Jakarta (ANTARA) - Direktur Politik Hukum Wain Advisory Indonesia Sulthan Muhammad Yus menilai Partai Golkar melempem di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto, terbukti dengan merosotnya perolehan suara partai itu pada Pemilu 2019.
"Sudah sepantasnya Partai Golkar melakukan pembenahan menyeluruh melalui forum musyawarah nasional sebagai pengambil kebijakan tertinggi dalam institusi kepartaian Golkar," ujar Sulthan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Menurut Sulthan, pembenahan perlu dilakukan agar status Golkar sebagai salah satu partai politik besar tidak rapuh di republik ini.
Baca juga: Airlangga 'diserang' mosi tidak percaya dari sejumlah pengurus Golkar
Pada Pemilu 2019, perolehan suara dan kursi Golkar merosot dari pemilu sebelumnya. Dari 14,75 persen (91 kursi) pada Pemilu 2014, menjadi 11,71 persen (85 kursi) pada Pemilu 2019.
"Di bawah kepemimpinan Airlangga ini, Golkar justru kehilangan tradisi juara atau runner-up dalam setiap pemilu, dan harus puas menjadi partai yang cuma finish di urutan ketiga," ujarnya.
Menurut Sulthan, perolehan suara dan kursi dalam pemilu adalah indikator utama keberhasilan sebuah partai politik. Tatkala sebuah partai mengalami kemerosotan maka secara sendirinya ia mengalami delegitimasi oleh rakyat.
Baca juga: Dinamika politik di tubuh Golkar terjadi karena faktor persaingan internal
"Ruang pembuktian setiap partai itu ada di momen pemilihan umum. Dalam hal ini Partai Golkar bisa dikategorikan sebagai salah satu partai yang mengalami delegitimasi tersebut," ujar Sulthan.
Sulthan mengatakan dalam sejarah kepemimpinan Partai Golkar, tidak ada ketua umum yang bertahan setelah gagal meningkatkan suara atau kursi dalam pemilu.
Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar rencananya digelar pada 3-5 Desember 2019. Pada Selasa malam ini, DPP Partai Golkar akan menggelar rapat pleno membahas pelaksanaan munas tersebut.
Baca juga: Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto miliki total kekayaan Rp81,5 miliar
"Sudah sepantasnya Partai Golkar melakukan pembenahan menyeluruh melalui forum musyawarah nasional sebagai pengambil kebijakan tertinggi dalam institusi kepartaian Golkar," ujar Sulthan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Menurut Sulthan, pembenahan perlu dilakukan agar status Golkar sebagai salah satu partai politik besar tidak rapuh di republik ini.
Baca juga: Airlangga 'diserang' mosi tidak percaya dari sejumlah pengurus Golkar
Pada Pemilu 2019, perolehan suara dan kursi Golkar merosot dari pemilu sebelumnya. Dari 14,75 persen (91 kursi) pada Pemilu 2014, menjadi 11,71 persen (85 kursi) pada Pemilu 2019.
"Di bawah kepemimpinan Airlangga ini, Golkar justru kehilangan tradisi juara atau runner-up dalam setiap pemilu, dan harus puas menjadi partai yang cuma finish di urutan ketiga," ujarnya.
Menurut Sulthan, perolehan suara dan kursi dalam pemilu adalah indikator utama keberhasilan sebuah partai politik. Tatkala sebuah partai mengalami kemerosotan maka secara sendirinya ia mengalami delegitimasi oleh rakyat.
Baca juga: Dinamika politik di tubuh Golkar terjadi karena faktor persaingan internal
"Ruang pembuktian setiap partai itu ada di momen pemilihan umum. Dalam hal ini Partai Golkar bisa dikategorikan sebagai salah satu partai yang mengalami delegitimasi tersebut," ujar Sulthan.
Sulthan mengatakan dalam sejarah kepemimpinan Partai Golkar, tidak ada ketua umum yang bertahan setelah gagal meningkatkan suara atau kursi dalam pemilu.
Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar rencananya digelar pada 3-5 Desember 2019. Pada Selasa malam ini, DPP Partai Golkar akan menggelar rapat pleno membahas pelaksanaan munas tersebut.
Baca juga: Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto miliki total kekayaan Rp81,5 miliar