Tamiang Layang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah mendukung suksesnya program keluarga berencana (KB), dengan menyarankan warganya mengikuti program tersebut.
"Program KB tak hanya dimaknai sebagai pembatasan kelahiran, namun juga mendukung pembangunan kesehatan dan kesejahteraan keluarga," kata Bupati Bartim Ampera AY Mebas melalui Asisten I Setda Bartim Rusdianor di Tamiang Layang, Jumat.
Hal itu ia ungkapkan saat kegiatan senam Gemu Famire, memperingati Hari Olahraga Nasional dan Hari Kontrasepsi Sedunia. Menurutnya program KB merupakan upaya untuk merencanakan kehamilan, jarak kelahiran, serta usia ideal hamil maupun melahirkan.
Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) akan berhasil, jika masyarakat memiliki pengetahuan lengkap mengenai KB. Untuk itu, petugas lapangan KB (PLKB), bidan, dokter serta kader kesehatan memiliki peran penting terhadap keberhasilan program tersebut.
Untuk pencapaian hasil program KKBPK yang optimal, diperlukan strategi komunikasi dan sosialisasi yang lebih inovatif, sehingga masyarakat tertarik bergabung menjadi peserta KB.
Juga memastikan ketersediaan alat kontrasepsi dan distribusi yang tepat di daerah, serta melakukan monitoring pelaksanaan program Kampung KB.
"Masyarakat harus diberikan konseling, informasi, edukasi dan advokasi yang efektif dengan muatan dan pesan yang mudah dipahami," terangnya.
Melalui momentum peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia, diharapkan meningkatkan kepedulian tentang kontrasepsi dan kesehatan reproduksi, dengan harapan akan mencegah kehamilan yang tidak direncanakan, aborsi maupun penyebaran penyakit menular.
Saat ini Program KKBPK tetap menjadi salah satu program prioritas pemerintah. Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI), angka kelahiran total (TFR) secara nasional cenderung menurun dari 2,6 (SDKI 2012) menjadi sekitar 2,4 anak per perempuan usia reproduksi (SDKI 2017).
Walau pun TFR masih belum sepenuhnya mencapai sasaran pembangunan bidang kependudukan dan KB, yaitu 2,33 (RPJMN 2015-2019), namun sudah menunjukan pencapaian yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung stagnan sejak tahun 2017.
Demikian pula dengan angka penggunaan kontrasepsi yang telah mengalami peningkatan dari 61,9 persen (SDKI 2012) menjadi 63,6 persen (SDKI 2017), namun masih didominasi penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang.
"Program KB tak hanya dimaknai sebagai pembatasan kelahiran, namun juga mendukung pembangunan kesehatan dan kesejahteraan keluarga," kata Bupati Bartim Ampera AY Mebas melalui Asisten I Setda Bartim Rusdianor di Tamiang Layang, Jumat.
Hal itu ia ungkapkan saat kegiatan senam Gemu Famire, memperingati Hari Olahraga Nasional dan Hari Kontrasepsi Sedunia. Menurutnya program KB merupakan upaya untuk merencanakan kehamilan, jarak kelahiran, serta usia ideal hamil maupun melahirkan.
Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) akan berhasil, jika masyarakat memiliki pengetahuan lengkap mengenai KB. Untuk itu, petugas lapangan KB (PLKB), bidan, dokter serta kader kesehatan memiliki peran penting terhadap keberhasilan program tersebut.
Untuk pencapaian hasil program KKBPK yang optimal, diperlukan strategi komunikasi dan sosialisasi yang lebih inovatif, sehingga masyarakat tertarik bergabung menjadi peserta KB.
Juga memastikan ketersediaan alat kontrasepsi dan distribusi yang tepat di daerah, serta melakukan monitoring pelaksanaan program Kampung KB.
"Masyarakat harus diberikan konseling, informasi, edukasi dan advokasi yang efektif dengan muatan dan pesan yang mudah dipahami," terangnya.
Melalui momentum peringatan Hari Kontrasepsi Sedunia, diharapkan meningkatkan kepedulian tentang kontrasepsi dan kesehatan reproduksi, dengan harapan akan mencegah kehamilan yang tidak direncanakan, aborsi maupun penyebaran penyakit menular.
Saat ini Program KKBPK tetap menjadi salah satu program prioritas pemerintah. Berdasarkan hasil survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI), angka kelahiran total (TFR) secara nasional cenderung menurun dari 2,6 (SDKI 2012) menjadi sekitar 2,4 anak per perempuan usia reproduksi (SDKI 2017).
Walau pun TFR masih belum sepenuhnya mencapai sasaran pembangunan bidang kependudukan dan KB, yaitu 2,33 (RPJMN 2015-2019), namun sudah menunjukan pencapaian yang lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya yang cenderung stagnan sejak tahun 2017.
Demikian pula dengan angka penggunaan kontrasepsi yang telah mengalami peningkatan dari 61,9 persen (SDKI 2012) menjadi 63,6 persen (SDKI 2017), namun masih didominasi penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang.