Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan nilai ekonomi digital Indonesia merupakan yang terbesar di Asia Tenggara, tercermin dari total nilai penjualan (Gross Merchandise Value/GMV) sebesar 70 miliar dolar AS.
"Di Indonesia kita semua memahami bahwa kita memiliki potensi yang luar biasa," ujar Menkeu Sri Mulyani dalam 3rd Indonesia Fintech Summit 2021 yang dipantau secara daring di Jakarta, Sabtu.
Selain itu, penelitian Google, Temasek, dan Bain & Company, menunjukkan pembayaran digital akan terus tumbuh kuat di Indonesia, dengan nilai transaksi bruto pada tahun 2025 yang akan mencapai 1,2 triliun dolar AS.
Baca juga: Menkeu tekankan pentingnya hilirisasi tingkatkan nilai tambah ekspor
Di Indonesia, pembayaran digital mendominasi industri financial technology (fintech), selain peer to peer (P2P) lending yang dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat, baik dari sisi jumlah akun peminjam, pemberi pinjaman, serta total nominal pinjaman.
Sementara itu Sri Mulyani mengungkapkan nominal transaksi uang elektronik di Indonesia turut meningkat lebih dari 100 kali lipat dari hanya Rp2 triliun pada 2012 menjadi Rp205 triliun pada tahun 2020.
Baca juga: Menteri Keuangan: Belanja pemerintah 2022 fokus atasi COVID dan SDM
"Ini menggambarkan bahwa dalam kurun waktu kurang dari satu dekade terdapat kenaikan 100 kali. Jadi kami tidak bicara tentang pertumbuhan linier satu digit, ini adalah eksponensial," ujar Sri Mulyani.
Ia menilai adopsi layanan keuangan digital dan perubahan perilaku masyarakat Indonesia terus menuju kepada ekonomi digital dan diakselerasi dengan adanya pandemi, sehingga sektor keuangan digital termasuk fintech jelas dalam posisi yang sangat kuat untuk bisa berperan semakin penting.
Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah dan regulator harus terus menciptakan lingkungan digital yang baik dengan regulasi yang tepat, terutama mengingat adanya potensi dampak negatif seperti dari pinjaman online (pinjol) ilegal.
Baca juga: Indonesia bisa tinggalkan batu bara bertahap dengan bantuan keuangan
Baca juga: Menteri Keuangan jelaskan tiga tantangan pemulihan ekonomi global
Baca juga: Kemenkeu diminta gencar edukasi soal APBN
"Di Indonesia kita semua memahami bahwa kita memiliki potensi yang luar biasa," ujar Menkeu Sri Mulyani dalam 3rd Indonesia Fintech Summit 2021 yang dipantau secara daring di Jakarta, Sabtu.
Selain itu, penelitian Google, Temasek, dan Bain & Company, menunjukkan pembayaran digital akan terus tumbuh kuat di Indonesia, dengan nilai transaksi bruto pada tahun 2025 yang akan mencapai 1,2 triliun dolar AS.
Baca juga: Menkeu tekankan pentingnya hilirisasi tingkatkan nilai tambah ekspor
Di Indonesia, pembayaran digital mendominasi industri financial technology (fintech), selain peer to peer (P2P) lending yang dalam beberapa tahun terakhir terus meningkat, baik dari sisi jumlah akun peminjam, pemberi pinjaman, serta total nominal pinjaman.
Sementara itu Sri Mulyani mengungkapkan nominal transaksi uang elektronik di Indonesia turut meningkat lebih dari 100 kali lipat dari hanya Rp2 triliun pada 2012 menjadi Rp205 triliun pada tahun 2020.
Baca juga: Menteri Keuangan: Belanja pemerintah 2022 fokus atasi COVID dan SDM
"Ini menggambarkan bahwa dalam kurun waktu kurang dari satu dekade terdapat kenaikan 100 kali. Jadi kami tidak bicara tentang pertumbuhan linier satu digit, ini adalah eksponensial," ujar Sri Mulyani.
Ia menilai adopsi layanan keuangan digital dan perubahan perilaku masyarakat Indonesia terus menuju kepada ekonomi digital dan diakselerasi dengan adanya pandemi, sehingga sektor keuangan digital termasuk fintech jelas dalam posisi yang sangat kuat untuk bisa berperan semakin penting.
Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah dan regulator harus terus menciptakan lingkungan digital yang baik dengan regulasi yang tepat, terutama mengingat adanya potensi dampak negatif seperti dari pinjaman online (pinjol) ilegal.
Baca juga: Indonesia bisa tinggalkan batu bara bertahap dengan bantuan keuangan
Baca juga: Menteri Keuangan jelaskan tiga tantangan pemulihan ekonomi global
Baca juga: Kemenkeu diminta gencar edukasi soal APBN