Jakarta (ANTARA) - Ketua DPR RI Puan Maharani mengingatkan agar sekolah tidak memaksakan menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) jika belum memenuhi kriteria untuk melindungi siswa dan lingkungan sekolah dari risiko penularan COVID-19 yang masih mengancam.
"Keselamatan siswa, guru, dan lingkungan sekolah adalah hal yang pertama dan utama. Jadi sekolah yang belum memenuhi syarat jangan mencuri 'start' PTM karena hanya akan membahayakan keselamatan siswa," kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Puan terkait laporan sejumlah sekolah yang telah menggelar PTM walaupun belum memenuhi syarat, seperti di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bahkan di sebuah SMP di Purbalingga menjadi klaster penularan COVID-19 dengan 90 siswa yang terkonfirmasi positif COVID-19.
Puan menjelaskan pedoman dari pemerintah terkait syarat dan ketentuan PTM, yakni Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri sudah dibuat dengan sangat matang dengan memperhitungkan segala risikonya.
“Sehingga kalau ada pelanggaran sedikit saja, termasuk sekolah mencuri start, hal tersebut bisa berisiko membahayakan keselamatan siswa dan seluruh isi sekolah. Pemda harus mengawasi ketat agar tidak ada lagi sekolah yang mencuri start PTM," ujarnya.
SKB 4 Menteri itu merupakan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 03/KB/202l, Nomor 384 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021, Nomor 440-717 Tahun 2021 yang berisi tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19.
Puan mengingatkan satuan pendidikan baru bisa memulai PTM ketika sudah memenuhi daftar periksa dan merasa siap.
“PTM di sekolah harus melaksanakan masa transisi atau masa kebiasaan baru setelah mendapat asesmen dari instansi terkait dan dinyatakan siap. Jadi tidak bisa asal membuka sekolah," katanya.
Dia mengatakan sekolah harus mengikuti pedoman dari SKB Empat Menteri meski telah lolos asesmen, mulai dari pembatasan peserta, jam belajar di sekolah, hingga penerapan protokol kesehatan yang ketat di lingkungan sekolah.
Hal itu, menurut dia, termasuk memperhatikan kondisi kelas, sanitasi, dan pengaturan jarak siswa karena semua harus sesuai ketentuan.
Dia menilai akan lebih baik jika pihak sekolah melakukan tahap-tahap tambahan untuk memastikan keamanan dan keselamatan peserta didik.
"Karena itu, saya mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Blora (Jawa Tengah) yang melakukan 'screening' dengan mewajibkan tes bagi peserta didik sehingga bisa diketahui adanya siswa yang positif Corona sebelum PTM diberlakukan, dengan begitu ada langkah-langkah yang bisa dilakukan," katanya.
Dia juga mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Bantul (DIY) yang memutuskan menunda PTM karena belum memenuhi syarat dari Pemerintah Provinsi D.I.Yogyakarta agar capaian vaksinasi kepada siswa maksimal 80 persen jika hendak menggelar PTM.
Menurut dia, PTM dapat dilakukan pada satuan pendidikan di wilayah PPKM level 1-3, dan untuk daerah yang masih PPKM level 4 diharapkan untuk tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
“Kami memahami kondisi sekolah dan keinginan siswa yang ingin cepat kembali ke sekolah karena pembelajaran secara daring tidak efektif dan menyebabkan 'cognitive learning loss'. Namun perlu diingat, semua tetap harus memenuhi syarat sebelum digelar PTM," ujarnya.
Puan meminta sekolah yang telah menggelar PTM namun ditemukan kasus positif COVID-19 dapat menutup sekolah dahulu untuk sementara waktu. Setelah itu menurut dia, pihak sekolah melakukan tes, penelusuran, dan sterilisasi sebelum kembali menerapkan PTM.
“Hal tersebut telah diatur dalam SKB 4 Menteri dan harus diikuti oleh semua penyelenggara pendidikan. Pemda juga agar melakukan random COVID-19 bagi sekolah-sekolah yang telah menggelar PTM sebagai bentuk pengawasan," katanya.
Puan menekankan agar pelaksanaan PTM selalu menerapkan prinsip kehati-hatian, memperhatikan kesehatan, keselamatan siswa, dan insan pendidikan lainnya, termasuk keluarga.
Dia menilai sekolah tidak bisa memaksakan siswa untuk mengikuti PTM apabila tidak mendapat izin wali murid sesuai pedoman dalam SKB Empat Menteri.
Karena itu, menurut dia, pihak sekolah harus tetap memfasilitasi PJJ bagi murid yang tidak diizinkan orang tuanya mengikuti PTM sehingga jangan sampai ada diskriminasi kepada peserta didik yang memilih opsi belajar dengan metode daring.
