Jakarta (ANTARA) - Departemen Lingkungan Hidup Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia mengkritisi persoalan polusi udara di Ibu Kota di HUT ke-495 DKI Jakarta.
"Ada tiga penyebab utama permasalahan udara di Ibu Kota," kata salah satu Tim Kajian dan Advokasi Lingkungan Departemen Lingkungan Hidup Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (DLH BEM UI) Panji Raharjo melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Tiga penyebab itu, yakni kemacetan lalu lintas, penggunaan energi tidak terbarukan yang dominan dan persampahan yang tak kunjung usai sehingga kian menimbulkan persoalan bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat.
Guna mengatasi itu, DLH BEM UI merekomendasikan kebijakan strategis dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatasi tiga akar penyebab tersebut.
Pertama, permasalahan kemacetan Ibu Kota yang dapat ditangani dengan mempertegas peraturan mengenai pembatasan penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil, meningkatkan kualitas layanan umum untuk menerapkan sistem "pull and push" dan mendorong elektrifikasi kendaraan bermotor sebagai mode transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Kedua, penggunaan energi tidak terbarukan yang dominan dapat ditangani dengan mengakselerasi penyusunan peraturan pelaksanaan yang mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT) melalui Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi DKI Jakarta.
Kegiatan tersebut, menurut Panji, dapat melibatkan masyarakat dalam pengembangan dan penerapan EBT serta mengintensifkan riset dan pengembangan yang dapat mendukung progres lokalisasi EBT.
Ketiga, permasalahan sampah yang tak kunjung usai yang dapat ditangani dengan menerapkan konsep "circular economy" untuk mengurangi timbulan sampah dan meningkatkan tingkat daur ulang serta meningkatkan kapasitas penyediaan Unit Pengelolaan Sampah (UPS) yang lebih merata.
Kemudian mengkaji potensi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) serta meningkatkan edukasi terhadap masyarakat sekitar mengenai pemilahan sampah dan "food waste".
Koordinator Bidang Sosial Lingkungan BEM UI Amira Widya Damayanti menyatakan, pihaknya berkomitmen mengawal permasalahan polusi udara di DKI Jakarta.
Amira menilai UI sebagai kampus yang berada di sekitar Ibu Kota memiliki kewajiban untuk turut berperan menanggulangi permasalahan yang melanda DKI Jakarta.
BEM UI pun merupakan bagian dari civitas UI bertanggung jawab secara moral untuk menaruh perhatian terhadap permasalahan polusi udara Jakarta yang kian hari semakin mengkhawatirkan.
Amira berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mempertimbangkan rekomendasi DLH BEM UI menjadi bagian dari rumusan kebijakan pada masa mendatang.
"Diharapkan dapat menjadi pertimbangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam perumusan kebijakan ke depannya," kata Amira.
Pada kesempatan itu, DLH BEM UI merilis infografis berjudul “Di Balik Hajatan Warga Ibu Kota: Terdapat Permasalahan Udara yang Belum Pantas Untuk Disyukuri” bertepatan dengan peringatan HUT ke-495 DKI Jakarta pada Rabu.
Sebelumnya, DKI Jakarta sempat menduduki peringkat sebagai Ibu Kota dengan kualitas udara terburuk di dunia oleh situs AQI (Air Quality Index) pada Rabu (15/6).
Bahkan, konsentrasi partikel pengotor udara mencapai 23.6 kali dari panduan kualitas udara yang diizinkan oleh WHO. Fenomena kabut tebal yang juga menyelimuti perkotaan menjadi indikator buruk terhadap sistem pengelolaan polusi udara yang belum ditangani dengan baik.
Kota Jakarta bertengger di peringkat 12 dari 89 kota besar di dunia berdasarkan parameter kualitas udara yang dirilis AirVisual.
Pantauan pukul 09.32 WIB, kualitas udara DKI Jakarta berada pada warna merah dengan parameter Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/AQI) di angka 157 yang artinya dalam kategori tidak sehat.
Indikator AirVisual juga memperlihatkan kualitas udara Jakarta tidak sehat bagi semua orang karena memiliki parameter polutan PM2.5 dengan konsentrasi 66,8 ug/m3.
Sehingga disarankan untuk menutup jendela, meminimalisir kegiatan luar rumah, menggunakan pemurni udara dan menggunakan masker jika harus berkegiatan di luar rumah.
Untuk suhu udara, Jakarta pada Minggu ini di laman yang sama diketahui bersuhu 28 derajat Celcius.
Dengan kondisi kualitas udara Jakarta hari Minggu ini, Jakarta bertengger di posisi 12 dari jajaran kota terpolusi di dunia dengan angka indeks 156.
Lima kota terpolutan pada hari Minggu ini, adalah Delhi (India) dengan kualitas udara 191 yang dicatat AirVisual terkategori tidak sehat, disusul Beijing, China (183), Shenyang, China (173), Dhaka, Bangladesh (168) dan Abu Dhabi (166).
Pemerintah DKI Jakarta telah merespons permasalahan polusi udara Jakarta dengan mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara di Ibu Kota.
Instruksi tersebut selanjutnya diimplementasikan melalui kebijakan perluasan wilayah rekayasa lalu lintas dengan plat nomor ganjil-genap, guna menekan populasi kendaraan sebagai salah satu pemicu polusi.
Jakarta juga melakukan uji emisi secara rutin hingga membatasi usia pakai kendaraan yang akan melintas di wilayah setempat.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga mengintensifkan pengawasan terhadap pabrik yang berpotensi melanggar aturan lingkungan hingga mengintensifkan penghijauan di sejumlah titik kawasan.
Selanjutnya mengkampanyekan penggunaan sepeda untuk kegiatan sehari-hari yang ditambah dengan penggunaan transportasi umum.
