Palangka Raya (ANTARA) - Polda Kalimantan Tengah dari Januari hingga Mei 204 mencatat ada sekitar 204 orang di provinsi setempat yang dianggap tidak bijak menggunakan media sosial serta menyebarkan kabar bohong.
Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Hendra Rochmawan di Palangka Raya, Selasa, mengatakan dari ratusan orang tersebut, ada 122 penyebar konten berita bohong, 39 penyebar konten pornografi, 14 penyebar ujaran kebencian, dua terkait suku, agama dan ras serta antar golongan.
"Ada empat diantaranya bulying, 23 warganet probelem solving, kemudian ada 267 informasi yang beredar di media sosial masyarakat juga dilakukan penempelan cap hoax oleh Polda Kalteng," katanya.
Dikatakan, para pihak yang menyebarkan hal-hal negatif di media sosial tentunya dapat terkena kurungan penjara sesuai aturan yang berlaku. Sebab, aturan tersebut yakni berdasarkan tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 45 Jo Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Uandang-Undang Nomor 11 tahun 2008, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1994 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Untuk ancaman hukuman enam tahun penjara dan atau denda satu miliar rupiah. Maka dari itu jangan sembarangan dalam menyebarkan hal-hal negatif di media sosial, karena dapat merugikan yang bersangkutan di kemudian hari," ucapnya.
Mantan Kapolres Kapuas itu menambahkan, Tim Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalteng kini terus memantau hiruk pikuk di dunia maya.
Pemantauan tersebut tidak lain bentuk kepolisian untuk berusaha menyadarkan masyarakat agar selalu bijak dalam bermedia sosial. Selain itu untuk tidak menyebarkan berita bohong serta ujaran kebencian yang bisa menyesatkan warga net.
Baca juga: 40 pria hidung belang tertipu ulah cewek samaran di media sosial
"Saya harap masyarakat bijak dalam bermedsos, saring sebelum sharing dan Stop Hoak, Stop Pornografi, Stop ujaran kebencian dan Stop SARA (HPUS). Setiap mereka yang dibina selalu kami tekankan cari terlebih dahulu kebenaran kabar atau berita yang ingin di skirim ke medsos," ungkap Hendra.
Jebolan Akpol 1995 itu menambahkan, dengan upaya yang dilakukan Bid Humas Polda Kalteng tentunya menekan angka penyebaran berita bohong serta mengingatkan kepada masyarakat agar jangan sampai tidak bijak dalam menggunakan akun medsos pribadinya.
Sebab, apabila hal tersebut dibiarkan tentunya bisa berdampak pada instabilitas keamanan dan ketertiban, maka dari itu petugas menindak sesuai dengan dengan undang-undang yang berlaku.
"Ingat jangan sampai jarimu menjadi jerujimu. Demikian juga hati-hati dengan berbagai komentar dalam menanggapi postingan tentang SARA dan pemerintah, karena akan membuat kegaduhan dan konflik terjadi," demikian Hendra.
Baca juga: Medsos dinilai sebagai pemicu besar depresi remaja
Baca juga: Polisi: Pengedar narkoba banyak manfaatkan media sosial
Kabid Humas Polda Kalteng Kombes Hendra Rochmawan di Palangka Raya, Selasa, mengatakan dari ratusan orang tersebut, ada 122 penyebar konten berita bohong, 39 penyebar konten pornografi, 14 penyebar ujaran kebencian, dua terkait suku, agama dan ras serta antar golongan.
"Ada empat diantaranya bulying, 23 warganet probelem solving, kemudian ada 267 informasi yang beredar di media sosial masyarakat juga dilakukan penempelan cap hoax oleh Polda Kalteng," katanya.
Dikatakan, para pihak yang menyebarkan hal-hal negatif di media sosial tentunya dapat terkena kurungan penjara sesuai aturan yang berlaku. Sebab, aturan tersebut yakni berdasarkan tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 45 Jo Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Uandang-Undang Nomor 11 tahun 2008, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1994 tentang Peraturan Hukum Pidana.
"Untuk ancaman hukuman enam tahun penjara dan atau denda satu miliar rupiah. Maka dari itu jangan sembarangan dalam menyebarkan hal-hal negatif di media sosial, karena dapat merugikan yang bersangkutan di kemudian hari," ucapnya.
Mantan Kapolres Kapuas itu menambahkan, Tim Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalteng kini terus memantau hiruk pikuk di dunia maya.
Pemantauan tersebut tidak lain bentuk kepolisian untuk berusaha menyadarkan masyarakat agar selalu bijak dalam bermedia sosial. Selain itu untuk tidak menyebarkan berita bohong serta ujaran kebencian yang bisa menyesatkan warga net.
Baca juga: 40 pria hidung belang tertipu ulah cewek samaran di media sosial
"Saya harap masyarakat bijak dalam bermedsos, saring sebelum sharing dan Stop Hoak, Stop Pornografi, Stop ujaran kebencian dan Stop SARA (HPUS). Setiap mereka yang dibina selalu kami tekankan cari terlebih dahulu kebenaran kabar atau berita yang ingin di skirim ke medsos," ungkap Hendra.
Jebolan Akpol 1995 itu menambahkan, dengan upaya yang dilakukan Bid Humas Polda Kalteng tentunya menekan angka penyebaran berita bohong serta mengingatkan kepada masyarakat agar jangan sampai tidak bijak dalam menggunakan akun medsos pribadinya.
Sebab, apabila hal tersebut dibiarkan tentunya bisa berdampak pada instabilitas keamanan dan ketertiban, maka dari itu petugas menindak sesuai dengan dengan undang-undang yang berlaku.
"Ingat jangan sampai jarimu menjadi jerujimu. Demikian juga hati-hati dengan berbagai komentar dalam menanggapi postingan tentang SARA dan pemerintah, karena akan membuat kegaduhan dan konflik terjadi," demikian Hendra.
Baca juga: Medsos dinilai sebagai pemicu besar depresi remaja
Baca juga: Polisi: Pengedar narkoba banyak manfaatkan media sosial