"Keselamatan siswa, guru, dan lingkungan sekolah adalah hal yang pertama dan utama. Jadi sekolah yang belum memenuhi syarat jangan mencuri 'start' PTM karena hanya akan membahayakan keselamatan siswa," kata Puan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Hal itu disampaikan Puan terkait laporan sejumlah sekolah yang telah menggelar PTM walaupun belum memenuhi syarat, seperti di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, dan Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bahkan di sebuah SMP di Purbalingga menjadi klaster penularan COVID-19 dengan 90 siswa yang terkonfirmasi positif COVID-19.
Puan menjelaskan pedoman dari pemerintah terkait syarat dan ketentuan PTM, yakni Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri sudah dibuat dengan sangat matang dengan memperhitungkan segala risikonya.
“Sehingga kalau ada pelanggaran sedikit saja, termasuk sekolah mencuri start, hal tersebut bisa berisiko membahayakan keselamatan siswa dan seluruh isi sekolah. Pemda harus mengawasi ketat agar tidak ada lagi sekolah yang mencuri start PTM," ujarnya.
SKB 4 Menteri itu merupakan Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 03/KB/202l, Nomor 384 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/MENKES/4242/2021, Nomor 440-717 Tahun 2021 yang berisi tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi COVID-19.
Puan mengingatkan satuan pendidikan baru bisa memulai PTM ketika sudah memenuhi daftar periksa dan merasa siap.
“PTM di sekolah harus melaksanakan masa transisi atau masa kebiasaan baru setelah mendapat asesmen dari instansi terkait dan dinyatakan siap. Jadi tidak bisa asal membuka sekolah," katanya.
Dia mengatakan sekolah harus mengikuti pedoman dari SKB Empat Menteri meski telah lolos asesmen, mulai dari pembatasan peserta, jam belajar di sekolah, hingga penerapan protokol kesehatan yang ketat di lingkungan sekolah.
Hal itu, menurut dia, termasuk memperhatikan kondisi kelas, sanitasi, dan pengaturan jarak siswa karena semua harus sesuai ketentuan.
Dia menilai akan lebih baik jika pihak sekolah melakukan tahap-tahap tambahan untuk memastikan keamanan dan keselamatan peserta didik.
"Karena itu, saya mengapresiasi langkah Pemerintah Kota Blora (Jawa Tengah) yang melakukan 'screening' dengan mewajibkan tes bagi peserta didik sehingga bisa diketahui adanya siswa yang positif Corona sebelum PTM diberlakukan, dengan begitu ada langkah-langkah yang bisa dilakukan," katanya.
Dia juga mengapresiasi Pemerintah Kabupaten Bantul (DIY) yang memutuskan menunda PTM karena belum memenuhi syarat dari Pemerintah Provinsi D.I.Yogyakarta agar capaian vaksinasi kepada siswa maksimal 80 persen jika hendak menggelar PTM.
Menurut dia, PTM dapat dilakukan pada satuan pendidikan di wilayah PPKM level 1-3, dan untuk daerah yang masih PPKM level 4 diharapkan untuk tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
“Kami memahami kondisi sekolah dan keinginan siswa yang ingin cepat kembali ke sekolah karena pembelajaran secara daring tidak efektif dan menyebabkan 'cognitive learning loss'. Namun perlu diingat, semua tetap harus memenuhi syarat sebelum digelar PTM," ujarnya.
Puan meminta sekolah yang telah menggelar PTM namun ditemukan kasus positif COVID-19 dapat menutup sekolah dahulu untuk sementara waktu. Setelah itu menurut dia, pihak sekolah melakukan tes, penelusuran, dan sterilisasi sebelum kembali menerapkan PTM.
“Hal tersebut telah diatur dalam SKB 4 Menteri dan harus diikuti oleh semua penyelenggara pendidikan. Pemda juga agar melakukan random COVID-19 bagi sekolah-sekolah yang telah menggelar PTM sebagai bentuk pengawasan," katanya.
Puan menekankan agar pelaksanaan PTM selalu menerapkan prinsip kehati-hatian, memperhatikan kesehatan, keselamatan siswa, dan insan pendidikan lainnya, termasuk keluarga.
Dia menilai sekolah tidak bisa memaksakan siswa untuk mengikuti PTM apabila tidak mendapat izin wali murid sesuai pedoman dalam SKB Empat Menteri.
Karena itu, menurut dia, pihak sekolah harus tetap memfasilitasi PJJ bagi murid yang tidak diizinkan orang tuanya mengikuti PTM sehingga jangan sampai ada diskriminasi kepada peserta didik yang memilih opsi belajar dengan metode daring.