"Ada tiga penyebab utama permasalahan udara di Ibu Kota," kata salah satu Tim Kajian dan Advokasi Lingkungan Departemen Lingkungan Hidup Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (DLH BEM UI) Panji Raharjo melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Tiga penyebab itu, yakni kemacetan lalu lintas, penggunaan energi tidak terbarukan yang dominan dan persampahan yang tak kunjung usai sehingga kian menimbulkan persoalan bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat.
Guna mengatasi itu, DLH BEM UI merekomendasikan kebijakan strategis dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatasi tiga akar penyebab tersebut.
Pertama, permasalahan kemacetan Ibu Kota yang dapat ditangani dengan mempertegas peraturan mengenai pembatasan penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil, meningkatkan kualitas layanan umum untuk menerapkan sistem "pull and push" dan mendorong elektrifikasi kendaraan bermotor sebagai mode transportasi yang lebih ramah lingkungan.
Kedua, penggunaan energi tidak terbarukan yang dominan dapat ditangani dengan mengakselerasi penyusunan peraturan pelaksanaan yang mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT) melalui Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi DKI Jakarta.
Kegiatan tersebut, menurut Panji, dapat melibatkan masyarakat dalam pengembangan dan penerapan EBT serta mengintensifkan riset dan pengembangan yang dapat mendukung progres lokalisasi EBT.
Ketiga, permasalahan sampah yang tak kunjung usai yang dapat ditangani dengan menerapkan konsep "circular economy" untuk mengurangi timbulan sampah dan meningkatkan tingkat daur ulang serta meningkatkan kapasitas penyediaan Unit Pengelolaan Sampah (UPS) yang lebih merata.
Kemudian mengkaji potensi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) serta meningkatkan edukasi terhadap masyarakat sekitar mengenai pemilahan sampah dan "food waste".
Koordinator Bidang Sosial Lingkungan BEM UI Amira Widya Damayanti menyatakan, pihaknya berkomitmen mengawal permasalahan polusi udara di DKI Jakarta.
Amira menilai UI sebagai kampus yang berada di sekitar Ibu Kota memiliki kewajiban untuk turut berperan menanggulangi permasalahan yang melanda DKI Jakarta.
BEM UI pun merupakan bagian dari civitas UI bertanggung jawab secara moral untuk menaruh perhatian terhadap permasalahan polusi udara Jakarta yang kian hari semakin mengkhawatirkan.
Amira berharap Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mempertimbangkan rekomendasi DLH BEM UI menjadi bagian dari rumusan kebijakan pada masa mendatang.
"Diharapkan dapat menjadi pertimbangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam perumusan kebijakan ke depannya," kata Amira.
Pada kesempatan itu, DLH BEM UI merilis infografis berjudul “Di Balik Hajatan Warga Ibu Kota: Terdapat Permasalahan Udara yang Belum Pantas Untuk Disyukuri” bertepatan dengan peringatan HUT ke-495 DKI Jakarta pada Rabu.
Sebelumnya, DKI Jakarta sempat menduduki peringkat sebagai Ibu Kota dengan kualitas udara terburuk di dunia oleh situs AQI (Air Quality Index) pada Rabu (15/6).
Bahkan, konsentrasi partikel pengotor udara mencapai 23.6 kali dari panduan kualitas udara yang diizinkan oleh WHO. Fenomena kabut tebal yang juga menyelimuti perkotaan menjadi indikator buruk terhadap sistem pengelolaan polusi udara yang belum ditangani dengan baik.
Kota Jakarta bertengger di peringkat 12 dari 89 kota besar di dunia berdasarkan parameter kualitas udara yang dirilis AirVisual.
Pantauan pukul 09.32 WIB, kualitas udara DKI Jakarta berada pada warna merah dengan parameter Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/AQI) di angka 157 yang artinya dalam kategori tidak sehat.
Indikator AirVisual juga memperlihatkan kualitas udara Jakarta tidak sehat bagi semua orang karena memiliki parameter polutan PM2.5 dengan konsentrasi 66,8 ug/m3.
Sehingga disarankan untuk menutup jendela, meminimalisir kegiatan luar rumah, menggunakan pemurni udara dan menggunakan masker jika harus berkegiatan di luar rumah.
Untuk suhu udara, Jakarta pada Minggu ini di laman yang sama diketahui bersuhu 28 derajat Celcius.
Dengan kondisi kualitas udara Jakarta hari Minggu ini, Jakarta bertengger di posisi 12 dari jajaran kota terpolusi di dunia dengan angka indeks 156.
Lima kota terpolutan pada hari Minggu ini, adalah Delhi (India) dengan kualitas udara 191 yang dicatat AirVisual terkategori tidak sehat, disusul Beijing, China (183), Shenyang, China (173), Dhaka, Bangladesh (168) dan Abu Dhabi (166).
Pemerintah DKI Jakarta telah merespons permasalahan polusi udara Jakarta dengan mengeluarkan Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara di Ibu Kota.
Instruksi tersebut selanjutnya diimplementasikan melalui kebijakan perluasan wilayah rekayasa lalu lintas dengan plat nomor ganjil-genap, guna menekan populasi kendaraan sebagai salah satu pemicu polusi.
Jakarta juga melakukan uji emisi secara rutin hingga membatasi usia pakai kendaraan yang akan melintas di wilayah setempat.
Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga mengintensifkan pengawasan terhadap pabrik yang berpotensi melanggar aturan lingkungan hingga mengintensifkan penghijauan di sejumlah titik kawasan.
Selanjutnya mengkampanyekan penggunaan sepeda untuk kegiatan sehari-hari yang ditambah dengan penggunaan transportasi umum.