New York (Antaranews Kalteng) - Seseorang berperilaku dan berkepribadian narsis ketika merasa "dirinya adalah segalanya", sementara orang lain hanyalah penggembira saja, kata seorang psikolog klinis.
Akar dari perilaku narsis terkait dengan ketiadaan empathi, dan ketidakmampuan sesorang untuk menjalin hubungan emosi dengan orang lain secara apik.
Seseorang berperilaku narsis manakala dirinya merasa penting sendiri, karena ia merasa tidak aman dan nyaman berada dan berinteraksi dengan orang lain di sekelilingnya.
Profesor psikologi klinis dari California State University, Los Angeles, Amerika Serikat, Dr. Ramani Durvasula menyebut ada 14 tanda yang melekat kepada mereka yang mengidap narsis, sebagaimana dikutip dari laman BusinessInsider.com.
Pengidap narsis cenderung menyalahkan orang lain atas segudang masalah yang terjadi:
Durvasula mengatakan seorang yang narsis tidak pernah bersedia mengakui kesalahan diri sendiri. Mereka cenderung mencari kambing hitam atas kesalahan yang terjadi.
Pengidap narsis kerapkali mengida krisis empati sehingga ia menutup kelemahannya itu dengan melihat ke dalam dirinya sendiri:
Orang berkepribadian narsis cenderung tidak mampu menjalin dan mengungkapkan perasaannya.
Pribadi narsis kerapkali meminta perhatian lebih ketika memberi bingkisan kepada orang lain:
Ketika seseorang narsis memberi bingkisan kepada orang lain, maka ia menuntut balasan dan respons yang berlebihan. Ini kerapkali terjadi di dunia kerja.
Pribadi narsis tidak jarang mengatakan bahwa dirinya cantik atau karismatis ketimbang orang lain:
Pribadi narsis cenderung tampil sebagai sosok yang suka menerima pujian, kata Durvasula. Mereka sulit menerima bahwa dirinya memiliki kelemahan.
Pribadi narsis merasa bahwa dirinya benar-benar lebih kuat dan lebih mampu dibandingkan dengan orang lain:
Durvasula menyebut bahwa tanda dari mereka yang berperilaku narsistis suka menyodorkan diri. Bahasa lugasnya, suka nampang.
Pribadi narsis tidak enggan untuk berbohong bahwa dirinya lebih mampu dan lebih oke ketimbang orang lain:
Durvasula mengatakan seorang yang narsistis kerapkali tidak tahu batas dan tidak peka dengan lingkungan sekelilingnya.
Pribadi narsis sesungguhnya mengalami krisis kepercayaan diri:
Seorang yang narsistis kekurangan kepercayaan diri dan mengidap gejala patologis. Ia memerlukan pengakuan diri. "Mereka sangatlah ambisius dan kompetitif. Dan banyak orang terperdaya bahwa mereka tampaknya percaya diri, kenyataannya justru sebaliknya," kata Durvasula.
Pribadi narsis merasa dirinya lebih penting dari orang lain:
Merasa dirinya superior ketimbang orang lain merupakan akar dari narsistis. "Dalam kultur kita, merasa superior terkait dengan kepercayaan diri," kata Durvasula.
Pribadi narsis berpikir dan bersikap bahwa dunia sekelilingnya tidak mengakui dan tidak melihat bahwa dirinya begitu hebat:
Tidak semua mereka yang mengidap pribadi narsistis tampil sebagai pribadi superior, karena mereka umumnya pribadi pemalu, bahkan pribadi yang terkena depresi.
Pribadi narsis berpikir dan beranggapan bahwa dirinya berada di atas sesamanya dalam segala hal:
Pribadi narsistis pada dasarnya menyentuh soal pola berpikir dan pola berperilaku. Mereka kerapkali menawar-nawarkan diri untuk memberi nasehat meski tidak diperlukan. Istilah lugasnya, jangan lebay!