Jakarta (ANTARA) - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani mendorong perbankan mencari jalan tengah untuk mendukung relaksasi uang muka (DP/down payment) Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang diluncurkan Bank Indonesia yang berlaku pada 1 Maret-31 Desember 2021.
“Jangan juga, pemerintah sudah memberikan regulasi yang bagus tapi bank tetap melihat risiko yang akhirnya tidak terealisasi dalam KPR,” katanya dalam webinar terkait properti di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, KPR menjadi salah satu indikator dalam kredit konsumsi yang diharapkan menyumbang pertumbuhan kredit karena masih banyak masyarakat yang belum memiliki rumah sehingga potensinya masih besar.
Bank Indonesia pun menggelontorkan stimulus tersebut untuk mendorong geliat industri KPR, yang sudah mulai menggeliat dari sisi penjualan properti pada triwulan III-2020.
“Kita ingin pertumbuhannya lebih besar lagi karena suku bunga (acuan) sudah mulai turun dan uang muka sampai akhir tahun diberikan keleluasaan sampai nol persen, tapi ini tergantung bank,” imbuhnya.
Selain perbankan, pertumbuhan KPR, kata dia, juga perlu mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan pengembang agar realisasinya kepada pertumbuhan ekonomi bisa terlihat pada triwulan pertama tahun ini.
Pemerintah, lanjut dia, mengharapkan pada triwulan pertama 2021, realisasi pertumbuhan ekonomi RI berada pada teritori positif setelah mengalami pertumbuhan negatif selama tiga kuartal pada 2020.
“Kita berharap ini bisa terjadi pada triwulan pertama karena itu bank diharapkan bagaimana melihat profil risiko supaya juga ada relaksasi sehingga mereka bisa mendapatkan KPR dalam waktu lebih cepat,” katanya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Direktur Grup Kebijakan dan Koordinasi Makroprudensial BI Yanti Setiawan menambahkan geliat KPR terlihat pada triwulan III-2020 tercermin dari pertumbuhan penjualan rumah tapak terutama pada rumah tipe menengah mencapai 16,44 persen.
Adapun kisaran harga yang diminati berdasarkan survei Rumah.com pada 2020, lanjut dia, berada pada rentang Rp300-750 juta.
Sebelumnya, BI meluncurkan relaksasi berupa pelonggaran uang muka KPR paling tinggi 100 persen berlaku 1 Maret-31 Desember 2021.
Kebijakan itu dapat dilaksanakan bagi bank yang memiliki kriteria dengan rasio kredit bermasalah (NPL/NPF) di bawah 5 persen maka dapat memberlakukan pelonggaran uang muka KPR mencapai 100 persen untuk semua jenis properti yakni rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan.
Sedangkan bagi bank dengan NPL/NPF di atas 5 persen, besaran pelonggaran uang muka KPR tidak 100 persen namun kisaran 90-95 persen.
Namun, lanjut dia, BI memberikan pengecualian untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun pembelian pertama tipe di bawah 21, ketentuan pelonggarannya sama yakni 100 persen.
“Jangan juga, pemerintah sudah memberikan regulasi yang bagus tapi bank tetap melihat risiko yang akhirnya tidak terealisasi dalam KPR,” katanya dalam webinar terkait properti di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, KPR menjadi salah satu indikator dalam kredit konsumsi yang diharapkan menyumbang pertumbuhan kredit karena masih banyak masyarakat yang belum memiliki rumah sehingga potensinya masih besar.
Bank Indonesia pun menggelontorkan stimulus tersebut untuk mendorong geliat industri KPR, yang sudah mulai menggeliat dari sisi penjualan properti pada triwulan III-2020.
“Kita ingin pertumbuhannya lebih besar lagi karena suku bunga (acuan) sudah mulai turun dan uang muka sampai akhir tahun diberikan keleluasaan sampai nol persen, tapi ini tergantung bank,” imbuhnya.
Selain perbankan, pertumbuhan KPR, kata dia, juga perlu mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan pengembang agar realisasinya kepada pertumbuhan ekonomi bisa terlihat pada triwulan pertama tahun ini.
Pemerintah, lanjut dia, mengharapkan pada triwulan pertama 2021, realisasi pertumbuhan ekonomi RI berada pada teritori positif setelah mengalami pertumbuhan negatif selama tiga kuartal pada 2020.
“Kita berharap ini bisa terjadi pada triwulan pertama karena itu bank diharapkan bagaimana melihat profil risiko supaya juga ada relaksasi sehingga mereka bisa mendapatkan KPR dalam waktu lebih cepat,” katanya.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Direktur Grup Kebijakan dan Koordinasi Makroprudensial BI Yanti Setiawan menambahkan geliat KPR terlihat pada triwulan III-2020 tercermin dari pertumbuhan penjualan rumah tapak terutama pada rumah tipe menengah mencapai 16,44 persen.
Adapun kisaran harga yang diminati berdasarkan survei Rumah.com pada 2020, lanjut dia, berada pada rentang Rp300-750 juta.
Sebelumnya, BI meluncurkan relaksasi berupa pelonggaran uang muka KPR paling tinggi 100 persen berlaku 1 Maret-31 Desember 2021.
Kebijakan itu dapat dilaksanakan bagi bank yang memiliki kriteria dengan rasio kredit bermasalah (NPL/NPF) di bawah 5 persen maka dapat memberlakukan pelonggaran uang muka KPR mencapai 100 persen untuk semua jenis properti yakni rumah tapak, rumah susun, serta ruko/rukan.
Sedangkan bagi bank dengan NPL/NPF di atas 5 persen, besaran pelonggaran uang muka KPR tidak 100 persen namun kisaran 90-95 persen.
Namun, lanjut dia, BI memberikan pengecualian untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun pembelian pertama tipe di bawah 21, ketentuan pelonggarannya sama yakni 100 persen.