Jakarta (ANTARA) - Kekurangan informasi dan saluran pencarian kerja pada sektor informal menjadi celah bisnis bagi Kormo menyusul potensi penyerapan tenaga kerja sebesar 58 persen pada 2018 menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
“Kami ingin Kormo lebih dari sekadar sarana pencarian kerja pada sektor informal. Kami mendorong para pencari kerja untuk menggunakan fitur belajar dari aplikasi itu sehingga mereka dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sebelum wawancara kerja," ujar Pendiri sekaligus pemimpin Kormo Bickey Russell dalam keterangan pers kepada Antara di Jakarta, Kamis.
BPS melansir jumlah pekerja sektor informal mencapai 70,5 juta orang per Agustus 2018. Angka itu merupakan alasan kehadiran aplikasi hasil proyek eksperimental Google Area 120 itu.
Aplikasi yang fokus pada layanan pencarian kerja dengan penyedia kerja sektor informal itu menggunakan program "machine learning" Google. Kormo merekomendasikan lowongan kerja yang disesuaikan dengan profil pengguna dan aktivitas pengguna dalam aplikasi.
Russell mengatakan Kormo masih dalam tahap pengembangan awal dan terus mengembangkan fitur untuk memaksimalkan dampak positif pada sektor tenaga kerja informal.
Selain itu, pengguna juga dapat memanfaatkan fitur "Belajar" sebagai layanan penyediaan modul pembelajaran dalam bentuk video dan artikel.
Para pencari kerja akan mendapatkan lencana setiap kali mereka selesai mempelajari sebuah modul. Para penyedia kerja pun dapat mengetahui jenis keterampilan atau pengetahuan yang dimiliki pelamar.
Kormo juga menghadirkan transparansi bagi pencari dan penyedia kerja dalam bentuk notifikasi. Pencari kerja akan diberitahu saat lamaran mereka sudah dibaca. Kemudian, mereka dipanggil wawancara hingga sampai ke pengumuman akhir.
Sementara penyedia kerja akan diberitahu ketika lamaran pekerjaan yang mereka unggah ke Kormo telah dibaca dan direspon oleh para pencari kerja.
Untuk menghadirkan peluang kerja yang relevan, aplikasi yang tersedia secara gratis di Google Play store itu menggandeng berbagai mitra berdasarkan skala bisnis, yaitu kecil, menengah, dan besar.
“Kami ingin Kormo lebih dari sekadar sarana pencarian kerja pada sektor informal. Kami mendorong para pencari kerja untuk menggunakan fitur belajar dari aplikasi itu sehingga mereka dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan sebelum wawancara kerja," ujar Pendiri sekaligus pemimpin Kormo Bickey Russell dalam keterangan pers kepada Antara di Jakarta, Kamis.
BPS melansir jumlah pekerja sektor informal mencapai 70,5 juta orang per Agustus 2018. Angka itu merupakan alasan kehadiran aplikasi hasil proyek eksperimental Google Area 120 itu.
Aplikasi yang fokus pada layanan pencarian kerja dengan penyedia kerja sektor informal itu menggunakan program "machine learning" Google. Kormo merekomendasikan lowongan kerja yang disesuaikan dengan profil pengguna dan aktivitas pengguna dalam aplikasi.
Russell mengatakan Kormo masih dalam tahap pengembangan awal dan terus mengembangkan fitur untuk memaksimalkan dampak positif pada sektor tenaga kerja informal.
Selain itu, pengguna juga dapat memanfaatkan fitur "Belajar" sebagai layanan penyediaan modul pembelajaran dalam bentuk video dan artikel.
Para pencari kerja akan mendapatkan lencana setiap kali mereka selesai mempelajari sebuah modul. Para penyedia kerja pun dapat mengetahui jenis keterampilan atau pengetahuan yang dimiliki pelamar.
Kormo juga menghadirkan transparansi bagi pencari dan penyedia kerja dalam bentuk notifikasi. Pencari kerja akan diberitahu saat lamaran mereka sudah dibaca. Kemudian, mereka dipanggil wawancara hingga sampai ke pengumuman akhir.
Sementara penyedia kerja akan diberitahu ketika lamaran pekerjaan yang mereka unggah ke Kormo telah dibaca dan direspon oleh para pencari kerja.
Untuk menghadirkan peluang kerja yang relevan, aplikasi yang tersedia secara gratis di Google Play store itu menggandeng berbagai mitra berdasarkan skala bisnis, yaitu kecil, menengah, dan besar.