Jakarta (ANTARA) - Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri menyampaikan bahwa UU Cipta Kerja bakal membuat perizinan berusaha di wilayah kelautan Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi satu pintu.
"Dengan adanya UU Cipta Kerja ternyata peran pengelolaan ruang laut dan KKP secara umum semakin meningkat, karena semua perizinan berusaha yang ada di laut menjadi satu pintu," kata Rokhmin Dahuri dalam rilis di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, UU Cipta Kerja juga selaras dengan pengelolaan ruang laut yang menjadi salah satu aspek sangat penting dalam pembangunan di sektor kelautan dan perikanan.
Hal itu, ujar dia, dikarenakan fungsinya terkait sektor kelautan dan perikanan bukan hanya dalam rangka untuk mengelola lingkungan dan laut.
Namun, lanjutnya, juga terkait untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari non ikan, seperti garam, Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT), energi kelautan, industri laut dalam (deep sea water industry), dan wisata bahari.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan, semangat Omnibus Law atau UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk memudahkan investasi masuk, sebenarnya sudah berjalan di KKP.
"Semangat Omnibus Law sudah berjalan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ini dibuktikan dengan lahirnya Sistem Informasi Izin Layanan Cepat (Silat) untuk perizinan kapal tangkap ukuran di atas 30 GT yang berlaku secara online pada akhir 2019," kata Menteri Edhy.
Edhy Prabowo memaparkan, sistem Silat memangkas waktu pengurusan dari yang tadinya 14 hari menjadi satu jam.
Hingga 7 Oktober 2020, berdasarkan data dari KKP, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ribuan izin yang dikeluarkan Silat nilainya mencapai lebih dari Rp470 miliar.
Kemudahan perizinan kini juga berlaku di sektor perikanan budidaya, di mana sekarang prosesnya satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sementara KKP bertindak sebagai pengawas bersama dengan pemerintah daerah. "Tadinya butuh 21 izin untuk bisa memulai usaha budidaya di Indonesia," ucapnya.
"Dengan adanya UU Cipta Kerja ternyata peran pengelolaan ruang laut dan KKP secara umum semakin meningkat, karena semua perizinan berusaha yang ada di laut menjadi satu pintu," kata Rokhmin Dahuri dalam rilis di Jakarta, Minggu.
Menurut dia, UU Cipta Kerja juga selaras dengan pengelolaan ruang laut yang menjadi salah satu aspek sangat penting dalam pembangunan di sektor kelautan dan perikanan.
Hal itu, ujar dia, dikarenakan fungsinya terkait sektor kelautan dan perikanan bukan hanya dalam rangka untuk mengelola lingkungan dan laut.
Namun, lanjutnya, juga terkait untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari non ikan, seperti garam, Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT), energi kelautan, industri laut dalam (deep sea water industry), dan wisata bahari.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan, semangat Omnibus Law atau UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk memudahkan investasi masuk, sebenarnya sudah berjalan di KKP.
"Semangat Omnibus Law sudah berjalan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ini dibuktikan dengan lahirnya Sistem Informasi Izin Layanan Cepat (Silat) untuk perizinan kapal tangkap ukuran di atas 30 GT yang berlaku secara online pada akhir 2019," kata Menteri Edhy.
Edhy Prabowo memaparkan, sistem Silat memangkas waktu pengurusan dari yang tadinya 14 hari menjadi satu jam.
Hingga 7 Oktober 2020, berdasarkan data dari KKP, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ribuan izin yang dikeluarkan Silat nilainya mencapai lebih dari Rp470 miliar.
Kemudahan perizinan kini juga berlaku di sektor perikanan budidaya, di mana sekarang prosesnya satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sementara KKP bertindak sebagai pengawas bersama dengan pemerintah daerah. "Tadinya butuh 21 izin untuk bisa memulai usaha budidaya di Indonesia," ucapnya.