Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengaku telah meneliti lokasi cetak sawah baru di Kalimantan Tengah untuk menghasilkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan menemukan daya dukungnya beragam, ada yang rendah, sedang dan tinggi.
"Setelah kami teliti, KLHK dapat tugas membuat KLHS. Ternyata daya dukungnya ada yang rendah, sedang dan tinggi," kata Siti dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan total lahan gambut yang rusak berat sekitar 31.000 hektare karena kubah gambutnya di bagian utara terkena sodetan pada saat dilakukan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) 1 juta hektare. Lokasi tersebut sudah diteliti, terjadi subsiden hingga tiga meter dan di bagian tertentu bahkan ada yang sampai 7 hingga 8 meter.
"Dia subsiden tapi bisa direhabilitasi, bisa dibasahi, kalau perlu ditanami lagi. Jadi kerusakan gambut runtuh karena kubah gambutnya kena, jadi airnya keluar dari kubah gambut, sehingga turun subsiden," ujar Siti.
Menurut dia, dari 2016 lahan gambut yang rusak tersebut telah dikelola. Ada pihak swasta di sana yang diwajibkan merehabilitasi gambut yang rusak tersebut dan ternyata bisa dilakukan hingga 47.000 hektare.
Dengan demikian, memang ada areal yang bisa dikelola dengan baik, tinggal bagaimana mengontrolnya, sehingga cetak sawah baru di sana bukan sesuatu yang buruk. "Asal kita kontrol gambutnya," kara Siti.
"Tugas kami jaga untuk daya dukungnya terpenuhi. Di sana memang sudah ada bangunan-bangunan irigasi, gambut yang sudah sangat tipis paling tebal 0,5 meter dan itu mungkin bukan gambut, tapi metamorfosis alluvial. Jadi dia seolah-olah gambut tapi sebenarnya alluvial. Terbagi ke dalam 30 lebih daerah irigasi," ujarnya.
Ia mengatakan KLHK akan menjaga gambut tersebut. Pertama, harus merehabilitasi gambutnya, menjaga daya dukungnya, dan menjaga konservasi habitat orangutan, hingga bekantan. Semua harus dikerjakan secara paralel.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mempertanyakan rencana cetak sawah baru di lahan gambut tersebut, dan mengapa itu tidak dilakukan di lahan-lahan tidur milik PTPN di Jawa, lahan PT Perhutani di Jawa atau PT Inhutani di luar Jawa.
Masalahnya, menurut dia, pakar pertanian dan rektor mengatakan dengan teknologi yang sekarang, satu hektare lahan gambut hanya mampu menghasilkan dua ton beras. Itu pun dikatakan hasil diawal pengerjaan saja.
Sudin mengatakan jika BUMN yang akan mengerjakannya, apakah menanggung kerugian terus-menerus. "10 tahun lalu Kementerian Kehutanan juga membuka Perkebunan Pangan dan Energi Terpadu Merauke (Merauke Integrated Food and Energy/MIFEE), tetapi wassalam. Sudah ada studi kelayakannya dan lain-lain, hilang".
"Saya tidak mau hal itu terjadi di Kalimantan Tengah. Karena saya yakin kalau BUMN juga yang mengerjakan, belum tentu tahan menanggung beban kerugian," katanya.
Sudin juga menanyakan, apakah pemerintah akan turun tangan secara langsung untuk cetak sawah di lahan 195.000 hektare di Kalimantan Tengah. Apakah bibitnya sudah cocok.
"Setelah kami teliti, KLHK dapat tugas membuat KLHS. Ternyata daya dukungnya ada yang rendah, sedang dan tinggi," kata Siti dalam Rapat Kerja bersama Komisi IV DPR RI di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan total lahan gambut yang rusak berat sekitar 31.000 hektare karena kubah gambutnya di bagian utara terkena sodetan pada saat dilakukan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) 1 juta hektare. Lokasi tersebut sudah diteliti, terjadi subsiden hingga tiga meter dan di bagian tertentu bahkan ada yang sampai 7 hingga 8 meter.
"Dia subsiden tapi bisa direhabilitasi, bisa dibasahi, kalau perlu ditanami lagi. Jadi kerusakan gambut runtuh karena kubah gambutnya kena, jadi airnya keluar dari kubah gambut, sehingga turun subsiden," ujar Siti.
Menurut dia, dari 2016 lahan gambut yang rusak tersebut telah dikelola. Ada pihak swasta di sana yang diwajibkan merehabilitasi gambut yang rusak tersebut dan ternyata bisa dilakukan hingga 47.000 hektare.
Dengan demikian, memang ada areal yang bisa dikelola dengan baik, tinggal bagaimana mengontrolnya, sehingga cetak sawah baru di sana bukan sesuatu yang buruk. "Asal kita kontrol gambutnya," kara Siti.
"Tugas kami jaga untuk daya dukungnya terpenuhi. Di sana memang sudah ada bangunan-bangunan irigasi, gambut yang sudah sangat tipis paling tebal 0,5 meter dan itu mungkin bukan gambut, tapi metamorfosis alluvial. Jadi dia seolah-olah gambut tapi sebenarnya alluvial. Terbagi ke dalam 30 lebih daerah irigasi," ujarnya.
Ia mengatakan KLHK akan menjaga gambut tersebut. Pertama, harus merehabilitasi gambutnya, menjaga daya dukungnya, dan menjaga konservasi habitat orangutan, hingga bekantan. Semua harus dikerjakan secara paralel.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mempertanyakan rencana cetak sawah baru di lahan gambut tersebut, dan mengapa itu tidak dilakukan di lahan-lahan tidur milik PTPN di Jawa, lahan PT Perhutani di Jawa atau PT Inhutani di luar Jawa.
Masalahnya, menurut dia, pakar pertanian dan rektor mengatakan dengan teknologi yang sekarang, satu hektare lahan gambut hanya mampu menghasilkan dua ton beras. Itu pun dikatakan hasil diawal pengerjaan saja.
Sudin mengatakan jika BUMN yang akan mengerjakannya, apakah menanggung kerugian terus-menerus. "10 tahun lalu Kementerian Kehutanan juga membuka Perkebunan Pangan dan Energi Terpadu Merauke (Merauke Integrated Food and Energy/MIFEE), tetapi wassalam. Sudah ada studi kelayakannya dan lain-lain, hilang".
"Saya tidak mau hal itu terjadi di Kalimantan Tengah. Karena saya yakin kalau BUMN juga yang mengerjakan, belum tentu tahan menanggung beban kerugian," katanya.
Sudin juga menanyakan, apakah pemerintah akan turun tangan secara langsung untuk cetak sawah di lahan 195.000 hektare di Kalimantan Tengah. Apakah bibitnya sudah cocok.