Palangka Raya (ANTARA) - Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah akan menyediakan fasilitas trauma center, untuk anak berumur enam tahun yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) oleh ibu kandungnya di Kabupaten Kotawaringin Timur beberapa waktu lalu.
Sekretaris Dinas Sosial Budi Santoso di Palangka Raya, Kamis mengatakan, pihaknya siap menyediakan tempat trauma center kepada korban terlebih pasca terjadinya tindak kekerasan dari ibu kandungnya berinisial YAN.
"Perkara tersebut menjadi perhatian khusus dan pihaknya siap memberikan terapi terhadap psikis, mental dan hal lainnya sehingga anak tidak trauma di kemudian hari," ungkapnya.
Budi menjelaskan, dalam kasus itu sudah sangat wajar korban segera mendapatkan terapi dari ahli psikolog dan pengobatan badan dari dokter, sehingga kekejaman dari perbuatan orang tua kandungnya itu tidak membekas.
Apalagi dari informasi yang ada, korban selalu diperlakukan tidak manusiawi oleh ibu kandungnya saat berada di rumahnya selama ini. Maka anak perempuan yang menjadi korban kekerasan tersebut, sudah seharusnya mendapatkan bimbingan di trauma center.
"Kami menyarankan anak itu harus diberikan terapi dengan rutin, tujuannya untuk menghilangkan ingatan kejadian yang dialaminya.," jelasnya.
Ditambahkannya, Dinsos Kalteng juga mempunyai psikologis klinik yang siap menangani persoalan tersebut. Maka dari itu Dinsos Kotim pun sudah bergerak dan melakukan penanganan untuk melakukan hal tersebut.
"Semoga kejadian serupa tidak akan terulang lagi, cukup ini saja karena tidak mudah memulihkan trauma yang dialami anak apabila mengalami hal tersebut," terang Budi.
Mantan Asisten Manajer Kalteng Putra itu menuturkan, selama ini di Kalteng memang tidak bisa dipungkiri tindak kekerasan perempuan dan anak selalu terjadi setiap tahun.
Tercatat di Rumah Perlindungan dan Trauma Center Dinsos Kalteng pada 2019 menangani sebanyak 64 kasus dan 2020 sampai Juli sudah menangani 22 kasus. Mulai dari kekerasan dalam rumah tangga, perkosaan, kekerasan lainnya, termasuk pelecehan seksual.
"Tiap tahun selalu ada. Ingat, korban jika tak ditangani secara cepat bisa jadi pelaku nantinya. Maka dari itu yang perlu diterapi adalah korban, sedangkan pelaku wajib dikenakan hukuman setimpal," demikian Budi.
Sekretaris Dinas Sosial Budi Santoso di Palangka Raya, Kamis mengatakan, pihaknya siap menyediakan tempat trauma center kepada korban terlebih pasca terjadinya tindak kekerasan dari ibu kandungnya berinisial YAN.
"Perkara tersebut menjadi perhatian khusus dan pihaknya siap memberikan terapi terhadap psikis, mental dan hal lainnya sehingga anak tidak trauma di kemudian hari," ungkapnya.
Budi menjelaskan, dalam kasus itu sudah sangat wajar korban segera mendapatkan terapi dari ahli psikolog dan pengobatan badan dari dokter, sehingga kekejaman dari perbuatan orang tua kandungnya itu tidak membekas.
Apalagi dari informasi yang ada, korban selalu diperlakukan tidak manusiawi oleh ibu kandungnya saat berada di rumahnya selama ini. Maka anak perempuan yang menjadi korban kekerasan tersebut, sudah seharusnya mendapatkan bimbingan di trauma center.
"Kami menyarankan anak itu harus diberikan terapi dengan rutin, tujuannya untuk menghilangkan ingatan kejadian yang dialaminya.," jelasnya.
Ditambahkannya, Dinsos Kalteng juga mempunyai psikologis klinik yang siap menangani persoalan tersebut. Maka dari itu Dinsos Kotim pun sudah bergerak dan melakukan penanganan untuk melakukan hal tersebut.
"Semoga kejadian serupa tidak akan terulang lagi, cukup ini saja karena tidak mudah memulihkan trauma yang dialami anak apabila mengalami hal tersebut," terang Budi.
Mantan Asisten Manajer Kalteng Putra itu menuturkan, selama ini di Kalteng memang tidak bisa dipungkiri tindak kekerasan perempuan dan anak selalu terjadi setiap tahun.
Tercatat di Rumah Perlindungan dan Trauma Center Dinsos Kalteng pada 2019 menangani sebanyak 64 kasus dan 2020 sampai Juli sudah menangani 22 kasus. Mulai dari kekerasan dalam rumah tangga, perkosaan, kekerasan lainnya, termasuk pelecehan seksual.
"Tiap tahun selalu ada. Ingat, korban jika tak ditangani secara cepat bisa jadi pelaku nantinya. Maka dari itu yang perlu diterapi adalah korban, sedangkan pelaku wajib dikenakan hukuman setimpal," demikian Budi.