Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan adanya aliran uang dalam setiap sidang perkara yang dipimpin tersangka hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaeni Hidayat (IIH).
Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa tim penyidik KPK melakukan pendalaman tersebut dengan memeriksa enam saksi di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur, Selasa (8/3).
Ia menyebutkan enam saksi, yaitu Panitera PN Surabaya Kelas IA Khusus R. Joko Purnomo, tiga pengacara, yaitu Rachmat Harjono Tengadi, Darmaji, dan Dodik Wahyono, serta dua pihak swasta, yakni Ahmad dan Made Sri Manggalawati, hadir memenuhi panggilan tim penyidik dan didalami pengetahuannya tentang dugaan aliran sejumlah uang untuk setiap penanganan perkara yang sidangnya dipimpin tersangka IIH.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap penanganan perkara di PN Surabaya, Jawa Timur. Mereka adalah Itong dan panitera pengganti nonaktif PN Surabaya Hamdan (HD) sebagai penerima suap serta pengacara sekaligus kuasa dari PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono (HK) sebagai pemberi suap.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Itong selaku hakim tunggal PN Surabaya menyidangkan perkara permohonan pembubaran PT SGP yang diwakili Hendro sebagai kuasa hukum perusahaan tersebut.
Dalam penanganan perkara itu, KPK menduga ada kesepakatan antara Hendro dan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim.
KPK menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara tersebut berkisar Rp1,3 miliar, dimulai dari tingkat putusan pengadilan negeri hingga tingkat putusan Mahkamah Agung (MA).
Sebagai langkah awal realisasi uang Rp1,3 miliar itu, Hendro menemui Hamdan, lalu meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.
Untuk memastikan persidangan perkaranya berjalan sesuai dengan harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan menggunakan istilah "upeti" demi menyamarkan maksud dari pemberian uang.
KPK mengungkapkan setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamdan diduga selalu dilaporkan oleh Hamdan kepada Itong. KPK pun menyebutkan putusan yang diinginkan Hendro adalah agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.
Hamdan lalu menyampaikan keinginan Hendro kepada Itong. Itong menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang.
Pada tanggal 19 Januari 2022, uang imbalan diserahkan Hendro kepada Hamdan sejumlah Rp140 juta untuk Itong.
Di samping itu, KPK menduga pula Itong menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di PN Surabaya sehingga hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.
Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, mengatakan bahwa tim penyidik KPK melakukan pendalaman tersebut dengan memeriksa enam saksi di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Timur, Selasa (8/3).
Ia menyebutkan enam saksi, yaitu Panitera PN Surabaya Kelas IA Khusus R. Joko Purnomo, tiga pengacara, yaitu Rachmat Harjono Tengadi, Darmaji, dan Dodik Wahyono, serta dua pihak swasta, yakni Ahmad dan Made Sri Manggalawati, hadir memenuhi panggilan tim penyidik dan didalami pengetahuannya tentang dugaan aliran sejumlah uang untuk setiap penanganan perkara yang sidangnya dipimpin tersangka IIH.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap penanganan perkara di PN Surabaya, Jawa Timur. Mereka adalah Itong dan panitera pengganti nonaktif PN Surabaya Hamdan (HD) sebagai penerima suap serta pengacara sekaligus kuasa dari PT Soyu Giri Primedika (SGP) Hendro Kasiono (HK) sebagai pemberi suap.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa Itong selaku hakim tunggal PN Surabaya menyidangkan perkara permohonan pembubaran PT SGP yang diwakili Hendro sebagai kuasa hukum perusahaan tersebut.
Dalam penanganan perkara itu, KPK menduga ada kesepakatan antara Hendro dan pihak perwakilan PT SGP untuk menyiapkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada hakim.
KPK menduga uang yang disiapkan untuk mengurus perkara tersebut berkisar Rp1,3 miliar, dimulai dari tingkat putusan pengadilan negeri hingga tingkat putusan Mahkamah Agung (MA).
Sebagai langkah awal realisasi uang Rp1,3 miliar itu, Hendro menemui Hamdan, lalu meminta agar hakim yang menangani perkaranya bisa memutus sesuai dengan keinginan Hendro.
Untuk memastikan persidangan perkaranya berjalan sesuai dengan harapan, Hendro diduga berulang kali menjalin komunikasi dengan Hamdan menggunakan istilah "upeti" demi menyamarkan maksud dari pemberian uang.
KPK mengungkapkan setiap hasil komunikasi antara Hendro dan Hamdan diduga selalu dilaporkan oleh Hamdan kepada Itong. KPK pun menyebutkan putusan yang diinginkan Hendro adalah agar PT SGP dinyatakan dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi sejumlah Rp50 miliar.
Hamdan lalu menyampaikan keinginan Hendro kepada Itong. Itong menyatakan bersedia dengan adanya imbalan sejumlah uang.
Pada tanggal 19 Januari 2022, uang imbalan diserahkan Hendro kepada Hamdan sejumlah Rp140 juta untuk Itong.
Di samping itu, KPK menduga pula Itong menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di PN Surabaya sehingga hal itu akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik.