Pontianak (ANTARA) - Koordinator Divisi Pengawasan Badan Pengawas Pemilu Kalimantan Barat Faisal Riza mengatakan pihaknya akan memaksimalkan upaya pencegahan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh ASN pada Pemilu 2024.

"Hal ini akan kita lakukan karena pada Pemilu 2019, kami menemukan ada 12 pelanggaran yang dilakukan ASN. Kemudian 15 pelanggaran pada pilkada serentak tahun 2020 dan kasus ini terus naik pada setiap pelaksanaan pemilu," kata Faisal di Pontianak, Rabu.

Faisal mengatakan pihaknya memang mengalami sejumlah kendala, terutama pada sumber daya yang dimiliki Bawaslu Kalbar. Untuk itu, pihaknya mengajak semua masyarakat dan pihak terkait ikut juga mengawasinya demi tegaknya netralitas ASN.

"Namun, kita mengantisipasi ini dengan melibatkan kader sekolah pengawas yang ikut dilibatkan dalam pengawasan ASN di media sosial," tuturnya.

Faisal mengingatkan pengawasan penting dilakukan karena ASN adalah aparatur negara bukan dari kekuasaan. "Secara personel ASN berpotensi melanggar netralitas sehingga perlu diawasi," katanya.

Dia menambahkan sebagian besar pelanggaran yang ditemukan Bawaslu itu dari pengawasan di media sosial. Pelanggaran itu seperti memberikan tanda suka pada unggahan, hingga secara terang-terangan menyatakan dukungan terhadap pasang calon. Namun ada juga temuan dari pengawasan di lapangan oleh petugas saat digelar kampanye pasangan calon.

Faisal menyatakan rekomendasi sanksi sudah disampaikan ke Komisi ASN terkait dengan pasal yang dilanggar. "Rekomendasi setiap pelanggaran beda, tergantung jenis pelanggarannya, kami sampaikan bahwa pelanggaran ini, pada tahapan ini, kalau soal sanksi berat atau tidak itu ada di Komisi ASN," katanya.

Pihaknya juga terus mengawal kasus yang ditangani hingga penerapan sanksi. Pihaknya menerima tembusan dari Komisi ASN terkait dengan rekomendasi yang disampaikan.

Faisal menyebutkan dari sanksi yang diturunkan ada yang kemudian ditindaklanjuti oleh kepala daerah, seperti penurunan jabatan. Awalnya menjadi camat, atau kepala bidang, diturunkan menjadi staf.

"Kendati demikian ada juga malah mendapat promosi ketika calon kepala daerah yang didukung terpilih. Ini menjadi dilema, atau jadi tantangan, kami kawal untuk tindak lanjutnya," kata Faisal.

Faisal mengakui pengawasan melalui media sosial bukan perkara mudah. Apalagi sasarannya adalah pada aparatur sipil negara. Kendalanya terkait dengan jumlah ASN, jumlah yang tidak sedikit dari setingkat kabupaten, provinsi, hingga instansi vertikal.

Menurutnya, satu cara yang bisa dilakukan dengan pengumpulan data, berkoordinasi mengenai kebutuhan data dengan Badan Kepegawaian Daerah, baik di provinsi maupun kabupaten/kota.

"Data yang dibutuhkan itu misalnya, nama, NIK hingga bekerja di mana. Data itu yang kami telusuri," tuturnya.

Sedangkan untuk durasi masa kampanye disepakati 75 hari dan biaya pemilu sebesar Rp76,6 triliun

DPR dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI  menyepakati durasi masa kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 selama 75 hari dalam rapat konsultasi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

"Pimpinan DPR bersama pimpinan Komisi II DPR dan anggota KPU melakukan rapat konsultasi terkait pelaksanaan dan tahapan Pemilu 2024. Ditetapkan biaya tahapan sampai pelaksanaan pemilu yaitu Rp76,6 triliun dan durasi masa kampanye ditetapkan disepakati akan dilaksanakan 75 hari," kata Ketua DPR Puan Maharani.

Dengan durasi masa kampanye tersebut, Puan mengatakan KPU diharapkan dapat melaksanakan pembuatan dan distribusi logistik pemilu sesuai dengan tahapan serta jadwal yang telah disepakati. Puan juga berharap Pemerintah mengeluarkan peraturan presiden (perpres) yang mengatur terkait pengadaan logistik Pemilu 2024 agar prosesnya berjalan dengan lancar.

"Kami harap pembahasan perpres terkait logistik tersebut tetap dilakukan bersama-sama antara Pemerintah, KPU, dan DPR; sehingga apa pun yang dihasilkan sesuai pembahasan dan bermanfaat bagi pelaksanaan pemilu," katanya.

Terkait anggaran Pemilu 2024 yang disepakati sebesar Rp76,6 triliun, Puan berharap anggaran itu bisa digunakan secara efisien dan efektif serta dimaksimalkan sesuai dengan kebutuhan.

Dia mengatakan DPR juga meminta terkait lamanya prosedur dan mekanisme penanganan sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) dilakukan maksimal 21 hari sesuai peraturan perundang-undangan.

Namun, tambahnya, penanganan sengketa pemilu tersebut diupayakan bisa lebih cepat agar tidak berlarut-larut, sehingga pelaksanaan pemilu serta pilkada berjalan sesuai dengan harapan.

Puan juga meminta aspek sumber daya manusia (SDM) yang melaksanakan setiap tahapan pemilu harus diperhatikan, misalnya Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), khususnya terkait syarat pendidikan, kesehatan, dan beban kerja.

Menurut dia, aspek keselamatan dan beban kerja petugas pemilu harus diperhatikan agar peristiwa meninggalnya petugas di Pemilu 2019 tidak terulang kembali.

Dalam konferensi pers tersebut, Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengatakan pihaknya memerlukan dukungan DPR dalam bertugas menyusun peraturan KPU (PKPU) terkait semua tahapan pemilu.

"Sehingga, pembahasan PKPU ke depan perlu dukungan DPR sebagai pembentuk UU agar substansi PKPU sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2017 tentang Pemilu; dan dari sisi anggaran Pemilu ada di DPR dalam hal persetujuan," kata Hasyim.

Dia menyampaikan terima kasih atas dukungan pimpinan DPR dan pimpinan Komisi II DPR dalam pelaksanaan Pemilu 2024. Menurut dia, dukungan politik dari DPR sangat penting agar pemilu yang dilaksanakan reguler setiap lima tahun sekali dapat dilaksanakan.

Pewarta : Rendra Oxtora
Uploader : Ronny
Copyright © ANTARA 2024