Palangka Raya (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR) melaksanakan webinar nasional bertajuk “Mungkinkah Hukuman Mati Bagi Koruptor” yang dilaksanakan secara hybrid (offline dan online) di Aula Rahan Rektorat, Kamis (4/11) pagi.
"Latar belakang diadakannya webinar ini melihat kondisi yang ada dalam penegakan hukum korupsi terkait sangat jarangnya pidana hukuman mati bagi pelaku," kata Ketua Panitia Edi Irsan Kuniawan didampingi Sekretaris Panitia Erianto N di Palangka Raya, Kamis.
Menurut Edi, pidana hukuman mati bagi pelaku sudah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Edi menjelaskan kegiatan tersebut menghadirkan pakar di bidangnya, diantaranya Agus Raharjo Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Suparji Ahmad Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar dan Dr. Kiki Kristianto Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya.
"Dan Fahri Hamzah Pengamat hukum dan politik sekaligus mantan Wakil Ketua DPR RI selaku keynote speaker," ucap Edi yang menjabat Asisten Datun Kejati Kalteng itu.
Kepala Kejati Kalteng Iman Wijaya mengatakan webinar ini merupakan tindak lanjut dari pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin saat berkunjung ke Kejati Kalteng pada Kamis lalu yang sedang mempelajari kemungkinan hukuman mati bagi pelaku korupsi.
Iman menyebutkan tuntutan mati pernah diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap pembobol Bank BNI senilai Rp 1,7 Trilyun oleh Ahmad Sidik Mauladi Iskandar Dinata atau Dicky Iskandar Dinata selaku Direktur Utama PT Brocolin Indonesia yang menerima kucuran dana hasil pembobolan Bank BNI pada 2006 dan berstatus residivis dalam perkara korupsi di Bank Duta.
Jaksa Penuntut Umum berpendapat memenuhi kualifikasi dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang mencantumkan pidana hukuman mati.
"Namun majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berpandangan lain dengan menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara," ucap Iman didampingi Wakajati Siswanto dan mantan Wakajati Rudi Yulianto yang sekarang menjadi dosen di Fakultas Hukum UPR.
Ia berharap webinar dapat menghasilkan hasil yang sangat bermanfaat untuk kedua pihak, penegak hukum dan seluruh masyarakat pencari keadilan berupa kajian yuridis secara mendalam dari sisi akademis disertai pandangan dari praktisi hukum, tokoh masyarakat serta pihak yang konsern terhadap pemberantasan korupsi tentang kemungkinan penjatuhan pidana mati.
Sementara itu Rektor UPR Andrie Elia menyampaikan dalam hukum positif Indonesia masih terdapat beberapa kejahatan yang memuat ancaman terkait hukuman mati. Ancaman hukuman mati tersebut dalam perundang-undangan di Indonesia keberadaannya masih tetap eksis dan dipertahankan.
Baca juga: Permenaker No.17/2021 permudah peserta BPJamsostek dapat KPR ringan
Khusus mengenai hukuman mati dalam tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa atau "extra ordinary crime", upaya pemerintah atau negara untuk memberantas korupsi memang sudah diatur dalam ketentuan undang-undang khusus.
"Mudah-mudahan tema webinar ini menjadi menarik dan bermanfaat sehingga menghasilkan rekomendasi yang signifikan untuk membangun bangsa ini dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang ada," kata Andrie saat membuka acara webinar itu.
Dekan Fakultas Hukum UPR Suriansyah Murhaini mengucapkan seminar yang diselenggarakan mengajak semua pihak untuk bersama- sama mengkaji dan memahami pandangan hukum dari para pakar terhadap penerapan hukuman mati bagi koruptor.
Penerapan hukuman mati bagi koruptor ini menjadi perbincangan yang sangat menarik karena banyaknya pendapat yang pro dan kontra dan diharapkan dengan adanya seminar ini akan memberikan wawasan baru buat semua.
Murhaini berharap seminar ini akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum pidana pada saat ini dan masa yang akan datang. Pengembangan tersebut tentu saja baik ditinjau dari sisi materil, aturan perundang-undangan maupun penerapannya.
"Semoga memberikan pencerahan bagi kita khususnya yang selalu terlibat dalam bidang hukum pidana baik pemangku kebijakan, aparatur penegak hukum, praktisi hukum, akademisi dan para mahasiswa," demikian Suriansyah.
