Palangka Raya (ANTARA) - Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kantor Cabang Palangka Raya menunggu petunjuk lebih lanjut terkait putusan Mahkamah Agung yang membatalkan kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
"Sampai saat ini kami juga belum ada petunjuk lebih lanjut dari pusat. Secara internal pun kami belum menerima laporan dari Mahkamah Agung terkait dengan putusan uji materi yang diajukan peserta itu," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Palangka Raya, Muhammad Masrur Ridwan saat dikonfirmasi dari Palangka Raya, Selasa.
Dia menambahkan bahwa sampai saat ini pihaknya juga menunggu putusan pemerintah terkait tindak lanjut keputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Kami belum bisa menjelaskan banyak kaitannya dengan putusan MA itu. Namun kami dari BPJS Kesehatan tinggal menunggu putusan pemerintah karena Perpres Nomor 75 Tahun 2019 itu dari pemerintah bukan dari BPJS Kesehatan," katanya.
Meski demikian, pihaknya memastikan jika sudah ada keputusan atau petunjuk lebih lanjut terkait putusan MA itu akan segera disampaikan kepada masyarakat.
Dikutip dari laman MA uji materi yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir diputus hakim agung Yosran, Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi.
Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III, Rp110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II dan Rp 160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I.
Besaran iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I sebesar Rp80 ribu, kelas II Rp51 ribu dan kelas III Rp25.500.
"Sampai saat ini kami juga belum ada petunjuk lebih lanjut dari pusat. Secara internal pun kami belum menerima laporan dari Mahkamah Agung terkait dengan putusan uji materi yang diajukan peserta itu," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Palangka Raya, Muhammad Masrur Ridwan saat dikonfirmasi dari Palangka Raya, Selasa.
Dia menambahkan bahwa sampai saat ini pihaknya juga menunggu putusan pemerintah terkait tindak lanjut keputusan Mahkamah Agung yang mengabulkan permohonan uji materi Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan yang menetapkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Kami belum bisa menjelaskan banyak kaitannya dengan putusan MA itu. Namun kami dari BPJS Kesehatan tinggal menunggu putusan pemerintah karena Perpres Nomor 75 Tahun 2019 itu dari pemerintah bukan dari BPJS Kesehatan," katanya.
Meski demikian, pihaknya memastikan jika sudah ada keputusan atau petunjuk lebih lanjut terkait putusan MA itu akan segera disampaikan kepada masyarakat.
Dikutip dari laman MA uji materi yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir diputus hakim agung Yosran, Yodi Martono Wahyunadi dan Supandi.
Dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pasal tersebut mengatur iuran peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja (BP) menjadi sebesar Rp42 ribu per orang per bulan dengan manfaat pelayanan ruang perawatan kelas III, Rp110 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas II dan Rp 160 ribu dengan manfaat ruang perawatan kelas I.
Besaran iuran tersebut mulai berlaku pada 1 Januari 2020.
Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan untuk kelas I sebesar Rp80 ribu, kelas II Rp51 ribu dan kelas III Rp25.500.