Tamiang Layang (ANTARA) - Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah Abdul Majid Rahimi menegaskan, khatib dan jamaah shalat Idul Adha 1442 Hijriah diwajibkan memakai masker serta pelindung wajah.
"Ini untuk kesehatan bersama, meneken serta memutus penyebaran COVID-19 di wilayah kita sendiri," kata Abdul Majid saat dihubungi di Tamiang Layang, Sabtu.
Menurutnya, shalat Idul Adha 1442 hijriah hanya dilaksanakan pada wilayah penyebaran COVID-19 yang berstatus atau berzona hijau dan kuning. Sedangkan pada area zona oranye dan merah, ditiadakan.
Dalam tata laksana shalat juga tidak diperbolehkan ada interaksi atau kontak fisik. Shalat Idul Adha dilaksanakan sesuai rukun shalat dan penyampaian khotbah diperbolehkan dengan waktu maksimal 15 menit.
Paling banyak jamaah yang hadir dalam pelaksanaan shalat Idul Adha juga dibatasi, tidak lebih dari 50 persen dari kapasitas tempat, sehingga memungkinkan jarak antar jamaah tetap terjaga.
"Usai pelaksanaan shalat, khatib dan jamaah pulang dengan tertib dengan tetap memakai makser dan tidak bersentuhan," jelasnya.
Dia juga meminta, panitia pelaksana shalat Idul Adha 1442 Hijriah masing-masing masjid mempersiapkan alat pengukur suhu tubuh dan pencuci tangan, dan memperbolehkan jamaah yang memakai masker untuk ikut shalat.
"Sedangkan untuk takbiran keliling ditiadakan. Ini akan memicu keramaian di lokasi umum sehingga rawan penularan COVID-19," terang Majid.
Kegiatan malam takbiran yang diperbolehkan, hanya di masjid atau mushala. Itu pun dengan kapasitas 10 persen dari jumlah kapasitas masjid atau mushala.
Ditegaskan, ketentuan tersebut sudah diatur melalui Surat Edaran Menteri Agama RI nomor 15 dan 16 tahun 2021, maka kegiatan malam takbiran maupun Shalat Idul Adha 1442 hijriah wajib mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.
"Jauh-jauh hari sudah kami sosialisasikan. Ini semua untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada umat Islam yang ada di Bartim dalam penyelenggaraan shalat Idul Adha di tengah pandemi COVID-19 yang belum terkendali," kata Majid.
"Ini untuk kesehatan bersama, meneken serta memutus penyebaran COVID-19 di wilayah kita sendiri," kata Abdul Majid saat dihubungi di Tamiang Layang, Sabtu.
Menurutnya, shalat Idul Adha 1442 hijriah hanya dilaksanakan pada wilayah penyebaran COVID-19 yang berstatus atau berzona hijau dan kuning. Sedangkan pada area zona oranye dan merah, ditiadakan.
Dalam tata laksana shalat juga tidak diperbolehkan ada interaksi atau kontak fisik. Shalat Idul Adha dilaksanakan sesuai rukun shalat dan penyampaian khotbah diperbolehkan dengan waktu maksimal 15 menit.
Paling banyak jamaah yang hadir dalam pelaksanaan shalat Idul Adha juga dibatasi, tidak lebih dari 50 persen dari kapasitas tempat, sehingga memungkinkan jarak antar jamaah tetap terjaga.
"Usai pelaksanaan shalat, khatib dan jamaah pulang dengan tertib dengan tetap memakai makser dan tidak bersentuhan," jelasnya.
Dia juga meminta, panitia pelaksana shalat Idul Adha 1442 Hijriah masing-masing masjid mempersiapkan alat pengukur suhu tubuh dan pencuci tangan, dan memperbolehkan jamaah yang memakai masker untuk ikut shalat.
"Sedangkan untuk takbiran keliling ditiadakan. Ini akan memicu keramaian di lokasi umum sehingga rawan penularan COVID-19," terang Majid.
Kegiatan malam takbiran yang diperbolehkan, hanya di masjid atau mushala. Itu pun dengan kapasitas 10 persen dari jumlah kapasitas masjid atau mushala.
Ditegaskan, ketentuan tersebut sudah diatur melalui Surat Edaran Menteri Agama RI nomor 15 dan 16 tahun 2021, maka kegiatan malam takbiran maupun Shalat Idul Adha 1442 hijriah wajib mengikuti protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.
"Jauh-jauh hari sudah kami sosialisasikan. Ini semua untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada umat Islam yang ada di Bartim dalam penyelenggaraan shalat Idul Adha di tengah pandemi COVID-19 yang belum terkendali," kata Majid.