Baca juga: Kejati-Bulog Kalteng jalin kerja sama cegah penyimpangan
"Latar belakang diadakannya webinar ini melihat kondisi yang ada dalam penegakan hukum korupsi terkait sangat jarangnya pidana hukuman mati bagi pelaku," kata Ketua Panitia Edi Irsan Kuniawan didampingi Sekretaris Panitia Erianto N di Palangka Raya, Kamis.
Menurut Edi, pidana hukuman mati bagi pelaku sudah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Edi menjelaskan kegiatan tersebut menghadirkan pakar di bidangnya, diantaranya Agus Raharjo Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Suparji Ahmad Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar dan Dr. Kiki Kristianto Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya.
"Dan Fahri Hamzah Pengamat hukum dan politik sekaligus mantan Wakil Ketua DPR RI selaku keynote speaker," ucap Edi yang menjabat Asisten Datun Kejati Kalteng itu.
Kepala Kejati Kalteng Iman Wijaya mengatakan webinar ini merupakan tindak lanjut dari pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin saat berkunjung ke Kejati Kalteng pada Kamis lalu yang sedang mempelajari kemungkinan hukuman mati bagi pelaku korupsi.
Iman menyebutkan tuntutan mati pernah diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap pembobol Bank BNI senilai Rp 1,7 Trilyun oleh Ahmad Sidik Mauladi Iskandar Dinata atau Dicky Iskandar Dinata selaku Direktur Utama PT Brocolin Indonesia yang menerima kucuran dana hasil pembobolan Bank BNI pada 2006 dan berstatus residivis dalam perkara korupsi di Bank Duta.
Jaksa Penuntut Umum berpendapat memenuhi kualifikasi dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang mencantumkan pidana hukuman mati.
"Namun majelis hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berpandangan lain dengan menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara," ucap Iman didampingi Wakajati Siswanto dan mantan Wakajati Rudi Yulianto yang sekarang menjadi dosen di Fakultas Hukum UPR.
Ia berharap webinar dapat menghasilkan hasil yang sangat bermanfaat untuk kedua pihak, penegak hukum dan seluruh masyarakat pencari keadilan berupa kajian yuridis secara mendalam dari sisi akademis disertai pandangan dari praktisi hukum, tokoh masyarakat serta pihak yang konsern terhadap pemberantasan korupsi tentang kemungkinan penjatuhan pidana mati.
Sementara itu Rektor UPR Andrie Elia menyampaikan dalam hukum positif Indonesia masih terdapat beberapa kejahatan yang memuat ancaman terkait hukuman mati. Ancaman hukuman mati tersebut dalam perundang-undangan di Indonesia keberadaannya masih tetap eksis dan dipertahankan.
Baca juga: Permenaker No.17/2021 permudah peserta BPJamsostek dapat KPR ringan
Khusus mengenai hukuman mati dalam tindak pidana korupsi sebagai kejahatan luar biasa atau "extra ordinary crime", upaya pemerintah atau negara untuk memberantas korupsi memang sudah diatur dalam ketentuan undang-undang khusus.
"Mudah-mudahan tema webinar ini menjadi menarik dan bermanfaat sehingga menghasilkan rekomendasi yang signifikan untuk membangun bangsa ini dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum yang ada," kata Andrie saat membuka acara webinar itu.
Dekan Fakultas Hukum UPR Suriansyah Murhaini mengucapkan seminar yang diselenggarakan mengajak semua pihak untuk bersama- sama mengkaji dan memahami pandangan hukum dari para pakar terhadap penerapan hukuman mati bagi koruptor.
Penerapan hukuman mati bagi koruptor ini menjadi perbincangan yang sangat menarik karena banyaknya pendapat yang pro dan kontra dan diharapkan dengan adanya seminar ini akan memberikan wawasan baru buat semua.
Murhaini berharap seminar ini akan bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum pidana pada saat ini dan masa yang akan datang. Pengembangan tersebut tentu saja baik ditinjau dari sisi materil, aturan perundang-undangan maupun penerapannya.
"Semoga memberikan pencerahan bagi kita khususnya yang selalu terlibat dalam bidang hukum pidana baik pemangku kebijakan, aparatur penegak hukum, praktisi hukum, akademisi dan para mahasiswa," demikian Suriansyah.
Baca juga: Kejati-Bulog Kalteng jalin kerja sama cegah penyimpangan