Lebak (ANTARA) - Pengamat hukum Koswara Purwasasmita mengatakan kasus korupsi di Indonesia diibaratkan seperti menderita penyakit kanker sudah memasuki stadium IV dan sulit untuk dilakukan penyembuhannya.
"Pelaku korupsi hingga kini belum henti-hentinya juga, jumlahnya terus bertambah, meski banyak tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Koswara yang juga dosen Perguruan Tinggi Latansa Mashiro Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat.
Menurutnya, pelaku kasus korupsi itu tentu harus mendapat hukuman berat, karena dampaknya sangat luas hingga menimbulkan kemiskinan.
Ia menilai, kehadiran KPK juga belum mampu memutuskan mata rantai kasus korupsi di Tanah Air.
Selama ini, katanya lagi, kasus korupsi menggurita dan jika diibaratkan sudah terserang penyakit kanker stadium IV.
Penanganan kasus korupsi itu, kata dia, bisa dicegah jika mereka memiliki keimanan kepada Allah SWT.
Dia menyatakan, apabila para pejabat, politisi hingga pengusaha memiliki keimanan akan merasa takut jika melakukan kejahatan korupsi.
"Kami yakin dengan keimanan itu dapat mencegah korupsi," katanya pula.
Ketua IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak KH Baijuri menyatakan korupsi dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan kemiskinan, sehingga penegak hukum harus bertindak tegas terhadap pelaku kejahatan itu.
Perbuatan korupsi menurut ajaran Islam,termasuk dosa besar dan disamakan dengan kejahatan membunuh, sehingga konsekuensinya pelakunya patut mendapat hukuman mati (qisas).
Ia menyatakan pula, kebanyakan perilaku korupsi itu karena mereka memiliki sikap hidup rakus, tamak, dan serakah, juga pelakunya tidak memiliki moral dengan hanya memikirkan kehidupan pribadi untuk memenuhi kesenangan dan gaya hidup berlebihan.
Selain itu, katanya pula, juga pelaku korupsi itu tidak memiliki keimanan kepada Allah SWT.
"Kami sependapat kasus korupsi itu bisa dicegah dengan keimanan kepada Allah SWT, sehingga perlu instansi setiap bulan melaksanakan kegiatan rohani keagamaan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT," katanya lagi.
"Pelaku korupsi hingga kini belum henti-hentinya juga, jumlahnya terus bertambah, meski banyak tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Koswara yang juga dosen Perguruan Tinggi Latansa Mashiro Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat.
Menurutnya, pelaku kasus korupsi itu tentu harus mendapat hukuman berat, karena dampaknya sangat luas hingga menimbulkan kemiskinan.
Ia menilai, kehadiran KPK juga belum mampu memutuskan mata rantai kasus korupsi di Tanah Air.
Selama ini, katanya lagi, kasus korupsi menggurita dan jika diibaratkan sudah terserang penyakit kanker stadium IV.
Penanganan kasus korupsi itu, kata dia, bisa dicegah jika mereka memiliki keimanan kepada Allah SWT.
Dia menyatakan, apabila para pejabat, politisi hingga pengusaha memiliki keimanan akan merasa takut jika melakukan kejahatan korupsi.
"Kami yakin dengan keimanan itu dapat mencegah korupsi," katanya pula.
Ketua IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Lebak KH Baijuri menyatakan korupsi dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan kemiskinan, sehingga penegak hukum harus bertindak tegas terhadap pelaku kejahatan itu.
Perbuatan korupsi menurut ajaran Islam,termasuk dosa besar dan disamakan dengan kejahatan membunuh, sehingga konsekuensinya pelakunya patut mendapat hukuman mati (qisas).
Ia menyatakan pula, kebanyakan perilaku korupsi itu karena mereka memiliki sikap hidup rakus, tamak, dan serakah, juga pelakunya tidak memiliki moral dengan hanya memikirkan kehidupan pribadi untuk memenuhi kesenangan dan gaya hidup berlebihan.
Selain itu, katanya pula, juga pelaku korupsi itu tidak memiliki keimanan kepada Allah SWT.
"Kami sependapat kasus korupsi itu bisa dicegah dengan keimanan kepada Allah SWT, sehingga perlu instansi setiap bulan melaksanakan kegiatan rohani keagamaan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT," katanya lagi.