Samarinda (ANTARA) - Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur HM Sa’bani mengatakan batas wilayah antara Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara sudah selesai dan tidak ada masalah tumpang tindih batas wilayah antara keduanya.
Sementara, batas wilayah Kaltim dengan Kalimantan Selatan belum final dan masih difasilitasi oleh Menteri Dalam Negeri, termasuk kawasan hutannya yang perlu disinkronkan dengan Kementerian, karena ada perubahan-perubahan yang diusulkan kabupaten dan kota.
“Saya kira, dalam rapat koordinasi tadi ada target yang bisa disusun sedemikian rupa, termasuk tim tata ruang kita. Nanti bagaimana mensinkronkan segala sesuatunya, sehingga permasalahan batas wilayah semuanya bisa clear,” kata Sa’bani, Senin
Rapat Koordinasi Tindak Lanjut pelaksanaan keputusan Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian tentang Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI) di Kantor Gubernur Kaltim itu juga membahas ketidaksesuaian batas daerah, tata ruang dan Kawasan Hutan antar wilayah.
Sa’bani mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia menyerap aspirasi itu, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan tumpang tindih maupun permasalahan batas wilayah didaerah.
“Kuncinya, untuk mempercepat penyelesaian yang terjadi baik baik tumpang tindih maupun batas wilayah adalah koordinasi dan sinkronisasi dengan kementerian terkait,” kata Sa’bani.
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan rapat koordinasi merupakan upaya bersama untuk melakukan tindak lanjut dari PP nomor 43 tahun 2021 tentang penyelesaian batas wilayah.
"Perlu melakukan upaya untuk menyelesaikan masalah ketidaksesuaian, dan dalam kaitan ini, telah ditetapkan keputusan Menko Perekonomian terkait bagaimana kita bisa menyelesaikan batas daerah dan penyelesaian RTRWP, RTRWK dan kawasan hutan atau permasalahan terkait patakan," ujarnya.
Wahyu Utomo menambahkan dalam penyelesaian ketidaksesuaian PP No.43 tahun 2021, menggunakan batas spasial di dalam kebijakan satu peta dengan skala 1:50.00, sesuai telah diatur dalam Perpres Nomor 23 tahun 2021.
"Perencanaan pembangunan nasional dan daerah berbasis spasial, maka kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah wajib memanfaatkan produk kebijakan satu peta yang telah dibagi-pakaikan melalui geoportal kebijakan satu peta," ujarnya.*
Sementara, batas wilayah Kaltim dengan Kalimantan Selatan belum final dan masih difasilitasi oleh Menteri Dalam Negeri, termasuk kawasan hutannya yang perlu disinkronkan dengan Kementerian, karena ada perubahan-perubahan yang diusulkan kabupaten dan kota.
“Saya kira, dalam rapat koordinasi tadi ada target yang bisa disusun sedemikian rupa, termasuk tim tata ruang kita. Nanti bagaimana mensinkronkan segala sesuatunya, sehingga permasalahan batas wilayah semuanya bisa clear,” kata Sa’bani, Senin
Rapat Koordinasi Tindak Lanjut pelaksanaan keputusan Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian tentang Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI) di Kantor Gubernur Kaltim itu juga membahas ketidaksesuaian batas daerah, tata ruang dan Kawasan Hutan antar wilayah.
Sa’bani mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia menyerap aspirasi itu, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan tumpang tindih maupun permasalahan batas wilayah didaerah.
“Kuncinya, untuk mempercepat penyelesaian yang terjadi baik baik tumpang tindih maupun batas wilayah adalah koordinasi dan sinkronisasi dengan kementerian terkait,” kata Sa’bani.
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koodinator Bidang Perekonomian Wahyu Utomo mengatakan rapat koordinasi merupakan upaya bersama untuk melakukan tindak lanjut dari PP nomor 43 tahun 2021 tentang penyelesaian batas wilayah.
"Perlu melakukan upaya untuk menyelesaikan masalah ketidaksesuaian, dan dalam kaitan ini, telah ditetapkan keputusan Menko Perekonomian terkait bagaimana kita bisa menyelesaikan batas daerah dan penyelesaian RTRWP, RTRWK dan kawasan hutan atau permasalahan terkait patakan," ujarnya.
Wahyu Utomo menambahkan dalam penyelesaian ketidaksesuaian PP No.43 tahun 2021, menggunakan batas spasial di dalam kebijakan satu peta dengan skala 1:50.00, sesuai telah diatur dalam Perpres Nomor 23 tahun 2021.
"Perencanaan pembangunan nasional dan daerah berbasis spasial, maka kementerian atau lembaga dan pemerintah daerah wajib memanfaatkan produk kebijakan satu peta yang telah dibagi-pakaikan melalui geoportal kebijakan satu peta," ujarnya.*