Jakarta (ANTARA) - Lima orang tersangka dalam perkara kasus dugaan korupsi pemberian gratifikasi kepada mantan Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono segera disidang.
"Untuk para terdakwa kasus korupsi BTN atas nama Maryono, Widi Kusuma Purwanto, Ghofir Effendi, Yunan Anwar, dan Ichsan Hasan, sidang pertama pada hari Senin (22/3)," kata Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bambang Nurcahyono di Jakarta, Jumat.
Rencananya pembacaan dakwaan terhadap kelimanya secara terpisah (splitsing).
"Ketua majelis hakim adalah Makmur dengan hakim anggota Fahzal Hendri dan Yusuf Pranowo sebagai hakim karier, sedangkan Sukartono dan Ali Muhtarom sebagai anggota dari hakim ad hoc. Untuk ketua majelis hakim, akan diputar dari hakim karier tersebut di atas," kata Bambang menjelaskan.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus gratifikasi atau suap terhadap mantan Direktur Utama BTN Maryono.
Kelima tersangka adalah Maryono, Direktur Utama PT Pelangi Putera Mandiri Yunan Anwar, menantu dari Maryono (Widi Kusuma Purwanto), Komisaris PT Titanium Property Ichsan Hasan, dan Komisaris Utama PT Pelangi Putra Mandiri Ghofir Effendy.
Kasus ini bermula pada tahun 2014 saat PT Pelangi Putra Mandiri mengajukan kredit ke BTN senilai Rp117 miliar.
Dalam perjalanannya, kredit ini bermasalah dan mengalami kolektibilitas 5 atau macet.
Dalam pemberian fasilitas kredit tersebut, ada dugaan gratifikasi atau pemberian kepada tersangka H. Maryono yang dilakukan oleh Yunan Anwar senilai Rp2,257 miliar dengan cara mentransfer uang melalui rekening menantu dari tersangka Maryono.
Pada tahun 2013, tersangka Maryono yang menjabat Direktur Utama BTN itu juga menyetujui pemberian kredit pada PT Titanium Property senilai Rp160 miliar.
Saat itu terjadi kesepakatan sehingga pihak PT Titanium Property memberikan gratifikasi senilai Rp870 juta dan ditransfer lewat menantu Maryono, Widi Kusuma Purwanto.
Keberhasilan pemberian fasilitas kredit kepada dua perusahaan tersebut diduga atas peran serta Maryono selaku Direktur Utama BTN yang mendorong untuk meloloskan pemberian fasilitas kredit terhadap kedua debitur tersebut walaupun tidak sesuai dengan SOP yang berlaku pada Bank BTN.
"Untuk para terdakwa kasus korupsi BTN atas nama Maryono, Widi Kusuma Purwanto, Ghofir Effendi, Yunan Anwar, dan Ichsan Hasan, sidang pertama pada hari Senin (22/3)," kata Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bambang Nurcahyono di Jakarta, Jumat.
Rencananya pembacaan dakwaan terhadap kelimanya secara terpisah (splitsing).
"Ketua majelis hakim adalah Makmur dengan hakim anggota Fahzal Hendri dan Yusuf Pranowo sebagai hakim karier, sedangkan Sukartono dan Ali Muhtarom sebagai anggota dari hakim ad hoc. Untuk ketua majelis hakim, akan diputar dari hakim karier tersebut di atas," kata Bambang menjelaskan.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus gratifikasi atau suap terhadap mantan Direktur Utama BTN Maryono.
Kelima tersangka adalah Maryono, Direktur Utama PT Pelangi Putera Mandiri Yunan Anwar, menantu dari Maryono (Widi Kusuma Purwanto), Komisaris PT Titanium Property Ichsan Hasan, dan Komisaris Utama PT Pelangi Putra Mandiri Ghofir Effendy.
Kasus ini bermula pada tahun 2014 saat PT Pelangi Putra Mandiri mengajukan kredit ke BTN senilai Rp117 miliar.
Dalam perjalanannya, kredit ini bermasalah dan mengalami kolektibilitas 5 atau macet.
Dalam pemberian fasilitas kredit tersebut, ada dugaan gratifikasi atau pemberian kepada tersangka H. Maryono yang dilakukan oleh Yunan Anwar senilai Rp2,257 miliar dengan cara mentransfer uang melalui rekening menantu dari tersangka Maryono.
Pada tahun 2013, tersangka Maryono yang menjabat Direktur Utama BTN itu juga menyetujui pemberian kredit pada PT Titanium Property senilai Rp160 miliar.
Saat itu terjadi kesepakatan sehingga pihak PT Titanium Property memberikan gratifikasi senilai Rp870 juta dan ditransfer lewat menantu Maryono, Widi Kusuma Purwanto.
Keberhasilan pemberian fasilitas kredit kepada dua perusahaan tersebut diduga atas peran serta Maryono selaku Direktur Utama BTN yang mendorong untuk meloloskan pemberian fasilitas kredit terhadap kedua debitur tersebut walaupun tidak sesuai dengan SOP yang berlaku pada Bank BTN.