persoalan rumah tangga.
Ia mengatakan, pencegahan perkawinan usia muda ini mutlak harus dilakukan, selain mengingat dampak psikologis dan kesehatannya, juga dampak lain yang ditimbulkannya. Terlebih lagi, menyongsong bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada 2030.
Bonus demografi merupakan kondisi dimana suatu wilayah atau negara memiliki jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan dengan usia non-produktif yakni yang 14 tahun ke bawah dan 64 tahun ke atas.
“Anak-anak remaja yang saat ini sudah menikah, seharusnya jadi populasi bangsa yang sangat produktif saat Indonesia memasuki bonus demografi tadi. Sebuah keuntungan besar suatu negara yang justru semestinya sudah mulai sekarang dipersiapkan, termasuk generasi muda sebagai penerus bangsa,” ujarnya.
Hal tersebut juga dipertegas Direktur Bina Kesertaan KB Jalur Wilayah dan Sasaran Khusus BKKBN pusat, Nerius Auparay.
Menurut Nerius, menikah di usia sangat muda sangat berpotensi membuat pasangan tidak siap secara psikis dan belum mampu menghadapi kemungkinan masalah-masalah yang akan terjadi selama membangun rumah tangga.
Selain itu, perkawinan yang terjadi di umur terlalu muda juga berdampak buruk bagi kesehatan sang mempelai wanita yang dapat memicu terjadinya gangguan kesehatan, seperti kanker mulut rahim, kematian ibu dan anak saat melahirkan, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dia juga menegaskan, diperlukan suatu gerakan bersama dari semua pihak termasuk para tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk lebih menguatkan tujuan bimbingan pra nikah sebagai gerbang utama membangun suatu keluarga, salah satunya dengan banyak memberikan pemahaman dan wawasan meluas tentang makna sesungguhnya dari pernikahan.
“Menikah butuh banyak persiapan, tidak cukup hanya sekadar keinginan. Di sinilah bimbingan pra nikah menjadi penting. Setiap pasangan harus mengerti benar apa dan bagaimana kesiapan mereka baik sebagai istri atau suami serta nantinya kelak menjadi orang tua jika diberikan keturunan,” kata Nerius.
Hal itu juga telah disampaikan dalam kegiatan integrasi pemberdayaan keluarga yang dilaksanakan Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) di Desa Bajarum, Kecamatan Kotabesi, Kabupaten Kotawaringin Timur, Rabu (7/11) lalu.
Integrasi Pemberdayaan Keluarga Bersama Mitra Kerja yang digelar BKKBN itu dihadiri 250 orang peserta yang merupakan kader posyandu, kader dan penyuluh KB serta masyarakat setempat.
Baca juga: BKKBN: Pernikahan dini pengaruhi kualitas penduduk
"Fakta dan data yang kami temukan, angka perceraian pasangan muda suami-istri terus meningkat, tidak terkecuali di Kalteng. Hal itu terjadi akibat masih banyaknya pasangan yang menikah pada usia dini," katanya di Sampit, Kamis.
Menurutnya, pasangan yang menikah pada usia terlalu muda rentan terhadap pengendalian emosi karena cenderung masih labil. Kemudian pernikahan usia dini atau kawin di bawah umur selain melanggar undang-undang, secara fisik dan psikologis, belum matang akal pikiran, bahkan belum siap melakukan proses reproduksi yang sehat.
Hal itu yang akhirnya menjadi faktor pemicu untuk bercerai, karena tidak dewasa dalam menghadapi persoalan rumah tangga.
Ia mengatakan, pencegahan perkawinan usia muda ini mutlak harus dilakukan, selain mengingat dampak psikologis dan kesehatannya, juga dampak lain yang ditimbulkannya. Terlebih lagi, menyongsong bonus demografi yang akan dialami Indonesia pada 2030.
Bonus demografi merupakan kondisi dimana suatu wilayah atau negara memiliki jumlah penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih banyak dibandingkan dengan usia non-produktif yakni yang 14 tahun ke bawah dan 64 tahun ke atas.
“Anak-anak remaja yang saat ini sudah menikah, seharusnya jadi populasi bangsa yang sangat produktif saat Indonesia memasuki bonus demografi tadi. Sebuah keuntungan besar suatu negara yang justru semestinya sudah mulai sekarang dipersiapkan, termasuk generasi muda sebagai penerus bangsa,” ujarnya.
Hal tersebut juga dipertegas Direktur Bina Kesertaan KB Jalur Wilayah dan Sasaran Khusus BKKBN pusat, Nerius Auparay.
Menurut Nerius, menikah di usia sangat muda sangat berpotensi membuat pasangan tidak siap secara psikis dan belum mampu menghadapi kemungkinan masalah-masalah yang akan terjadi selama membangun rumah tangga.
Selain itu, perkawinan yang terjadi di umur terlalu muda juga berdampak buruk bagi kesehatan sang mempelai wanita yang dapat memicu terjadinya gangguan kesehatan, seperti kanker mulut rahim, kematian ibu dan anak saat melahirkan, hingga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dia juga menegaskan, diperlukan suatu gerakan bersama dari semua pihak termasuk para tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk lebih menguatkan tujuan bimbingan pra nikah sebagai gerbang utama membangun suatu keluarga, salah satunya dengan banyak memberikan pemahaman dan wawasan meluas tentang makna sesungguhnya dari pernikahan.
“Menikah butuh banyak persiapan, tidak cukup hanya sekadar keinginan. Di sinilah bimbingan pra nikah menjadi penting. Setiap pasangan harus mengerti benar apa dan bagaimana kesiapan mereka baik sebagai istri atau suami serta nantinya kelak menjadi orang tua jika diberikan keturunan,” kata Nerius.
Hal itu juga telah disampaikan dalam kegiatan integrasi pemberdayaan keluarga yang dilaksanakan Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) di Desa Bajarum, Kecamatan Kotabesi, Kabupaten Kotawaringin Timur, Rabu (7/11) lalu.
Integrasi Pemberdayaan Keluarga Bersama Mitra Kerja yang digelar BKKBN itu dihadiri 250 orang peserta yang merupakan kader posyandu, kader dan penyuluh KB serta masyarakat setempat.
Baca juga: BKKBN: Pernikahan dini pengaruhi kualitas penduduk