Jakarta (ANTARA) - Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) berhasil menciptakan Cleft Sintesa untuk meningkatkan penanganan bibir sumbing di Indonesia agar menjadi lebih baik.
Sebanyak lima mahasiswa UI lintas fakultas berhasil menciptakan teknologi Cleft Sintesa, suatu metode sintesis wajah 3D untuk pembuatan simulator fisik bibir sumbing, guna meningkatkan kualitas penanganan kasus bibir sumbing di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Keterangan pers yang diterima ANTARA di Depok, Kamis, menyebutkan ide pembuatan Cleft Sintesa berasal dari diskusi dengan para dokter spesialis CCC (Cleft and Craniofacial Center) di RSCM. Diskusi tersebut berubah menjadi ide kolaborasi interdisiplin dalam menjawab poin-poin permasalahan dokter dalam penanganan bibir sumbing.
Inovasi itu merupakan karya Refanka Nabil (Teknik Elektro 2016), Rendi Chevi (Teknik Elektro 2016), Hanif Rachmadani (Teknik Elektro 2016), Yolanda Natalia (Teknik Industri 2016), dan Nurchalis Rasyid (Pendidikan Dokter 2017) di bawah bimbingan dosen Departemen Teknik Mesin FTUI Dr. Radon Dhelika dan secara resmi bermitra dengan CCC RSCM.
Penciptaan simulator itu, kata Refanka Nabil, dengan latar belakang lambatnya kemajuan inovasi teknologi medis di Indonesia, khususnya pada kasus bibir sumbing, yang nyatanya menjadi kasus penyakit bawaan lahir terbanyak nomor tiga di Indonesia.
Cleft Sintesa mendisrupsi metode lama pembuatan replika anatomis fisik bibir sumbing dengan mengintegrasikan sensor multifungsi accelero-gyro infrared dan metode rekonstruksi tiga dimensi edge-modelling untuk menghasilkan pencitraan bibir sumbing yang lebih akurat.
Diharapkan teknologi itu dapat memudahkan proses perencanaan operasi bibir sumbing dan memungkinkan para tenaga medis untuk melatih kemampuan bedah seperti memotong dan menjahit bagian bibir sumbing tanpa menimbulkan risiko.
Ia menjelaskan sensor multifungsi accelero-gyro infrared akan merekam kontur wajah bayi sumbing untuk mendapatkan tujuh titik anatomis bibir sumbing dan rongga dalam mulut pasien tanpa adanya kontak fisik.
Hal itu, kemudian diolah dan diperhalus dengan edge-modelling sehingga terbentuk model 3D bibir sumbing siap cetak yang sesuai dengan standar dari tenaga medis. Model dicetak dengan 3D printing yang mudah dipakai oleh tenaga medis.
Pengembangan teknologi simulator medis semacam itu baru ada di Kanada. Namun selanjutnya, diharapkan dapat menjadi pelopor dalam perkembangan teknologi simulator medis di Indonesia.
Saat ini, Cleft Sintesa sedang diuji kebermanfaatannya terhadap mitra oleh kelima mahasiswa tersebut untuk ajang Program Kreativitas Mahasiswa 2019 yang diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI.
Sebanyak lima mahasiswa UI lintas fakultas berhasil menciptakan teknologi Cleft Sintesa, suatu metode sintesis wajah 3D untuk pembuatan simulator fisik bibir sumbing, guna meningkatkan kualitas penanganan kasus bibir sumbing di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Keterangan pers yang diterima ANTARA di Depok, Kamis, menyebutkan ide pembuatan Cleft Sintesa berasal dari diskusi dengan para dokter spesialis CCC (Cleft and Craniofacial Center) di RSCM. Diskusi tersebut berubah menjadi ide kolaborasi interdisiplin dalam menjawab poin-poin permasalahan dokter dalam penanganan bibir sumbing.
Inovasi itu merupakan karya Refanka Nabil (Teknik Elektro 2016), Rendi Chevi (Teknik Elektro 2016), Hanif Rachmadani (Teknik Elektro 2016), Yolanda Natalia (Teknik Industri 2016), dan Nurchalis Rasyid (Pendidikan Dokter 2017) di bawah bimbingan dosen Departemen Teknik Mesin FTUI Dr. Radon Dhelika dan secara resmi bermitra dengan CCC RSCM.
Penciptaan simulator itu, kata Refanka Nabil, dengan latar belakang lambatnya kemajuan inovasi teknologi medis di Indonesia, khususnya pada kasus bibir sumbing, yang nyatanya menjadi kasus penyakit bawaan lahir terbanyak nomor tiga di Indonesia.
Cleft Sintesa mendisrupsi metode lama pembuatan replika anatomis fisik bibir sumbing dengan mengintegrasikan sensor multifungsi accelero-gyro infrared dan metode rekonstruksi tiga dimensi edge-modelling untuk menghasilkan pencitraan bibir sumbing yang lebih akurat.
Diharapkan teknologi itu dapat memudahkan proses perencanaan operasi bibir sumbing dan memungkinkan para tenaga medis untuk melatih kemampuan bedah seperti memotong dan menjahit bagian bibir sumbing tanpa menimbulkan risiko.
Ia menjelaskan sensor multifungsi accelero-gyro infrared akan merekam kontur wajah bayi sumbing untuk mendapatkan tujuh titik anatomis bibir sumbing dan rongga dalam mulut pasien tanpa adanya kontak fisik.
Hal itu, kemudian diolah dan diperhalus dengan edge-modelling sehingga terbentuk model 3D bibir sumbing siap cetak yang sesuai dengan standar dari tenaga medis. Model dicetak dengan 3D printing yang mudah dipakai oleh tenaga medis.
Pengembangan teknologi simulator medis semacam itu baru ada di Kanada. Namun selanjutnya, diharapkan dapat menjadi pelopor dalam perkembangan teknologi simulator medis di Indonesia.
Saat ini, Cleft Sintesa sedang diuji kebermanfaatannya terhadap mitra oleh kelima mahasiswa tersebut untuk ajang Program Kreativitas Mahasiswa 2019 yang diselenggarakan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI.