Palangka Raya (ANTARA) - Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran mengungkapkan, faktor ekonomi menjadi penyebab utama tingginya pernikahan usia anak, khususnya di wilayah pelosok perdesaan.
"Banyak faktor yang menyebabkan pernikahan usia anak terjadi, namun saya lihat masalah ekonomilah yang paling besar pengaruhnya," katanya di Palangka Raya, Senin.
Sugianto mencontohkan, banyak warga yang tinggal di pelosok tidak memiliki pekerjaan tetap, sehingga saat ada orang yang mampu secara ekonomi ingin menikahi anaknya langsung disetujui begitu saja.
Padahal seharusnya hal itu dicegah, sebab banyak dampak negatif yang berpotensi terjadi kepada mereka yang menikah saat belum dewasa. Misalnya rumah tangga yang tidak bertahan lama, hingga anak yang dilahirkan berpotensi mengalami masalah kesehatan.
Selain itu penyebab lainnya adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) serta pergaulan bebas. Keduanya saling berkaitan dan turut menjadi faktor penyebab terjadinya pernikahan usia anak selama ini.
"SDM yang belum memahami dengan baik tentang resiko pernikahan usia anak, juga menjadi masalah yang harus dibenahi. Ditambah lagi pergaulan bebas yang membuat sebagian anak melewati batas," tuturnya.
Lebih lanjut Sugianto menjelaskan, faktor lainnya yang turut menyebabkan terjadinya pernikahan usia anak, yaitu sosial dan budaya. Sebagian masyarakat masih memiliki pemikiran, bahwa menikahkan anak di usia belum dewasa adalah hal yang biasa.
Secara bertahap pemprov bersama pemerintah kabupaten dan kota, berupaya menyelesaikan berbagai permasalahan yang menjadi penyebab utama terjadinya pernikahan usia anak.
Hal ini mendapat perhatian cukup serius dari pemprov, sebab berdasarkan hasil survei sosial ekonomi pada Maret 2017, Kalteng menempati urutan kedua prevelansi tertinggi pernikahan usia anak setelah Kalimantan Selatan.
"Kami sudah mengeluarkan surat edaran tentang pencegahan atau penghapusan perkawinan usia anak di Kalteng yang ditujukan kepada pemkab dan pemkot untuk ditindaklanjuti," tegas Sugianto.
"Banyak faktor yang menyebabkan pernikahan usia anak terjadi, namun saya lihat masalah ekonomilah yang paling besar pengaruhnya," katanya di Palangka Raya, Senin.
Sugianto mencontohkan, banyak warga yang tinggal di pelosok tidak memiliki pekerjaan tetap, sehingga saat ada orang yang mampu secara ekonomi ingin menikahi anaknya langsung disetujui begitu saja.
Padahal seharusnya hal itu dicegah, sebab banyak dampak negatif yang berpotensi terjadi kepada mereka yang menikah saat belum dewasa. Misalnya rumah tangga yang tidak bertahan lama, hingga anak yang dilahirkan berpotensi mengalami masalah kesehatan.
Selain itu penyebab lainnya adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) serta pergaulan bebas. Keduanya saling berkaitan dan turut menjadi faktor penyebab terjadinya pernikahan usia anak selama ini.
"SDM yang belum memahami dengan baik tentang resiko pernikahan usia anak, juga menjadi masalah yang harus dibenahi. Ditambah lagi pergaulan bebas yang membuat sebagian anak melewati batas," tuturnya.
Lebih lanjut Sugianto menjelaskan, faktor lainnya yang turut menyebabkan terjadinya pernikahan usia anak, yaitu sosial dan budaya. Sebagian masyarakat masih memiliki pemikiran, bahwa menikahkan anak di usia belum dewasa adalah hal yang biasa.
Secara bertahap pemprov bersama pemerintah kabupaten dan kota, berupaya menyelesaikan berbagai permasalahan yang menjadi penyebab utama terjadinya pernikahan usia anak.
Hal ini mendapat perhatian cukup serius dari pemprov, sebab berdasarkan hasil survei sosial ekonomi pada Maret 2017, Kalteng menempati urutan kedua prevelansi tertinggi pernikahan usia anak setelah Kalimantan Selatan.
"Kami sudah mengeluarkan surat edaran tentang pencegahan atau penghapusan perkawinan usia anak di Kalteng yang ditujukan kepada pemkab dan pemkot untuk ditindaklanjuti," tegas Sugianto.